Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata (dua dari kanan) meninjau kerusakan jalan di Padanglamo, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, Kamis (13/3/2025) malam. (Foto : Matra/Ist).
  • Kendaraan ODOL dan Truk Batu Bara Pemicu Kerusakan Jalan

(Matra, Jambi) – Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, H Ivan Wirata, ST, MM, MT cukup prihatin melihat masih banyaknya kerusakan jalan nasional dan provinsi di Jambi. Padahal musim arus mudik Lebaran (Idul Fitri) 1446 Hijriah (H) semakin dekat. Guna melihat langsung kondisi jalan nasional dan provinsi yang merupakan jalur mudik di Provinsi Jambi, Ivan Wirata pun meninjau ruas jalur mudik di Jalan Padanglamo, Kabupaten Tebo.

Ruas jalan tersebut merupakan salah satu jalur alterantif Jambi – Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), yakni jalan Padanglamo, Tebo. Jalan provinsi tersebut merupakan salah satu jalur alternatif Kota Jambi – Padang ketika ruas Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum), Km 58, Desa Sirih Sekapur, Jujuhan, Bungo, ambles, Minggu (2 /3/2025).

Ketika terjun langsung meninjau kondisi Jalan Padanglamo, Tebo, Kamis (13/3/2025), Ivan Wirata menegaskan, dirinya turun dan meninjau langsung kerusakan jalan di Padanglamo berdasarkan fakta. Dia tidak hanya menerima laporan, tetapi selalu melihat langsung kondisi kerusakan jalan di lapangan serta mendengar keluhan warga.

Dalam peninjauan ke Padanglamo tersebut, Ivan Wirata yang juga mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) Provinsi Jambi menemukan banyak kerusakan jalan. Kemudian beberapa jembatan juga rusak dan kurang layak dilalui kendaraan, khususnya kendaraan berat. Kerusakan dan jembatan tersebut mulai dari Simpang Logpon menuju Desa Teluk Kayuputih hingga Desa Tanjung, yakni perbatasan Kabupaten Tebo – Kabupaten Dharmasraya, Sumbar.

Kerusakan jalan dan jembatan Padanglamo, Tebo, Jambi yang hanya ditimbun dengan tanah masih rawan dilalui kendaraan. Gambar diambil, Kamis (13/3/2025). (Foto : Matra/Ist).

Perhatian Serius

Menurut Ivan Wirata, kerusakan jalan Padanglamo harus mendapat perhatian serius pemerintah daerah dan pusat, khususnya menjelang puncak arus mudik Lebaran 1446 H akhir Maret ini. Kemudian jalan Padanglamo juga menjadi jalan alternatif Kota Jambi – Padang akibat amblesnya badan jalan di Jalinsum Km 58, Desa Sirih Sekapur, Jujuhan, Bungo.

Kendati pemerintah sudah membangun jembatan bailey (darurat) di ruas Jalinsum Desa Sirih Sekapur tersebut, namun jalur transportasi Jambi – Padang melalui Jalinsum Desa Sirih Sekapur tersebut tidak bisa normal seperti semula. Masalahnya kapasitas jembatan tersebut terbatas.

Jembatan bailay tersebut hanya bisa dilalui kendaraan berbobot (bertonase) maksimal 20 ton. Kemudian jembatan tersbeut hanya bisa dilalui satu kendaraan. Karena itu lalu lintas di jembatan itu harus dilakukan secara buka tutup (bergantian) dari kedua arah.

”Arus mudik Lebaran Kota Jambi – Padang nanti pasti meningkat. Warga masyarakat tentuya butuh kelancaran arus mudik. Sementara jalur transportasi melalui Jalinsum Jujuhan tidak bisa dimaksimalkan seperti sedia kala. Karena itu, perbaikan jalur alternatif Kota Jambi – Padang perlu segera dilakukan, khususnya melalui melaluijalan Padanglamo, Tebo,”tegasnya.

Ivan Wirata mengatakan, perbaikan kerusakan di ruas jalan Padanglamo, Tebo harus dilakukan secara bertapap, yakni jangka pendek, jengka menengah dan jangka panjang. Perbaikan jalan Padanglamo secara jangka pendek, yakni perbaikan kerusakan jalan saat ini sekitar 20 kilometer (km). Kerusakan jalan tersebut mulai dari Simpang Jembatan Tebo – Simpang Logpon – Desa Tanjung di perbatasan dengan Sumbar.

Dana yang dibutuhkan memperbaiki kerusakan jalan tersebut diperkirakan antara Rp 30 miliar (minimal) – Rp 60 miliar ( maksimal). Dana tersebut bisa bersumber dari bantuan pusat untuk perbaikan jalan. Dana pusat untuk perbaikan jalan bisa bersumber dari dana Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah (Inpres Jalan Daerah).

“Sedangkan perbaikan jalan di Desa Teluk Kayuputih akan dianggarkan Rp 600 juta. Saya sudah menelpon Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi mengenai perbaikan jembatan ini. Sedangkan untuk jangka panjang, saya akan mengawal program peningkatan status jalan Padanglamo menjadi jalan nasional,”ujarnya.

Kendaraan truk bermuatan berat yang melintas di Jalan Lingkar Barat atau ruas Jalan Lintas Timur  Sumatera wilayah Kota Jambi, Provinsi Jambi. Gambar diambil baru-baru ini. (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Melebihi Tonase

Ivan Wirata mengatakan, selain memperbaiki kerusakan jalan, pemerintah daerah dan pusat juga perlu mengawasi kegiatan kendaraan berat (truk dan tangki) bermuatan melebihi kapasitas yang selama ini banyak melalui jalan nasional dan nalan provinsi di Jambi. Kegiatan kendaraan berat tersebut menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan dan jembatan, termasuk jalan dan jembatan di Padanglamo, Tebo.

“Selama ini truk-truk berat bebas beroperasi karena pengawasan kurang. Truk-truk dan tangki bermuatan melebihi kapasitas (Over Dimension Over Loading/ODOL) masih bebas beroperasi di jalan-jalan nasional dan provinsi di Jambi. Warga masyarakat sudah sering mengeluhkan masalah tersebut, namun belum ada penanganan yang dilakukan pemerintah,”katanya.

Menurut Ivan Wirata, dirinya sudah pernah membicarakan kerusakan jalan dan banyaknya kendaraan ODOL yang beroperasi di Jambi dengan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah Jambi dan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah Jambi.

Berdasarkan hasil pembicaraan tersebut diperoleh satu kesimpulan, untuk mengatasi bebasnya kendaraan ODOL beroperasi di Jambi diperlukan sistem penanganan yang terintegrasi. Penanganan masalah kendaraan ODOL tidak bisa hanya dilakukan sati dinas atau instansi terkait. Semua stakeholders (pemangku kepentingan) harus bekerja sama dan membuat program yang terintergrasi (menyatu).

”Penanganan kendaraan ODOL harus memiliki sistem yang terintegrasi. Dinas tertentu tidak bisa bekerja sendirian mengatasi kendaraan ODOL. Pemerintah harus menangani masalah kendaraan ODOL tersebut melalui kerja sama dinas perhubungan, kepolisian dan pengusaha. Pengusaha juga harus memiliki kesadaran agar jangan memaksakan kendaraan mereka melebihi kapasitas muatan,”katanya.

Dikatakan, pengusaha perlu memperhatikan kelebihan muatan kendaraan mereka karena dampaknya cukup luas terhadap ketahanan jalan dan kepentingan amsyarakat, Jika kalau jalan amblas dan putus akibat kelebihan tekanan dari kendaraan ODOL, tentu masyarakat luas juga rugi.

“Terlalu banyak kerugian yang akan dialami, baik itu dari waktu yang terbuang, kendaraan rusak dan ekonomi terganggu jika jalan rusak dan ambles eperti terjadi di Jalinsum Km 58 Desa Sirih Sekapur, Jujuhan pekan lalu. Jadi semua pihak harus bekerja sama menjamin ketahanan jalan dengan cara menghentikan kendaraan ODOL,”tegasnya.

Jembatan bailay di Jalinsum Km 58, Desa Sirih Sekapur, Jujuhan, Bungo, Jambi hanya bisa dilalui kendaraan bertonase di bawah 20 ton. Arus lalu lintas melalui jembatan darurat tersebut dilakukan secara buka tutup. Gambar diambil, Rabu (12/3/2025). (Foto : Matra/Ist).

Tanggung Jawab Kementerian

Ivan Wirata mengatakan, pemerintah pusat dan daerah bisa mengalami kerugian ratusan miliar akibat bebasnya kendaraan ODOL beroperasi di Jambi. Kerugian tersebut akibat kerusakan jalan nasional dan jembatan. Karena itu, penanganan kendaraan ODOL harus melibatkan semua kementerian terkait.

Dijelaskan, penanganan kendaraan ODOL tidak cukup hanya mengandalkan kebijakan Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Kementerian Pedagangan, Kementerian Peridnustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga perlu turut bertanggung jawab menangani masalah kendaraan ODOL.

Tanggung jawab tersebut antara lain mengeluarkan kebijakan pe,mbatasan muatan truk-truk pengangkut batu bara, bahan bangunan, kebutuhan pokok dan produk industri maupun perdagangan lainnya.

“Penyelsaian masalah kendaraan ODOL di Jambi harus dilakukan komperhensif (menyeluruh). Artinya harus surat keputusan bersama (SKB) antarkementerian. Kalau hanya mengandalkan Kementerian Perhubungan, Kementerian PU dan Korlantas Polri, masalah kendaraan ODOL sulit dilakukan. Karena masalah sebenarnya nanti terkait juga dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian juga,”katanya.

Menurut Ivan Wirata, berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Provinsi Jambi, pelanggaran kendaraan ODOL yang melintas di jalan nasional di Provinsi Jambi mencapai 30 % daro total pelanggaran lalu lintas. Dampak pelanggaran kendaraan ODOL tersebut, yakni kecelakaan lalu lintas, jalan rusak dan terancamnya keselamatan pengguna jalan.

“Kecelakaan dan kerusakan jalan sering terjadi akibat banyaknya kendaraan ODOL melintas di jalan raya. Kemudian kendaraan bermuatan berlebih juga mempercepat kerusakan jalan. Pemerintah memang sudah mengeluarkan kebijakan zero (nihil) kendaraan ODOL sejak 2023. Namun kebijakan itu terkendala revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,”katanya.

Kerusakan ruas Jalintim Sumatera di Kecematan Sekernan, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi. Gambar diambil baru-baru ini. (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Deteksi Ciri Odol

Di tengah lemahnya pengawasan pemerintah terhadap bebasnya kendaraan ODOL beroperasi di Jambi, warga masyakarat diharapkan bisa turut melakukan pengawasan. Pengawasan masyarakat tersbeut antara lain bisa dilakukan dengan melaporkan kendaraan ODOL yang beroperasi di jalan nasional dan provinsi. Pelaporan bisa disampaikan kepada pihak terkait seperti kepolisian, dinas perhubungan, DPRD dan pihak berwenang lainnya.

Ivan Wirata mengatakan, warga masyarakat dapat dengan mudah mengenali atau mendeteksi ciri-ciri yang masuk kategori kendaraan ODOL. Kendaraan atau truk (tronton) ODOL biasanya berupa truk barang bak terbuka dam tertutup yang mengangkut berbagai jenis barang umum dengan muatan berlebih. Kemudian truk angkutan tambang batu bara dengan muatan berlebih.

Secara uumum atau standar jalan nasional, truk enam roda hanya bisa mengangkut muatan dengan berat delapan ton ke bawah. Sedangkan jika truk sudah mengangkut muatan hingga 15 – 20 ton, hal itu sudah masuk kendaraan ODOL dan itu melanggar aturan. Selama ini banyak kendaraan ODOL bermuatan hingga 20 ton melintas di jalan nasional di Jambi. Akibatnya kerusakan jalan nasional dan provinsi di Jambi banyak yang rusak.

Ivan Wirata mengakui, berbagai upaya sudah dilakukan mengatasi kendaraan ODOL di Jambi. Upaya itu dilakukan BPTD Provinsi Jambi dengan mengawasi kinerja Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) di Jambi. Kemudian ada juga pembinaan perusahaan, penindakan hukum angkutan barang seperti tilang, normalisasi dan P21.

Provinsi Jambi kini memiliki empat jembatan timbang (UPPKB). Jembatan timbang yang bisa menghentikan kegiatan ODOL tersebut terdapat di ruas Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatera Kabupaten Muarojambi, jalan nasional Muaratembesi, Kabupaten Batanghari, ruas Jalan Lintas Tengah (Jalinteng) Sumatera, Kabupaten Sarolangun dan di ruas jalan Kota Sungaipenuh – Tapan, Kerinci. Keberadaan empat jembatan timbang (weighbridge) belum maksimal dibandingkan kepadatan lalu lintas transportasi berat di Jambi.

”Memang Jambi sudah memiliki empat jembatan timbang di ruas – ruas jalan nasional. Tapi empat jembatan timbang tersebut masih kurang dibandingkan kepadatan truk bermuatan berat yang setiap hari melitas di jalan nasional. Namun jika jembatan timbang difungsikan secara maksimal, kegiatan kendaraan ODOL bisa dikurangi,”katanya.

Dikatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan angkutan barang yang dilakukan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Jambi, sekitar 81 % kendaraan yang melintas di jalan nasional dan provinsi di Jambi melanggar ketentuan daya angkut. Kelebihan daya angkut atau muatan antara 5 – 20 %.

Jika mengacu pada dasar hukum yang ada saat ini, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2015, kendaraan yang kelebihan muatan 5 – 20 % wajib ditilang (dihentikan). Kelebihan muatan di atas 20 % wajub tilang dan dilarang melanjutkan perjalanan.

Ivan Wirata mengakui, pengawasan kegiatan kendaraan bermuatan berat yang cukup padat di Jambi cukup sulit. Selain jembatan timbangnya hanya empat dan jumlah petugas terbatas, jalan nasional dan provinsi di Jambi yang harus dipantau juga panjang. Panjang jalan nasional di Jambi saat ini mencapai 1.315 km. Fasilitas perlengkapan jalan raya yang telah dipasang baru 51 %.

“Berarti kebutuhan Jambi terhadap fasilitas pengawasan kendaraan ODOL di Jambi masih banyak. Karena itu, fasilitas yang ada sekarang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin,”katanya.

Pemotongan Sasis Truk

Dikatakan, saat ini juga Pemerintah provinsi (Pemprov) Jambi berupaya membangun jalan khusus batu bara guna mengurangi kegiatan angkutan batu bara di jalan raya. Namun pembangunan jalan khusus batu bara tersbeut hingga kini belum selesai. Karena itu truk batu bara masih banyak melalui jalan raya.

Kemudian sudah pernah ada program pemotongan sasis (rangka) truk yang masuk kategori ODOL. Namun kendalanya tidak cukup alat dan waktu pemotongan sasis kendaraan lama. Terkadang bengkel alat pemotongan sasis jauh dari lokasi penghentian kendaraan ODOL. Selain itu, pemotongan sasis kendaraan ODOL di jalan menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Guna menghentikan kendaraan ODOL di Jambi, kata Ivan Wirata, pemerintah perlu merevisi aturan terkait kendaraan ODOL. Penghentian kendaraan ODOL akan memebrikan banyak manfaat bagi amsyarakat dan meperintah. Di antaranya, terjaminnya kualitas jalan, kelancaran arus trasportasi, menurunnya kecelakaan lalu lintas dan kemacetan serta berkurangnya biaya pemeliharaan dan perbaikan jalan.

”Jika kendaraan ODOL benar-benar bisa dihentikan di Jambi, kualitas jalan akan terjaga, warga tidak dirugikan karena macet yang berkepanjangan. Kemudian jalan yang bagus juga akan mempercepat waktu tempuh di jalan nasional dan jalan provinsi. Dengan demikian kegiatan ekonomi juga akan meningkat, keselamatan pengguna jalan semakin terjaga,”katanya.

Anggaran Terbatas

Sementara itu, Kepala BPJN Provisi Jambi, Ibnu Kurniawan di Jambi baru-baru ini mengatakan, anggaran perbaikan dan peningkatan kualitas jalan di Provinsi Jambi tahun ini sangat terbatas. Karena itu perbaikan kerusakan jalan nasional tidak bisa dilakukan secara maksimal dan menyeluruh.

Disebutkan, anggaran pembangunan jalan nasional yang disalurkan Pemerintah Pusat kepada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IV Provinsi Jambi tahun 2025 hanya sekitar Rp 500 miliar. Anggaran tersebut turun sekitar Rp 1,4 triliun atau 73,68 % dibandingkan anggaran pembangunan jalan nasional di Jambi tahun 2024 sekitar Rp 1,9 triliun.

“Pagu anggaran yang kami terima tahun 2025 hanya hanya Rp 500 miliar. Sekitar Rp 300 miliar digunakan untuk biaya observasi dan Rp 200 miliar biaya gaji pegawai dan rehabilitasi jalan. Pengurangan pagu anggaran BPJN ini juga terjadi secara nasional. Pagu anggaran BPJN secara nasional tahun 2025 hanya sekitar Rp 37 triliun,”katanya. (Matra/Radesman Saragih/BerbagaiSumber).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *