(Matra, Jambi) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi menyerukan agar para calon kepala dan wakil kepala daerah di Provinsi Jambi tidak menyeret pers berpolitik praktis. Pers tidak bisa dilibatkan menjadi pendukung atau tim sukses kepala daerah, baik calon gubernur, bupati dan wali kota demi menjamin independensi atau netralitas pers dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
Seruan tersebut disampaikan Ketua AJI Jambi, Suwandi terkait indikasi keterlibatan pers dalam politik praktis pada Pilkada Serentak 2024, di Kota Jambi, Selasa (1/9/2024). Menurut Suwandi, selain ancaman hoax (berita bohong), pers saat ini juga menghadapi tantangan berat karena digoda oleh calon kepala daerah untuk masuk ke wilayah politik praktis.
“Belakangan banyak muncul media partisan yang tak berimbang, bahkan ada iktikad buruk untuk memfitnah. Karena itu AJI menyerukan agar para calon kepala daerah jangan menyeret pers dan jurnalis ke politik praktis. Pasalnya dalam bekerja, jurnalis dilindungi Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan dipagari kode etik dan perilaku,”katanya.
Suwandi menjelaskan, pengalaman Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu pun harus menjadi pembelajaran. Selama pemilu banyak media terjebak politik praktis. Akhirnya media tidak bisa mempertahankan independensinya.
“Runtuhnya independensi pers tersebut berdampak negatif pada penurunan kepercayaan publik terhadap media atau pers,”katanya.
Melihat kenyataan tersebut, lanjut Suwandi, AJI Jambi sebagai organisasi profesi jurnalis menyampaikan beberapa sikap dan seruan terkait netralitas pers dalam pilkada. AJI Jambi menyerukan agar kontestan pilkada mulai dari calon gubernur, wali kota dan bupati hingga para tim sukses atau pemenangan dapat menghormati independensi pers dan jurnalis.
Kemudian AJI Jambi secara tegas menolak segala bentuk penyensoran, pemaksaan, penggiringan materi dan sudut pandang jurnalis pada pemberitaan tentang pilkada. Hal itu harus dicegah karena intervensi dari pihak manapun terhadap kerja jurnalis dan ruang redaksi mencederai kemerdekaan pers dan demokrasi.
Selain itu, AJI Jambi mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jambi melakukan pengawasan terhadap kerja sama media massa dengan kontestan pilkada sesuai dengan ketentuan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sesuai UU tersebut, pers harus mematuhi aturan pagar api dan transparansi. Dengan demikian media dan jurnalis tidak menjadi corong pemberitaan calon kepala daerah secara subjektif dan tidak berimbang.
Selanjutnya, AJI Jambi meminta kontestan pilkada tidak melibatkan jurnalis aktif sebagai tim sukses baik yang masuk struktur maupun yang tidak. Pelibatan jurnalis sebagai tim sukses paslon tertentu, jelas melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Jurnalis yang disusun Dewan Pers.
Suwandi mengatakan, AJI Jambi juga mendorong kontestan pilkada tidak memberi suap, imbalan, janji dan atau fasilitas lain kepada jurnalis peliput, redaktur, editor sampai level (tingkat) teratas dalam sebuah struktur keredaksian.
Perbuatan ini melanggar UU Nomor 40/1999 tentang Pers, Pasal 7 (2) yang menyebutkan, wartawan memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik. Kemudian Pasal 6 menyebutkan, wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Dikatakan, AJI Jambi mengimbau agar perusahaan media dan paslon menaati aturan terkait iklan yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan umum (KPU) RI dan mematuhi UU Nomor 40/1999 tentang Pers dan tetap menjaga independensi pers.
Menurut Suwandi, AJI Jambi mengimbau agar jurnalis sebagai profesi tetap menjaga independensi dan memberikan informasi ke publik secara transparan, objektif dan tidak menggiring publik pada pilihan politik tertentu.
“AJI Jambi juga mendorong Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk responsif, transparan dan memenuhi keterbukaan informasi publik terkait penanganan penyebaran isu SARA, kampanye hitam, hoax, politik uang dan data pribadi,”katanya.
Cek Fakta
Menurut Suwandi, AJI Jambi bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Thaha Syaifuddin (STS) Jambi meluncurkan media aplikasi pengawasan, “Cek Fakta Pilkada Tangkal Hoax”. Cek Fakta Tangkal Hoax tersebut tidak bisa dibiarkan karena hal itu berpotensi menciderai demokrasi.
Dikatakan, eskalasi penyebaran misinformasi, disinformasi maupun malinformasi pun sudah mengkhawatirkan pada tahapan kampanye Pilkada Serentak 2024, baik itu kampanye pemilihan gubernur, bupati dan wali kota. Hal itu ditandai dengan meningkatnya penyebaran hoax tentang pilkada di media sosial.
Suwandi mengatakan, berdasarkan catatan Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), penyebaran hoaks di ruang digital terkait tahapan Pemilu 2024 selama Semester I/2024 melonjak signifikan. Jumlah hoax yang dicatat Mafindo pada kurun waktu tersebut mencapai 2.119 postingan. Jumlah tersebut hampir menyamai total hoax sepanjang tahun 2023.
Dikatakan, tren (kecenderungan) peningkatan hoax tersebut menimbulkan kekhawatiran. Masalahnya penyebaran hoax terjadi secara masif dengan menyerang penyelenggara pemilu, kontestan dan partai pendukung menjelang Pilkada 2024.
“Upaya pencegahan, pembatasan, pengurangan dan penghilangan penyebaran hoax ini harus dilakukan maksimal, agar residunya tak berdampak pada publik,”ujarnya.
Menurut Suwandi, perkembangan teknologi saat ini dapat mempercepat penyebaran dan meningkatkan produksi hoax. Rekayasa kecerdasan (Artificial Intelligence/AI) generatif yang canggih diketahui dapat membuat cloning (peniruan) suara manusia, gambar dan video yang sangat realistis dalam hitungan detik dengan biaya minimal.
Dijelaskan, bila dikaitkan dengan algoritma media sosial yang canggih, konten palsu yang dibuat secara digital dapat menyebar jauh dan cepat serta menargetkan audiens yang sangat spesifik. Gangguan informasi ini menyasar pemilih sampai ke ruang private (khusus) mereka.
Misalnya ke grup WhatsApp (WA) keluarga. Penyesatan informasi dilakukan dengan menyamar menjadi salah satu kandidat untuk merusak reputasinya.
“Daya rusaknya terhadap demokrasi dalam skala dan kecepatan yang belum pernah terlihat sebelumnya,”katanya.
Suwandi mengatakan, hoax dapat merusak proses pemilu yang berkualitas dan bermartabat. Namun, jurnalis mempunyai peran penting dalam menangkal gangguan informasi dan menyajikan informasi berkualitas kepada publik.
Sebagai organisasi profesi jurnalis, lanjut Suwandi, AJI Jambi berkolaborasi dengan UIN STS Jambi menginisiasi sebuah proyek kolaboratif pengecekan fakta pilkada. Kolaborasi ini melibatkan jurnalis profesional anggota AJI Jambi yang sebelumnya telah dibekali melalui pelatihan cek fakta.
“Cara kerja yang kami lakukan, yakni melakukan verifikasi berlapis. Selain itu, kami juga menggunakan tools (aplikasi) yang disediakan Google untuk prebunking (prapenghapusan) dan debunking (penghapusan),” katanya. (Matra/RS/PRAjiJbi).