Mobil barang bak terbuka (pick up) jenis L-300 menjadi angkutan utama penumpang dari desa pesisir Danu Toba Kecamatan Pamatang Silimahuta, ke pusat perdagangan Seribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Sumut. Gambar diambil di Seribudolok, Rabu (21/12/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

(Matra, Simalungun) – Kehidupan warga desa-desa pesisir Danau Toba di Kecamatan Pamatang Silimahuta dan Kecamatan Haranggaol – Horisan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) belakangan ini semakin memprihatinkan. Warga desa di pesisir Danau Toba tersebut semakin terisolir menyusul nyaris lenyapnya transportasi danau, kapal motor (KM).

Sementara jalan ke desa-desa pesisir Danau Toba wilayah Simalungun itu baru berstatus jalan perintis, masih jalan tanah dan batu alias belum diaspal sama sekali. Kemudian moda transportasi darat ke desa-desa terpencil tersebut hanya mengandalkan sepeda motor dan mobil – mobil bak terbuka (pick up) ukuran kecil jenis L-300.

Drastisnya jumlah moda transportasi danau ditambah rusaknya jalan dan terbatasnya moda transportasi darat (mobil penumpang) membuat warga desa-desa pesisir Danau Toba, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun tersebut mengalami krisis transportasi. Mobilitas warga desa – desa pesisir Danau Toba Simalungun tersebut ke pusat pasar seperti Desa Tongging dan Merek Situnggaling, Kabupaten Karo atau ke Seribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun sangat terbatas akibat krisis transportasi tersebut.

Untuk bepergian berbelanja kebutuhan pokok, berobat maupun menjual hasil pertanian ke Merek Situnggaling dan Seribudolok, warga desa pesisir Danau Toba Pamatang Silimahuta hanya mengandalkan mobil barang bak terbuka jenis L-300. Mobil bak terbuka tersebut mengangkut penumpang dan barang menyusuri jalan rusak berbatu, berlumpur di lereng perbukitan.

Warga yang menumpang mobil barang dari desa-desa pesisir Danau Toba Simalungun itu hanya mengandalkan tempat duduk berupa papan. Penumpang mobil pun sering melebihi kapasitas pick up karena terbatasnya kendaraan ke desa – desa pesisir Danau Toba Simalungun itu. Sementara untuk menumpang kapal motor ke Tongging, Kabupaten Karo atau Haranggaol, Kecamatan Haranggaol – Horisan, warga kesulitan karena jumlah armada kapal motor sangat terbatas.

Pantauan medialintassumatera.net (Matra) ketika mudik ke Dusun Hutaimbari, Nagori Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun, Sumut menjelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 sangat memprihatinkan. Medialintassumatera.net terpaksa menumpang mobil barang pick up jenis L-300 dari Seribudolok – Dusun Hutaimbaru sekitar 30 kilometer (Km). Jumlah penumpang saat itu mencapai 20 orang, terdiri dari anak-anak, dewasa dan lanjut usia.

Penumpang terpaksa duduk sangat rapat dan berhadap-hadapan di tempat duduk yang terbuat dari beberapa lembaran papan. Di bawah papan yang dibentangkan mengikuti lebar bak mobil pick up penuh dengan barang belanjaan kebutuhan pokok. Bahkan pada kesempatan itu mobil pick up L-300 masih membawa seekor babi ukuran sekitar 80 kilogram di bagian belakang mobil pick up. Mobil penuh muatan melebihi kapasitas tersebut melaju dari Seribudolok – Merek Situnggaling di tengah rinai hujan. Selanjutnya mobil pick up yang ditumpangi medialintassumatera.net tersebut menuruni perbukitan Tongging hingga Dusun Hutaimbaru.

Bangku penumpang yang dipasang darurat pada mobil barang tujuan desa pesisir Danau Toba, Dusun Hutaimbaru – pusat perdagangan Seribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Sumut. Gambar diambil Rabu (21/12/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Mengerikan

Lebih parah dan mengerikan, mobil pick up sarat muatan itu meluncur menyusuri jalan buruk, berbatu dan berlumpur akibat hujan di perbuktian desa pesisir Danau Toba mulai dari Simpang Bage hingga Dusun Hutaimbaru dalam suasana sudah memasuki malam hari sekitar pukul 19.00 WIB. Situasi krisis transportasi seperti itu masih berlangsung terus, khususnya setiap hari pekan Seribudolok, Rabu.

Pantauan medialintassumatera.net, Rabu (28/12/2022), satu unit mobil pick up jenis L-300 membawa penumpang dan barang yang cukup padat. Mobil andalan warga Dusun Hutaimbaru dan Baluhut tersebut tampak “berjuang keras” melintasi jalan buruk dari Dusun Hutaimbaru hingga Sirpang Bage.

Selanjutnya mobil barang yang dijadikan mobil penumpang tersebut melaju secara memaksa melalui jalan perbukitan Tongging hingga sampai di jalan datar wilayah pegunungan Merek Situnggaling hingga pecan Seribudolok. Satu unit lagi mobil pick up sarat barang dan penumpang juga melaju menaiki jalan perbukitan Tongging hingga sampai di jalan datar Merek Situnggaling – Seribudolok.

“Kami sudah terbiasa menumpang mobil barang ini. Mobil barang ini sekaligus juga mobil penumpang karena hanya ini kendaraan dari Dusun Hutaimbaru ke pusat perdagangan dan perbelanjaan Merek Situnggaling dan Seribudolok. Kami tidak lagi naik kapal, karena kapal motor dari kampung ini ke Tongging tidak ada lagi. Kalau mau naik kapal ke Tongging harus pesan kapal dari kampung lain dan ongkosnya menjadi lebih mahal,”kata Bona Saragih (35), warga Dusun Hutaimbaru.

Menurut Bona Saragih, dulu ada dua unit kapal motor di kampung Hutaimbaru. Kapal motor tersebut melayani penumpang tujuan Tongging dan Haranggaol. Sedangkan satu kapal motor dari Dusun Hutaimbaru secara rutin melayani pengangkutan penumpang ke Tongging setiap hari. Selain itu satu kapal motor dari Dusun Hutaimbaru dan satu kapal motor dari desa tetangga, Nagori Purba juga melayani angkutan penumpang ke Haranggaol setiap Senin.

“Namun setelah jalan sudah dibangun dan mobil sudah sampai ke Hutaimbaru, warga desa beralih ke angkutan darat (mobil). Pemilik kapal pun mengalihkan usahanya ke angkutan darat, yakni mobil pick up jenis L-300. Kalau pun kapal ada ke Hutaimbaru – Tongging hanya kapal dari dusun lain, yakni Desa Soping. Kadang kalau mau naik kapal tersebut, kita harus pesan sehari sebelumnya agar singgah ke kampung ini,”katanya.

Bona Saragih mengatakan, pengalihan angkutan danau ke angkutan darat dari desa-desa pesisir Danau Toba, Kecamatan Pamatang Silimahuta menimbulkan masalah karena jalan buruk, hanya jalan berbatu dan tanah yang sering berlumpur di kala musim hujan. Kemudian ruas jalan tersebut rawan kecelakaan karena berada di kawasan perbukitan dan rawan longsor juga.

Dikatakan, kendati harus menumpang mobil barang ukuran kecil dan penumpangnya sering padat, warga Dusun Hutaimbaru tetap lebih banyak memilih angkutan darat tersebut karena ongkosnya lebih murah dan cukup praktis. Ongkos mobil pick up dari Dusun Hutaimbaru ke Seribudolok dengan jarak tempuh sekitar satu jam sebesar Rp 20.000/orang. Ongkos pulang pergi menjadi Rp 40.000/orang. Kemudian penumpang mobil tersebut bisa langsung dari Hutaimbaru – Seribudolok.

“Sedangkan bila naik kapal motor ongkos bertambah dua kali lipat. Ongkos kapal motor Hutaimbaru – Tongging dengan lama perjalanan sekitar setengah jam sebesar Rp 20.000/orang. Kemudian ongkos dari Tongging ke Seribudolok sebesar Rp 20.000/orang. Jadi ongkos Hutaimbaru – Seribudolok bila naik kapal dan mobil mencapai Rp 40.000/orang dan ongkos pulang pergi menjadi Rp 80.000/orang. Perbedaan ongkos inilah yang membuat warga desa ini memilih naik mobil kendati sebenarnya tidak nyaman dan tidak aman,”katanya.

Sementara itu, Anta Damanik (80), seorang wanita lanjut usia Dusun Hutaimbaru mengatakan, dirinya sudah jarang pergi ke Seribudolok untuk berbelanja dan menjual hasil pertanian akibat tidak ada lagi angkutan danau atau kapal motor dari dusun tersebut ke Tongging. Biasanya Anta Damanik naik kapal motor dari desanya ke Tongging lalu naik mobil angkutan penumpang menuju Seribudolok. Walaupun ongkos agak mahal, namun naik kapal ke Tongging lalu naik mobil bus penumpang ke Seribudolok lebih nyaman dan aman.

Tidak Sanggup

Menurut Anta Damanik, dirinya tidak sanggup lagi naik mobil pick up jenis L-300 dari kampungnya, Hutaimbaru ke Seribudolok dengan kondisi jalan rusak, bangku mobil tidak ada, mobil selalu sarat muatan barang dan penumpang. Karena itu setelah kapal motor jarang datang ke kampung tersebut, Anta Damanik sudah jarang ke ibukota kecamatan.

“Kalau bisa, angkutan danau kembali melayani rute Hutaimbaru – Tongging agar para orang tua di kampung ini bisa ke pasar ibukota kecamatan, Seribudolok. Atau jalan ke kampung ini diaspal dan ada bus penumpang agar kami bisa nyaman ke kota,”katanya.

Jalan perintis pesisir Danau Toba di Dusun Hutaimbaru, Nagori Ujung Mariah, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun, Sumut yang tidak pernah diaspal sejak dibangun 12 tahun silam. Gambar diambil Jumat (23/12/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Secara terpisah, L Sinaga (50), seorang petani manga Dusun Hutaimbaru mengatakan, pengangkutan hasil panen mangga menggunakan mobil pick up dari Dusun Hutaimbaru ke Seribuolok atau Merek Situnggaling melalui jalan rusak merugikan petani. Masalahnya mangga dalam keranjang yang diangkut menggunakan pikc up melalui jalan rusak sering banyak rusak terimbas guncangan mobil.

“Kalau manga kita bawa dari Dusun Hutaimbaru menggunakan kapal motor ke Tongging, kondisi manga bisanya bagus, tidak banyak yang rusak. Selanjutnya jika mangga dibawa dari Tongging menggunakan mobil barang melalui jalan yang cukup baik ke, Merek Situnggaling, Seribudolok, Kabanjahe hingga ke Kota Medan pun kondisinya tetap baik. Namun ongkosnya bertambah juga jika menggunakan kapal motor dan mobil. Karena itu kami berharap jalan dari Dusun Hutaimbaru – Simpang Bage bisa segera diaspal,”katanya.

Sementara pantauan medialintassumatera.net, kondisi jalan pesisir Danau Toba di wilayah Tongging dan Sibolangit, Kabupaten Karo berbeda secara kontras dengan kondisi jalan pesisir Danau Toba di Simpang Bage – Dusun Hutaimbaru, Kabupaten Simalungun. Ruas jalan dari Merek Situnggaling – Tonggong – Sibolangit, Karo cukup bagus, aspal mulus. Namun mulai dari Simpang Bage –Dusun Hutaimbaru, Pamatang Silimahuta, Simalungun, jalan pesisir Danau Toba sangat buruk, hanya berupa jalan tanah dan batu, tanpa pernah tersentuh pengaspalan sekitar 12 tahun terakhir. (Matra/Radesman Saragih).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *