Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta, baru-baru ini. (Foto : Matra/TNewsPolri).

(Matra, Jakarta) – Sekitar 1.047 orang mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia yang melakukan magang (kerja praktik) ke Jerman diduga jadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Para mahasiswa tersebut dipekerjakan nonprosedural (tidak sesuai prosedur), sehingga para mahasiswa tereksploitasi secara tidak manusiawi.

Kasus dugaan TPPO tersebut terbongkar setelah Badan Reserse Kriminal Polri melakukan penyidikan terkait laporan beberapa mahasiswa Indonesia yang melaksanakan magang di Jerman kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman.

Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta, Selasa (26/3/2024) menjelaskan, pihaknya sudah menetapkan lima orang tersangka atas kasus dugaan TPPO di Jerman tersebut pekan lalu. Dua orang tersangka, yakni perempuan berada di Jerman, ER alias EW (39) A alias AE (37). Kemudian tiga orang Warga Negara Indonesia (WNI), berinisial SS (65), MZ (60) dan AJ (52).

“Kami berkoordinasi dengan pihak Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) dan KBRI Jerman sejak menyelidiki hingga menangani kasus tersebut, khususnya penanganan terhadap dua tersangka yang berada di Jerman,”katanya.

Dijelaskan, dugaan TPPO ribuan mahasiswa Indonesia di Jerman tahun lalu tersebut berawal ketika empat orang mahasiswa Indonesia yang mengikuti magang (ferien job) di Jerman tahun lalu datang ke KBRI Jerman. Setelah laporan tersebut disampaikan ke Mabes Polri, Tim Badan Reskrim Mabes Polri langsung melakukan pendalaman.

“Berdasarkan hasil penyelidikan ke KBRI Jerman, kami mendapatkan informasi bahwa program magang tersebut dilaksanakan 33 universitas di Indonesia. Jumlah mahasiswa yang mengkuti program magang tersebut mencapai 1.047 orang. Perekrutan para mahasiswa tersebut dilakukan tiga agen tenaga kerja Jerman,”katanya.

Penyidikan

Dikatakan, Satuan Tugas (Satgas) TPPO Dittipidum Bareskrim Mabes Polri kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan. Berdasarkan penyelidikan dan penyidikan tersebut ditemukan fakta-fakta bahwa para mahasiswa Indonesia mendapatkan sosialisasi dari PT Cvgen dan PT SHB.

Kemudian para mahasiswa Indonesia yang mengikuti program job ferien tersebut diwajibkan membayar membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 150.000 ke rekening atas nama cv-gen. Kemudian para mahasiswa juga membayar 150 euro/orang untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.

“Pembayaran dilakukan karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman. Pembuatan LOA tersebut berlangsung sekitar dua minggu,”ujarnya.

Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, setelah LOA tersebut terbit, para mahasiswa atau korban harus membayar sebesar 200 euro kepada PT SHB. Biaya tersebut untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit). Penerbitan surat tersebut dilaksanakan selama satu sampai dua bulan. Surat tersebut menjadi menjadi persyaratan pembuatan visa.

Selanjutnya, tambah Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, para mahasiswa kembali diwajibkan menggunakan dana talangan sebesar Rp 30.000.000 sampai Rp 50.000.000/orang. Dana tersebut nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji mahasiswa setiap bulan.

Selain itu, para mahasiswa yang sudah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit berbahasa Jerman yang kurang dipahami para mahasiswa. Hal itu dilakukan untuk mendaftarkan para mahasiswa ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.

“Karena para mahasiswa sudah berada di Jerman, mau tidak mau mereka terpaksa menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut. Dalam kontrak kerja itu, tertuang biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman. Semua biaya dibebankan kepada para mahasiswa. Biaya itu nantinya dipotong dari gaji,”katanya.

Tiga Bulan

Menurut Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, para mahasiswa Indonesia melaksanakan ferien job tersebut selama tiga bulan, mulai Oktober – Desember 2023. Namun, setelah diusut polisi, ternyata program ferien job bukan merupakan bagian program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sedangkan berdasarkan ketentuan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), program ferien job tersebut tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.

“Program tersebut pernah diajukan ke Kemendikbudristek. Namun program tersebut ditolak karena kalender akademik perguruan tinggi di Indonesia tidak sama dengan kalender akademik di Jerman,”katanya.

Dijelaskan, mekanisme program pemagangan di luar negeri harus melalui melalui usulan dari KBRI atau Kedutaan Besar (Kedubes) negara terkait. Selanjutnya, jika program tersebut dinilai bermanfaat dan sesuai dengan kebijakan yang ada di lingkungan Kemendikbudristek, maka surat endorsement untuk program tersebut akan diterbitkan. (Matra/AdeSM/TNewsPolri).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *