Petugas keamanan menutup lokasi “illegal drilling” di kawasan Tahura Senami, Desa Jebak, Kecamatan Muaratembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, baru-baru ini. (Foto : Matra/Ist).

(Matra, Jambi) – “Patah tumbuh hilang berganti.” “Mati satu tumbuh seribu.” Pepatah ini tampaknya cukup tepat dialamatkan terhadap kasus-kasus illegal drilling (pengeboran minyak ilegal) di Provinsi Jambi. Disebutan demikian karena sudah sering terjadi kebakaran atau ledakan yang menelan korban jiwa di lokasi-lokasi illegal drilling di Jambi.

Kasus terbaru, dua orang pekerja illegal drilling meninggal dunia dan satu orang luka parah akibat ledakan sumur illegal drilling di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Senami, Desa Jebak, Kecamatan Muaratembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Jumat (10/1/2025). Ledakan dan kebakaran sumur minyak illegal tersebut juga merusak lingkungan sekitar, yakni lahan produktif kawasan pertanian dan perkebunan kelapa sawit.

Kemudian penertiban illegal drilling di Jambi juga sudah sering dilakukan selama puluhan tahun terakhir. Sudah banyak juga pelaku illegal drilling ditangkap dan diproses secara hukum. Kemudian unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Jambi juga sudah beberpa kali meninjau lokasi kebakaran sumur minyak illegal. Namun sampai sekarang, praktik -praktik illegal drilling di daerah tersebut masih terjadi.

Masih terus maraknya illegal drilling di Jambi membuat berbagai kalangan masyarakat pun semakin menaruh curiga bahwa praktik illegal drilling yang dinilai banyak merugikan daerah, negara dan masyarakat tersebut ada yang membekingi (melindungi). Namun sampai sekarang belum ada beking (pelindung/dalang) illegal drilling yang ditangkap. Kebanyak yang ditangkap hanya pelaku illegal drilling yang sebenarnya menyambung nyawa melakukan kegiatan berbahaya itu untuk sesuap nasi.

Aktivis LCKI dan LSM Jambi ketika melakukan unjuk rasa penutupan illegal drilling di kawasan Tahura Senami, Kecamatan Muaratembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Senin (20/1/2025). (Foto : Matra/LCKI).

Unjuk Rasa

Menyikapi praktik illegal drilling yang kian meresahkan masyarakat dan masih terus menelan korban jiwa, puluhan aktivis masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Cegah Kejahatan Indonesi (LCKI) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Jambi Kabupaten Batanghari menggelar aksi rasa di Taman Hutan Raya (Tahura) Senami, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Senin 20/01/2025.

Koordinator Lapangan (Korlap) LCKI dan Peduli Jambi, Solihin pada kesempatan tersebut menyampaikan beberapa tuntutan dan seruan. Di antaranya tuntutan agar aparat penegak hukum segera menangkap para backing atau pemodal illegal drilling. Kemudian mereka juga menuntut penghentian usaha hulu dan hilir minyak dan gas (migas) migas secara illegal, terutama kegiatan ekploitasi, ekplorasi, pengangkutan, penyimpanan, pengelolaan dan niaga (perdagangan) usaha hilir migas.

Kemudian para aktivis masyarakat tersebut juga menyerupkan penerapan secara konsisten dan tegas peraturan perundang-undangan tentang usaha migas dan pelanggaran kegiatan usaha migas. Di antaranya penegakan hukum mengenai Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal 52 dan 53 UU Migas yang mengatur mengenai sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran usaha migas, khususnya illegal drilling harus dijalankan secara tegas.

Dikatakan, Pasal 52 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas sudah jelas menyebutkan, setiap orang yang melakukan eksplorasi/eksploitasi tanpa mempunyai kontrak kerja sama sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 11 Ayat (1) harus dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.

Solihin lebih lanjut menyebutkan, pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan usaha niaga tanpa badan usaha jelas sekali melanggar Pasal 53 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas juga harus mendapatkan sanksi tegas. Aturannya sudah jelas.

Setiap orang yang melakukan pengelolaan usaha migas tanpa izin usaha harus dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling tinggi Rp 50 miliar. Kemudian setiap orang yang melakukan pengangkutan hasil usaha migas ilegal harus pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling tinggi Rp 40 miliar.

Selanjutnya, penyimpanan hasil usaha migas tanpa izin juga harus dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi Rp 30 miliar. Sementara pelaku usaha migas tanpa izin harus dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi Rp 30 miliar.

Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk bertuliskan tentang UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas di gapura Tahura Senami. Kemudian mereka juga menyebarkan brosur mengenai UU tersebut kepada warga masyarakat agar warga mengetahui sanksi usaha illegal drilling maupun perdagangan minyak hasil usaha illegal drilling.

”Kami mengharapkan aksi unjuk rasa ke kawasan yang banyak ditemukan lokasi illegal drilling ini bisa menghentikan praktik-praktik illegal drilling dan perdagangan illegal minyak hasil usaha illegal tersebut. Kami juga mangharapkan warga masyarakat yang sudah membaca brosur dan spanduk mengenai UU Nomor 22 Tahun 2021 tentag Migas tidak ada lagi yang mau terlibat usaha ini,”ujarnya.

Wakapolres Batanghari, Kompol M Ridha (dua dari kanan) memberikan keterangan mengenai penanganan illegal drilling di Polres Batanghari, Muarabulian, Batanghari, Jambi, Senin (20/1/2025). Matra/HumasPolresBatanghari).

Dua DPO

Sementara itu, Wakil Kepala (Waka) Polres Batanghari, Komisaris Polisi (Kompol) M Ridha didampingi Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Batanghari, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Husni Abda, Kepala Unit (Kanit) Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Inspektur Polisi Dua (Ipda) Ferdinan Ginting dan Kepala Seksi (Kasi) Humas Polres Batanghari, Inspektur Polisi Satu (Iptu) Simbang pada konferensi pers mengenai illegal drilling di gedung Balai Laluan Bhayangkara, Polres Batanghari,Senin (20/1/2025) menjelaskan, pihaknya masih terus mengintensifkan penanganan kasus kebakaranillegal drilling di Tahura Senami, baru-baru ini.

Dikatakan, dua pelaku utama illegal drilling yang terbakar di Tahura Senami Batanghari, yakni UPL dan Di yang kabur setelah peristiwa tersebut kini sudah ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Tim Reskrim Polres Batanghari masih memburu kedua pelaku. Sedangkan kasus tewasnya dua orang akibat kebakaran illegal drilling tersebut hingga kini masih dalam penanganan petugas.

Dijelaskan, pihaknya juga kini menangani penemuan kegiatan di bekas lokasi sumur minyak yang meledak dan terbakar di kawasan Tahura Senami, Desa Jebak, Kabupaten Batanghari. Kegiatan tersebut diketahui dari laporan masyarakat Jumat (17/1/2025). Laporan tersebut menyebutkan, sumur minyak illegal dan bak seller (penyalur) minyak illegal yang diduga milik UPL dan Di mulai dikerjakan kembali.

Mendapat informasi tersebut, Satuan Reskrim Polres Batanghari dan Unit Tipiter Polres Batanghari melakukan pengintaian ke lokasi Sabtu (18/1/2025) sekitar pukul 17.00 WIB. Petugas berhsail mengamankan seorang tersangka di lokasi kejadian.

“Namun petugas menemukan sejumlah barang bukti kegiatan illegal drilling di lokasi. Di antaranya lima jerigan berisi 35 liter minyak mentah, satu buah corong berwarna merah dan satu buah ember berwarna hitam. Kemudian ditemukan juga satu unit sepeda motor jenis Honda Revo tanpa pelat polisi. Sepeda motor tersebut dilengkapi raka (tempat) galon untuk mengangkut minyak,”katanya.

Menurut Kompol M Ridha, pihaknya juga sudah menutup sebanyak 53 sumur minyak illegal di Kabupaten Batanghari, pasca peristiwa meledak dan terbakarnya sumur minyak di kawasan Tahura Senami, Desa Jebak, Muaratembesei, Batanghari baru-baru ini. Seluruh sumur minyak tersebut sudah disegel dengan memasang garis (pita) polisi.

Penertiban usaha “illegal drilling” di kawasan perkebunan Kabupaten Batanghari, Jambi, baru-baru ini. (Foto : MatraHumasPolresBatanghari).

Harus Tuntas

Sementara itu, warga masyarakat Kabupaten Bantanghari mengapresiasi upaya yang dilakukan berbagai pihak, termasuk aktivias masyarkat dan aparat penegak hukum memberantas kegiatan illegal drilling di Batanghari. Namun pemberantasan illegal drilling itu diharapkan bisa dilakukan dengan tuntas dengan menangkap para beking illegal drilling. Kalau hanya pelaku illegal drilling yang ditangkap, sementara para beking atau pemodalnya tidak disikat, kasus illegal drilling diperkirakan akan terus terjadi di daerah tersebut.

Ramlan (45), warga sekitar Tahura Senami mengatakan, berbagai upaya yang dilakukan aparat keamanan dan warga masyarakat memberantas illegal drilling perlu didukung. Hal itu penting agar ruang gerak para pelaku illegal drilling semakin terbatas. Namun pemberantasan illegal drilling tersebut jangan sekadar menangkap para pekerjanya. Para beking atau aktyor intelektual illegal drilling di Jambi juga perlu segera ditangkap tanpa pandang bulu atau tebang pilih.

“Kami menghargai dan mendukung segala upaya aparat keamanan mencegah dan memberantas illegal drilling ini. Hal itu penting karena illegal drilling ini tidak saja sering menelan korban, tetapi juga merusak ligkungan. Karena itu otak atau aktor illegal drilling di Jambi harus bisa ditangkap,”katanya.

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian Ekosistem dan Hutan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari, Sahlan mengatakan, ledakan yang menimbulkan kebakaran di kawasan Tahura Senami belum bisa dipadamkan secara tuntas. Kemudian kebakaran tersebut juga sudah merusak kawasan Tahura Senami.

“Belum ada cara yang bisa dilakukan memadamkan kebakaran sumur minyak tersebut secara tuntas. Berbagai pihak, baik Dinas Kehutanan Batanghari, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Batanghari, aparat keamanan dan pihak terkait belum melakukan pertemuan khusus untuk memadamkan kebakaran sumur minyak illegal tersebut secara tuntas,”ujarnya.

Dijelaskan, pemadaman kebakaran sumur minyak tersebut juga cukup sulit karena lokasinya berada jauh di tengah hutan. Medan atau akses ke lokasi juga sulit. Namun pemadaman kebakaran sumur minyak illegal tersebut harus segera dituntaskan agar api jangan menyebar kek kawasan hutan yang lebih luas dan sisa semburan minyak tidak mencemari sungai di sekitar lokasi sumur minyak tersebut.

Penanganan secara tuntas kasus-kasus illegal drilling di Kabupaten Batanghari tersebut sangat penting karena usaha illegal drilling tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga merugikan keuangan negara, meresahkan masyarakat hingga merenggut nyawa.

Untuk memberantas tuntas illegal drilling tersebut tentunya membutuhkan ketegasan aparat penegak hukum dan pihak terkait, termasuk para kepala desa di sekitar lokasi. Para dalang atau beking illegaldrilling tersebut harus digulung agar illegal drilling tidak lagi menimbulkan masalah dan terus memakan korban jiwa. Berangus para beking untuk memberantas illegal drilling. (Matra/RS/BerbagaiSumber).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *