H Zulkifli ALamsyah. (Foto : Dok).

                           Oleh: Prof Dr Ir H Zulkifli ALamsyah

               (Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Jambi)

Pengantar

Ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama kabinet Merah Putih (2024-2029) di bawah pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden RI, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka yang resmi dilantik di gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Minggu (20/10/2024).

Salah satu agenda utama pemerintahan baru, yakni memastikan kemandirian pangan sebagai pilar penting untuk mencapai stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Presiden Prabowo Subianto menargetkan ketahanan pangan dapat dicapai sekitar 4-5 tahun bahkan menjadi rumpun pangan dunia.

Provinsi Jambi, sebagai salah satu provinsi yang sangat bergantung pada sektor pertanian, turut serta berupaya mewujudkan ketahanan pangan melalui program strategis, “Meningkatkan Ketersediaan Pangan dan Kemudahan Akses Terhadap Pangan”.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi berkomitmen untuk tidak hanya memastikan pangan cukup bagi seluruh masyarakat. Pemprov Jambi juga memastikan pangan tersebut terjangkau dan dapat dimanfaatkan secara optimal mendukung peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan masyarakat.

Ketahanan Pangan Jambi

Undang-undang (UU) Nomor 18/2012 tentang Pangan menyebutkan, Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan. Hal itu tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya. Pangan yang tersedia harus aman, beragam, bergizi, merata, harga terjangkau dam tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Melalui pangan masyarakat dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.

Untuk mengevaluasi kondisi ketahanan pangan dipergunakan beberapa alat ukur, antara lain Skor Pola Pangan Harapan (PPH), Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) dan Indeks Ketahan Pangan (IKP).

1. Skor PPH

Skor PPH merupakan indikator mutu gizi dan keragaman konsumsi pangan sehingga dapat digunakan untuk merencanakan kebutuhan konsumsi pangan. Skor PPH maksimal adalah 100. Semakin tinggi skor PPH, maka semakin beragam dan seimbang konsumsi pangan penduduk. Skor PPH juga dapat digunakan untuk menilai situasi konsumsi atau ketersediaan pangan, baik jumlah dan komposisi/ keragaman pangan menurut jenis pangan yang dinyatakan dalam skor PPH.

Selama lima tahun terakhir (2019-2023), upaya Pemprov Jambi mewujudkan ketahanan pangan terlihat dari perkembangan skor PPH yang menunjukkan kecenderungan peningkatan yang cukup tajam. Peningkatan Skor PPH yang tajam terjadi sampai tahun 2022, yakni dari 84,3 tahun 2019 menjadi 93,4 tahun 2022. Penurunan PPH yang relatif kecil tahun 2023, yaitu 93,1 atau turun dari tahun 2022 sekitar dari 93,4. Penurunan skor PPH tersebut disebabkan karena kecenderungan peningkatan harga pangan yang juga terjadi di beberapa provinsi lainnya.

2. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan

FSVA merupakan peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil analisa data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan. FSVA disusun menggunakan sembilan indikator yang mewakili tiga aspek ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan.

FSVA dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan dan program intervensi baik di tingkat pusat dan daerah dengan melihat indikator utama yang menjadi pemicu terjadinya kerentanan terhadap kerawanan pangan.

Di Provinsi Jambi terdapat empat kecamatan yang masuk Prioritas 2 dan 15 kecamatan yang masuk Prioritas 3 dalam FSVA. Sedangkan tahun 2020 terjadi pengurangan yang sigifikan terkait FSVA ini. Pada tahun 2020 tidak ada kecamatan yang masuk Prioritas 2 FSVA dan tinggal 9 kecamatan masuk Prioritas 3 FSVA. Jumlah ini semakin berkurang pada tahun 2023. Jumlah kecamatan yang masuk Prioritas 3 FSVA di Jambi hanya 4 kecamatan dan tidak ada satu kecamatan pun yang masuk Prioritas 1 dan Prioritas 2.

3. Indeks Ketahanan Pangan

Indeks Ketahanan Pangan (IKP) digunakan sebagai indikator kunci untuk mengukur kemampuan setiap daerah dalam memastikan ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Berdasarkan peringkat IKP yang disusun oleh Badan Ketahanan Pangan pada tahun 2023, Provinsi Jambi menempati posisi di tengah dengan skor 72,12, naik 2,67 poin dibandingkan IKP tahun 2022.

Posisi ini menempatkan Jambi lebih baik dibandingkan beberapa provinsi di Pulau Sumatera lainnya seperti Riau, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung. Capaian ini menandakan bahwa Jambi telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam upaya menjaga stabilitas ketahanan pangannya.

Namun, posisi Jambi yang stabil di tengah-tengah menunjukkan bahwa pemerintah daerah berhasil mengelola tantangan ketahanan pangan dengan baik, meskipun tantangan infrastruktur dan aksesibilitas tetap menjadi masalah di beberapa wilayah.

Provinsi Bali menduduki posisi pertama dengan skor IKP 87,65, sementara Papua mencatatkan skor terendah sebesar 42,27. Ini menunjukkan adanya disparitas ketahanan pangan di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa provinsi menghadapi tantangan yang lebih besar dibandingkan yang lain.

BPS Provinsi Jambi menyampaikan paparan terkait potret konsumsi pangan Provinsi Jambi di tahun 2021. Berdasarkan rata-rata pengeluaran per kapita selama sebulan, terlihat bahwa pengeluaran penduduk Provinsi Jambi terpusat pada kelompok pengeluaran Rp 500.000 hingga Rp 1.499.999/kapita/bulan. Dengan jumlah anggota 4 orang per rumah tangga, sebagian besar rumah tangga Provinsi Jambi mengeluarkan Rp 2 juta hingga Rp 6 juta/bulan.

Menurut komposisi pengeluarannya, pangsa pengeluaran pangan sedikit lebih besar dibandingkan pangsa pengeluaran bukan pangan (52,00 % berbanding 48,00 %). Nilai pangsa pengeluaran pangan menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya ketika angka pangsa pengeluaran pangan berada pada angka 52,38 %.

Pangsa pengeluaran pangan ini mengindikasikan kondisi ketahanan pangan yang semakin baik. Komoditas makanan dengan pangsa pengeluaran terbesar di Provinsi Jambi adalah makanan dan minuman jadi (13,56 %). Artinya, sebesar 13,56 % dari pengeluaran sebulan penduduk Provinsi Jambi dikeluarkan untuk membeli makanan dan minuman jadi.

Gubernur Jambi, H Al Haris (tengah) melakukan penanaman padi perdana di Desa Lubuk Sayak, Kecamatan Pelawan, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, Selasa (23/7/2024) sore. (Foto : Matra/DiskominfoJambi).

Tantangan dan Harapan

Meskipun Provinsi Jambi berhasil meningkatkan kondisi ketahanan pangan daerah, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam memperkuat ketahanan pangan di masa depan. Salah satu tantangan terbesar adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-produktif seperti untuk industri dan pemukiman.

Selain itu, penurunan kualitas dan fungsi infrastruktur pertanian seperti saluran irigasi, dapat mengancam produksi pangan di masa depan jika tidak segera diatasi dengan baik. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperketat regulasi terkait alih fungsi lahan dan mendorong pemanfaatan lahan-lahan yang belum produktif untuk dijadikan lahan pertanian.

Hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 turut mendukung analisis ketahanan pangan. ST2023 mengungkap bahwa subsektor perkebunan masih sangat mendominasi usaha di sektor pertanian. Bahkan jumlahnya meningkat cukup tajam dibandingkan hasil ST2013. Sebaliknya, jumlah usaha di subsektor tanaman pangan, justru mengalami penurunan.

Selain itu, perubahan iklim juga menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan, terutama di daerah-daerah yang bergantung pada pertanian. Variasi cuaca yang ekstrem, seperti banjir dan kekeringan, dapat mempengaruhi produksi pangan secara signifikan. Karena itu diperlukan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, termasuk pengembangan teknologi pertanian yang lebih tahan terhadap kondisi cuaca ekstrem.

Provinsi Jambi diharapkan dapat terus meningkatkan ketahanan pangan di masa mendatang dengan memperkuat kerja sama antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Ketersediaan potensi pertanian yang besar dan dukungan program strategis yang tepat, Jambi berpeluang menjadi salah satu provinsi yang mandiri secara pangan dan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan nasional.

Ketahanan pangan bukan hanya tentang seberapa banyak pangan yang diproduksi, tetapi juga seberapa baik kita memastikan bahwa setiap orang dapat mengakses pangan tersebut dengan harga yang terjangkau serta memanfaatkannya dengan cara yang sehat dan efisien. Melalui pendekatan yang menyeluruh, Provinsi Jambi dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam mewujudkan kemandirian pangan yang berkelanjutan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *