
(Matra, Palembang) – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejasaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi senilai Rp 826, 1 juta di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabuaten Banyuasin, Provinsi Sumsel, Senin (17/2/2025).
Ketiga tersangka, masing-masing Kepala Dinas PUPR Kabupaten Banyuasin, APR, Kepala Bagian (Kabag) Hubungan Masyarakat (Humas dan Protokol Sekretariat DPRD Provinsi Sumsel, AMR serta Wakil Direktur CV HK, WAF.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kajati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, SH, MH di kantor Kejati Sumsel, Kota Palembang, Sumsel, Senin, (17/2/2025) menjelaskan, APR dan AMR ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-06/L.6/Fd.1/02/2025 tanggal 17 Februari 2025. Sedangkan WAF ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-05/L.6/Fd.1/02/2025 tanggal 17 Februari 2025;
“Tersangka WAF dan APR langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 1 Palembang selama 20 hari mulai 17 Februari 2025 hingga 8 Maret 2025. Sedangkan tersangka AMR yang diamankan Tim Kejati Sumsel di Jakarta, Senin (17/2/2025) akan dibawa ke Palembang, Selasa (18/2/2025). Tersangka AMR juga akan ditahan 20 hari di Rutan Kelas 1 Palembang mulai 18 Februari 2025 hingga 9 Maret 2025,”katanya.
Menurut Vanny Yulia Eka Sari, Tipidsus Kejati Sumsel menetapkan ketiga tersangka dan melakukan penahanan karena berdasarkan sudah cukupnya alat dan barang bukti permulaan penyidikan kasus tersebut. Ketiga tersangka dinyatakan terbukti terlibat kasus atau perkara gratifikasi (penyuapan) pada pelaksanaan proyek Pembangunan Kantor Lurah, Pengecoran Jalan RT dan Pembuatan Saluran Drainase di Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa di PUPR Kabupaten Banyuasin. Sumber dana proyek tersebut berasifat khusus di pada APBD Provinsi Sumsel 2023.

Diawali OTT
Vanny Yulia Eka Sari menjelaskan, terungkapnya kasus gratifikasi di Dinas PUPR Kabupaten Banyuasin tersebut berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumsel, 10 Januari 2025. Jumlah saksi yang sudah diperiksa terkait kasus gratifikasi tersebut hingga kini sebanyak 28 orang. Potensi kerugian keuangan negara yang ditimbulkan kasus gratifikasi tersebut mencapai Rp 826,1 juta.
Dijelaskan, modus operandi kasus gratifikasi di Dinas PUPR Banyuasin tersebut berawal dari adanya alokasi belanja bantuan keuangan bersifat khusus kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuasin pada APBD Provinsi Sumsel tahun anggaran 2023. Bantuan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumatera Selatan Nomor : 388/KPTS/BPKAD/2023 tanggal 11 Mei 2023.
Pagu atau alokasi anggaran khusus tersebut mencapai Rp 3 miliar dengan empat kegiatan atau pekerjaan. Pekerjaan tersebut terdiri dari ppembangunan Kantor Lurah RT 01, RW 01 Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, Banyuasin.
Kemudian pengecoran Jalan RT 01, RW 01 Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, Banyuasin, pengecoran Jalan RT 09, RT 11 dan RW 03 Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa dan Pembuatan Saluran Drainase di RT 09, RT 11, RW 03 Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa.
Vanny Yulia Eka Sari, pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak selesai dan tidak sesuai dengan Surat Perjanjian Kontrak. Hal tersebut disebabkan adanya perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) berupa suap (comitmen fee) atau gratifikasi. Selain itu ada juga pengkondisian (pengaturan) pemenang lelang oleh Kabag Humas dan Protokol Setwan DPRD Prov Sumsel AMR bersama-sama dengan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Banyuasin APR dan Pihak Pemenang lelang WAF. Perbuatan para tersangka menyebabkan adanya dugaan kerugian keuangan negara.
“Tipidsus Kejati Sumsel akan terus mengembangkan dan mendalami alat bukti kasus gratifikasi tersebut gua mengetahui adanya keterlibatan pihak lain,”katanya.
Pasal Berlapis
Guna mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka, para dijerat dengan pasal berlapis, yakni secara primar (pokok) dan subsidair (tambahan). Secara primair, tersangka AMR dan APR dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Sedangkan secara subsidair, tersangka AMR dan APR dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Kedua, tersangka AMR dan APR juga dijerat dengan Pasal 11 UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, tersangka WAF, secara primair dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Sedangkan secara subsidair, WAF dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Kedua, tersangka WAF juga dijerat dengan Pasal 13 UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vanny Yulia Eka Sari mengatakan, Kejati Sumsel selama tahun 2024 menangani tindak pidana korupsi di bidang pertambangan, perkebunan, mafia tanah dan sektor pendapatan negara. Penanganan kasus korupsi tersebut berorientasi pada pemulihan keuangan negara.
“Untuk tahun 2025, Kejati Sumsel tetap fokus pada kasus-kasus korupsi seperti tahun 2024. Namun untuk tahun ini ada penambahan kasus gratifikasi Dinas PUPR Banyuasin yang diawali dengan OTT Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumsel,”katanya. (Matra/RS/PKS).