
(Matra, Jakarta) – Jajaran Kejaksaan di seluruh daerah di Indonesia akan memperketat pengawasan pengelolaan kawasan hutan. Kemudian jajaran Kejaksaan juga akan bersikap tegas menindak para pelaku perusakan hutan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang baru. Karena itu, para pengusaha perkebunan, pertambangan dan kehutanan tidak bisa lagi semena-mena menggarap kawasan hutan untuk usaha mereka.
Peningkatan pengawasan pengelolaan kawasan hutan dan sikap tegas terhadappelaku perusakan hutan yang dilakukan jajaran Kejaksaan tersebut merupakan respon terhadap kehadiran Rancangan Peraturan Presiden tentang Penertiban Kawasan Hutan (Ranperpres PKH).
Untuk mempercepat penerapan Ranperpres PKH tersebut, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung (Kejagung) Prof Reda Manthovani melakukan Sosialisasi Ranperpres PKH secara virtual (komunikasi video jarak jauh) dengan jajaran Kejaksaan se-Indonesia di Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Reda Manthovani mengatakan, Sosialisasi Ranperpres PKH tersebut dimaksudkan untuk memaksimalkan pengenaan sanksi administratif dan percepatan penyelesaian permasalahan tata kelola lahan. Baik tata kelola lahan pada kegiatan pertambangan, perkebunan dan kegiatan lain di dalam kawasan hutan yang berpotensi menyebabkan hilangnya penguasaan negara atas kawasan tersebut.
Dijelaskan, sebelum terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 138/PUU-XIII/2015, kelengkapan administratif berupa Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) tidak dipersyaratkan untuk dipenuhi secara kumulatif. Namun, setelah terbitnya putusan tersebut, kedua persyaratan di atas harus dipenuhi secara kumulatif.
Menurut Reda Manthovani, aturan mengenai HGU dan IUP tersebut akan disesuikan lagi dengan undang – undang yang tercantum dalam Pasal 42 Ayat (1) Undang – Undang (UU) Cipta Kerja. Pasal 110 UU Cipta Kerja juga akan diberlakukan mengatur dan memberikan sanksi pelanggaran aturan pengelolaan kawasan hutan. Pasal 110 B UU Cipta Kerja menyebutkan, pemerintah memiliki kewenangan mencabut dan menguasai kembali keseluruhan lahan sawit yang tidak memenuhi standar legalitas.

Penertiban
Dikatakan, berdasarkan Ranperpres PKH, penertiban kawasan hutan sudah dibagi-bagi dengan berbagai bentuk. Di antaranya penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan dan pemulihan aset di kawasan hutan.
Kemudian, lanjut Reda Manthovani, klasterisasi (pengelompokan) penertiban kawasan hutan didasarkan pada objek kawasan hutan, yakni penertiban kawasan hutan konservasi dan hutan lindung maupun kaawasan huutan produksi.
“Jika para pelaku (perusahaan) pengelola kawasan hutan tidak memenuhi persyaratan perizinan, perusahaan tersbeut akan dikenakan denda dan diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Lahan yang dikuasai perusahaan juga berpotensi diambil – alih pemerintah,”katanya.
Reda Manthovani mengimbau seluruh personel intelijen Kejaksaan di setiap daerah memahami muatan dan klasterisasi Ranperpres PKH dengan cermat. Hal itu penting agar pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran pengelolaan kawasan hutan bisa dilakkan secara cepat dan optimal.
“Saya berharap saudara sekalian mempelajari dan memahami hal-hal yang sudah dipaparkan agar dapat melaksanakan beberapa hal terkait verifikasi kesesuaian data dengan klasterisasi objek. Kemudian rekapitulasi objek secara berjenjang dan pemberian saran tindakan terkait jenis sanksi yang akan diterapkan berdasarkan klasterisasi objek penertiban kawasan hutan,”katanya. (Matra/RS/PKA).