
(Matra, Jakarta) – Penanganan kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di tubuh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Grup (DPG), Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau masih terus berlanjut.
Kendati tersangka utama kasus korupsi dan TPPU yang merugikan negara hingga Rp 104, 1 triliun tersebut, SD kini sudah dipenjara, seluruh pihak yang terlibat korupsi dan TPPU tersebut masih terus dikejar dan diproses secara hukum.
Seorang unsur kepala daerah yang terlibat korupsi dan TPPU pembangunan kebun sawit PT DPG yang saat ini juga sudah mendekam di penjara, yaitu mantan Bupati Inhu periode 1999 – 2005 dan 2005 – 2008, Drs H Raja Tamsir Rachman, MM.
Melalui penyidikan yang terus dilakukan secara intensif, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan dua orang tersangka baru kasus korupsi dan TPPU PT DPG tersebut, Kamis (2/1/2025). Seorang tersangka perorangan dan dua orang tersangka korporasi (perusahaan).
Tersangka perorangan, yaitu Direktur Utama (Dirut) PT Asset Pasific dan Pengurus/Ketua Yayasan Darmex, CD yang merupakan anak bos besar PT DPG, SD. Sedangkan tersangka korporasi, yakni PT Alfa Ledo (AL) dan PT PT Monterado Mas (MAS).
Jampidsus Kejagung, Dr Febrie Ardiansyah didampingi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr Harli Siregar di Jakarta, Jumat (3/1/2025) menjelaskan, CD ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-16/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024.
Kemudian PT AL ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-17`/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024. Sedangkan PT MAS ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-18/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024.

Rekayasa Dokumen
Dikatakan, keterlibatan tersangka CD, PT AL dan PT MAS dalam kasus korupsi pembangunan kebun sawit di Inhu tersebut berawal dari kebijakan mantan Bupati Inhu, Raja Tamsir Rachman menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan kepada anak usaha PT Darmex Plantations, yaitu PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur dan PT Banyu Bening Utama.
Penerbitan izin tersebut dilakukan bersama – sama dengan terpidana yang merupakan Dirut PT DPG, Surya Darmadi. Raja Tamsir Rachman dan Surya Darmadi merekaysa dokumen kelengkapan izin lokasi dan izin usaha kegiatan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit PT DPG. Tujuannya untuk mendapatkan keuntungan atas penguasaan lahan dalam kawasan hutan.
Kemudian hasil kejahatan penguasaan lahan dalam kawasan hutan menjadi kebun sawit, berupa tandan buah segar (TBS) diolah melalui pabrik pengolahan kelapa sawit, PT Banyu Bening Utama, PT Kencana Amal Tani, PT Bayas Biofuels dan PT Taluk Kuantan Perkasa ((anak PT Monterado Mas).
Selanjutnya keuntungan dari hasil tindak pidana korupsi atas penguasaan lahan dalam kawasan hutan yang tidak sah tersebut ditempatkan di PT Kencana Amal Tani dan PT Darmex Plantations. Kemudian keuntungan tersebut dialihkan, ditempatkan dan disamarkan kepada PT Asset Pasific, Surya Darmadi, PT Alfa Ledo, PT Monterado Mas dan Yayasan Darmex.
Keuntungan yang dialihkan tersebut berbentuk deposito, setoran modal, pembayaran hutang pemegang saham, penempatan keuangan dan pembelian aset di dalam dan luar negeri. Seluruhnya dikendalikan Cheryl Darmadi dan Surya Darmadi.
Febrie Ardiansyah mengatakan, perbuatan para tersangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sejumlah barang bukti yang berhasil disita dari tersangka Cheryl Darmadi, PT AL dan PT MAS, yakni 679 dokumen terkait perizinan, pembagian deviden, keuangan, produksi, pembayaran titip olah sawit dan lainnya. Kemudian Sembilan bidang tanah perkebunan kelapa sawit dan bangunan-bangunan di atas seluas 40.471,9 hektare (ha) lahan di Kabupaten Inhu.
Selanjutnya, dua unit pabrik kelapa sawit di Inhu, dua bidang tanah dan bangunan di atas lahan seluas 36.303 meter persegi (m²) di Kota Dumai dan tujuh bidang tanah dan bangunan di atas lahan seluas 86.629 m² di Inhu.
Kemudian masih ada lagi lima bidang tanah dan bangunan di atas lahan seluas 32.659 m² di Kota Pekanbaru. Sebanyak 13 perkebunan kelapa sawit dan bangunan di atas lahan seluas 68.338 ha Kabupaten Bengkayang. Selain itu tujuh bidang tanah dan bangunan di atas lahan seluas 15.805,67 ha di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat dan dua unit apartemen di Kota Jakarta Barat.
Barang bukti lainnya, yakni sebidang tanah dan bangunan yang terdapat di atas lahan seluas 1.998 m² di Kota Medan. Lima bidang tanah dan bangunan seluas 19.056 m² di Kota Jakarta Pusat. Dua bidang tanah dan bangunan diatas lahan seluas 34.662 m² di Kota Jakarta Selatan. Sebanyak 12 unit hunian rumah susun di Kota Jakarta Selatan.
Selain itu, enam unit Apartement Darmawangsa Essence Tower The East di Kota Jakarta Selatan. Satu unit hotel Holiday Inn Resort Bali dan Holiday Inn Express Bali di Kabupaten Badung-Bali. Sebidang tanah dan/atau bangunan seluas 2.000 m² Kabupaten Badung-Bali. Selanjutnya 31 unit kapal dan satu unit helikopter.
“Uang tunai yang disita dari para tersangka mencapai Rp 6,38 triliun. Kemudian uang Dollar Amerika sekitar USD 1.873.677, Dollar Singapura (SGD 11.109.605), Dollar Australia (AUD 13.700), Yen Jepang (JPY 2.000.000), uang Yuan China (CNH 2.005) dan uang Ringgit Malaysia (RM 300),”tambah Febrie Ardiansyah. (Matra/RS/PKA).