
(Matra, Jakarta) – Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus yang terlibat kasus korupsi impor gula senilai Rp 565,34 miliar segera diadili. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat sudah melimpahkan berita acara pemeriksaan (BAP), bukti – bukti dan kedua terdakwa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tikipor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Puspenkum) Kejagung, Dr Harli Siregar, Sh, MH di kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (26/2/2025) menjelaskan, pelimpahan BAP dan bukti-bukti (tahap II) terdakwa Thomas Trikasih Lembong ke Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat didasarkan pada Pelimpahan Nomor: B- 1114 /M.1.10/Ft.1/02/2025 tanggal 25 Februari 2025. Sedangkan pelimpahan BAP dan bukti-bukti terdakwa dilakukan berdasarkan Pelimpahan B- 1117 /M.1.10/Ft.1/02/2025 tanggal 25 Februari 2025.
Dijelaskan, berdasarkan hasil penyidikan Tim Jampidsus Kejagung dan Kejari Jakarta Pusat, kedua terdakwa terbukti terlibat perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2016.
Menurut Harli Siregar, terdakwa Charles Sitorus yang menjabat Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI terlibat kasus korupsi tersebut medio November-Desember 2015. Kala itu terdakwa memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta.
Masing-masing PT PDSU, PT AF, PT AP, PT Makassar Tene, PT BMM, PT SUJ, PT DSI dan PT MSI. Pertemuan yang berlangsung di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali. Pertemuan tersebut membahas rencana kerja sama impor Gula Kristal mentah (GKM) menjadi Gula Krsital Putih (GKP). Pembahasan dilakukan PT PPI dengan delapan perusahaan gula swasta. Pertemuan tersebut juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI.
Sedangkan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong terlibat kasus korupsi impor gula tersebut karena menerbitkan Persetujuan Impor GKM kepada sembilan perusahaan swasta. Masing-masing kepada tersangka TWN (Direktur Utama PT Angels Product (AP)), tersangka WN (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF) dan tersangka HS (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ).
Kemudian perstujuan impor tersebut juga diberikan kepada tersangka IS (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry (MSI), tersangka ES (Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU), tersangka TSEP (Direktur PT Makassar Tene), tersangka HAT (Direktur PT Duta Sugar Internasional (DSI), tersangka HFH (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM) dan tersangka ASB (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM).
Dikatakan, dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga gula seharusnya yang diimpor adalah GKP secara langsung, bukan GKM. Kemduaian perusahaan yang dapat melakukan impor tersebut hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk pemerintah. Sedangkan penjualan gula kristal putih tersebut dilakukan dengan operasi pasar.
Meurut Harli Siregar, pemberian Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan yang ditandatangani terdakwa Thomas Trikasih Lembong selaku Menteri Perdagangan dan Karyanto Suprih selaku Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri tersebut diterbitkan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Impor gula tersebut dilakukan tanpa adanya rapat koordinasi dengan instansi terkait.
“Impor gula yang tidak sesuai aturan tersbeut mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 578,11 miliar. Kerugian itu didasarkan pada audit impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 -2016 yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 20 Januari 2025,”katanya.
Disebutkan, untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka, kedua terdakwa dijerat dengan pasal berlapis, yakni pasal primair (pokok) dan subsidair (tambahan). Secara primair, kedua terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan secara subsidair, kedua terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jakarta Pusat selanjutnya menunggu jadwal pelaksanaan sidang kedua terdakwa yang akan ditetapkan Pengadilan Tipikor PN Jakarta PusatK,”katanya. (Matra/RS/PKA).