Ephorus HKBP, Pdt Dr Victor Tinambunan, MST (dua dari kanan) memberikan “boras sipirni tondi” kepada para korban banjir di Parapat, Simalungun, Sumut, Senin (17/3/2025). (Foto : Matra/TIKHKBP).

(Matra, Simalungun) – Gereja-gereja dan organisasi pelestarian lingkungan hidup di Tanah Batak sangat prihatin atas terjadinya kembali banjir bandang di kota wisata Parapat, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Minggu (16/3/2025). Banjir bandang di kota wisata Danau Toba tersebut merupakan kedua kalinya terjadi di Parapat setelah banjir bandang sebelumnya atau empat tahun lalu, tepatnya Kamis (13/5/2021).

Keprihatinan terhadap banjir bandang yang menerjang ikon wisata Sumut, Parapat tersebut juga diungkapkan Ephorus (Pimpinan Tertinggi) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt Dr Victor Tinambunan, MST. Ketika meninjau dampak banjir bandang di Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun, Sumut, Senin (17/3/2025), Victor Tinambunan langsung menggelar konferensi pers di gereja HKBP Parapat.

Konferensi pers tersebut dihadiri unsur-unsur perwakilan gereja dan para pegiat lingkungan hidup seperti Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Sumut, Organisasi Misi Gereja (United Evangelical Mission/UEM), perwakilan gereja-gereja di Sumut, lembaga sawadaya masyarakat (LSM) peduli lingkungan, perwakilan perguruan tinggi dan pendamping masyarakat.

Victor Tinambunan yang memimpin HKBP sejak Desember 2024 menegaskan, musibah banjir bandang yang melanda Parapat bukan ujian dari Tuhan dan bukan pula suratan tangan (nasib). Banjir bandang yang melanda Parapat akibat ulah tangan manusia yang merusak lingkungan hidup. Karena itu gereja-gereja di Sumut, khususnya di Simalungun, bersama organisasi peduli lingkungan harus berjuang keras menyelamatkan hutan di Simalungun.

“Musibah banjir bandang di Parapat ini, bukan ujian dari Tuhan dan bukan pula suratan tangan tetapi buatan tangan manusia. Kita semua terpanggil merawat alam ciptaan Tuhan,”tegasnya.

Doa bersama rombongan Ephorus HKBP, Pdt Dr Victor Tinambunan, MST dengan para korban banjir bandang di Parapat, Simalungun, Sumut, Senin (17/3/2025). (Foto : Matra/TIKHKBP).

Penggundulan Hutan

Menurut Victor Tinambunan, berdasarkan hasil penelitian berbagai lembaga survei, hasil studi akademisi dan LSM peduli lingkungan, banjir bandang yag melanda Parapat akibat kerusakan lingkungan, yakni penggundulan hutan di kawasan perbukitan Parapat.

Dikatakan, kawasan hutan di perbukitan Parapat, khususnya di Kecamatan Girsang Sipanganbolon beakangan ini semakin kritis. Kerusakan hutan di kawasan Danau Toba drastis meningkat, sehingga risiko terjadinya bencana banjir dan tanah longsor semakin tinggi.

Menurut Victor Tinambunan, kondisi hutan kita di kawasan Danau Toba, termasuk di Parapat sudah sangat jauh berbeda. Perubahan sangat drastik. Perambahan hutan terjadi di mana-mana. Masalah ini harus disikapi bersama. Siapapun yang terlibat dalam perusakan hutan ini, baik individu maupun pengusaha, harus diberi peringatan dan sanksi.

“Kita memastikan bahwa banjir bandang di Parapat yang sudah dua kali terjadi disebabkan kerusakan lingkungan. Masalah ini harus jelas kita pahami. Bencana banjir bandang ini merupakan human error (kesalahan manusia). Soal siapa, pribadi, tokoh masyarakat, pengusaha dan data pelaku perusak hutan sudah ada dan mari kita pelajari,”ujarnya.

Viktor Tinambunan mengatakan, HKBP yang menjadi bagian dari PGI Wilayah Sumut bekerja sama dengan seluruh gereja-gereja di Indonesia turut serta, berkomitmen dan bersungguh-sungguh mengawal pelestarian lingkungan. Hal itu dilakukan guna menghindarkan warga masyarakat dari bencana alam.

Dikatakan, semua pihak, khususnya di kawasan Danau Toba harus bersatu mengumpulkan data dan melakukan riset (penelitian) mengenai kerusakan hutan. Hal itu penting sebagai dasar memperjuangkan keadilan ekologis (lingkungan) di kawasan Danau Toba.

“Mari kita bersama-sama berjuang melestarikan alam demi keselamatan manusia. Kita terpanggil mewariskan mata air kepada generasi penerus, bukan mewariskan air mata,”katanya.

Warga kota wisata Parapat, Simalungun, Sumut membersihkan material banjir bandang di permukiman mereka, Senin (17/3/2025). (Foto : Matra/TIKHKBP).

Dampak Psikologis

Terkait dampak korban banjir bandang di Parapat, Victor Tinambunan mengatakan, bencana banjir tersebut menyebabkan 140 unit rumah warga rusak ringan dan 12 unit rumah warga lainnya mengalami rusak berat. Selain itu, para korban banjir juga mengalami dampak psikologis pasca terjadinya banjir bandang di Parapat.

“Para korban banjir mengalami ketakutan dan kegelisahan. Mereka juga korban waktu dan tenaga untuk membersihkan material banjir seperti batu, lumpur dan kayu yang menimbun rumah, pekarangan hingga jalan raya. Korban juga banyak mengalami kerugian materi karena barang-barang bahkan rumah mereka rusak,”katanya.

Ketika meninjau banjir bandang di Parapat, Victor Tinambunan dan rombongan yang datang dari Kantor Pusat HKBP, Desa Pearaja, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumut juga menyempatkan diri mengadakan doa bersama dengan para korban banjir. Kemudian Victor Tinambunan memberikan bantuan dan menaruh boras sipirni tondi (beras penguatan batin) kepada para korban banjir bandang.

Seperti diberitakan sebelumnya, banjir bandang yang melanda Parapat terjadi Minggu (16/3/2025) sore sekitarpukul 16.00 WIB menyusul hujan lebat yang melanda Kecamatan Girsang Sipanganbolon dan sekitarnya hampir empat jam.

Hujan lebat menyebakan air Sungai Batugaga di kawasan perbukitan Parapat meluap. Luapan air sungai menyebabkan banjir bandang. Luapan air sungai bercampur batu, lumpur dan kayu dari Sungai Batugaga menerjang sebagian besar wilayah Parapat. (Matra/RS/PR).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *