Dusun Hutaimbaru, Nagori Ujungmariah, Kecamatan Pamatangsilimahuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara yang masih tertinggal hingga 79 tahun Indonesia merdeka tahun ini. Gambar diambil baru-baru ini. (Foto : Matra/Radesman Saragih).

(Matra, Simalungun) – Sebagian besar warga desa pesisir Danau Toba di Nagori (Desa) Ujungmariah, Kecamatan Pamatangsilimahuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sejak beberapa tahun lalu menghentikan kegiatan pertanian tanaman pangan. Para petani desa Ujungmariah menghentikan pertanian tanaman pangan menyusul serangan hama babi hutan yang sulit dikendalikan.

Jhoni Turnip (35), warga Desa Ujungmariah kepada medialintassumatera.net (Matra) di desa tersebut baru-baru ini mengatakan, para petani di desa tersebut banyak yang menghentikan pertanian tanaman pangan dan hortikultura seperti tanaman singkong, jagung dan bawang. Petani menghentikan penanaman tanaman pangan tersebut karena sulit mengendalikan serangan hama babi hutan.

“Kami sudah beberapa kali mencoba menanam jagung, singkong dan bawang, tetapi selalu puso akibat serangan babi hutan. Kami sulit membasmi babi hutan karena, babi hutan biasanya masuk ke lading-ladang petani hingga ladfang di dekat permukiman malam hari hingga subuh. Sedangkan pemburu babi hutan di desa kami ini tidak ada lagi seperti masa orangtua kami di era 1980-an,”katanya.

Menurut Jhoni Turnip, penanganan serangan hama babi hutan di Desa Ujungmariah yang dihuni sekitar 57 kepala keluarga (150 jiwa) tersebut juga sulit karena daerah perladangan desa merupakan perbukitan. Kondisi lahan yang demikian menyulitkan petani menjaga lading dari serangan hama babi hutan maupun memburu babi hutan. Berbeda situasinya jika lahan pertanian datar.

“Selain itu di sekitar perladangan petani terdapat dua hutan. Kemudian di daerah pegunungan di atas Desa Ujungmariah juga terdapat hutan yang menjadi persembunyian babi hutan. Dibutuhkan alat khusus mengatasi serangan babi hutan seperti perangkap yang terbuat dari besi. Kalau hanya diburu secara tradisional, babi hutan sulit ditangkap karena lahan pertanian di desa ini merupakan perbukitan,”katanya.

Hal senada juga diakui warga Desa Unjungmariah lainnya, Lamhot Saragih (38). Menurut Lamhot, lumpuhnya pertanian tanaman pangan di Desa Ujungmariah, khususnya di Dusun Hutaimbaru akibat hama babi hutan sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Para petani yang sempat beberapa kali mencoba menanam jagung, singkong dan bawang akhirnya gagal panen akibat tanaman habis dirusak babi hutan.

Dikatakan, pihak pemerintah desa sama sekali tidak memiliki terobosan membantu petani mengatasi serangan hama babi hutan tersebut. Karena itu para petani hanya melakukan pembasmian hama babi hutan dengan menjerat dan menyiapkan senapan angina. Namun upaya tersbeut kurang maksimal karena babi hutan biasanya menyerang tanaman warga malam hari hingga subuh.

“Para petani yang sempat mencoba menanam jagung, singkong dan bawang merah banyak yang merugi akibat gagal panen. Karena itu para petani menghentikan pertanian tanaman pangan. Akibatnya puluhan hektare areal tanaman pangan di desa ini terlantar atau menjadi lahan tidur,”katanya.

Tanaman buah-buahan mangga yang dikembangkan warga pesisir Danau Toba di Kabupaten Simalungun. Gambar diambil baru-baru ini. (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Tanaman Mangga

Dijelaskan, untuk menghidupi keluarga, sebagian besar petani Desa Ujungmariah mengandalkan hasil tanaman buah mangga. Selama beberapa tahun terakhir, para petani Desa Ujungmariah diselamatkan buah mangga udang pesisir Danau Toba. Sebagian besar tanaman mangga tersebut peninggalan para orang tua dan sebagian tanaman hasil peremajaan atau penanaman baru.

Namun, kata Lamhot Saragih, tidak semua pohon mangga berbuah secara rutin dan serentak setiap musim. Terkadang sebagian pohon mangga berbuah lebat. Namun kadang sebagian mangga berbuah sedikit dan bahkan tidak berbuah ketika pohon mangga petani lain berbuah lebat dan panen raya.

Menurut Lamhot Saragih, pohon mangga juga rawan serangan hama kera. Gerombolan kera yang turun dari gunung sering merusak buah mangga, sehingga para petani gagal panen mangga. Membasmi hama kera juga suliot karena sebagian tanaman mangga petani Desa Ujungmariah berada di lereng perbukitan dan di tepi lembah atau jurang.

“Untuk menyelamatkan mangga yang sedang berbuah, kami terpaksa siaga mengawasi serangan hama kera. Bahkan kami sering terpaksa tidur di ladang menjaga mangga yang sedang berbuah. Hal itu dilakukan karena kera sering menyerbu pohon mangga mulai subuh, siang hingga petang,”katanya.

Lamhot Saragih menyebutkan, tanaman buah-buahan mangga di desa mereka juga saat ini membutuhkan perawatan khusus agar bisa panen. Sejak buah mangga masih kecil, penyemprotan obat anti hama harus dilakukan agar buah mangga yang masih kecil tidak sampai gugur. Kalau tidak disemprot pestisida, biasanya sebagian besar buah mangga yang kecil gugur, sehingga petani gagal panen.

“Untuk melakukan penyemprotan buah mangga ini, para petani membutuhan modal yang cukup besar karena harga obat-obat kimia pertanian cukup mahal. Namun demikian, di tengah sulitnya mengembangkan kembali tanaman pangan di desa ini, tanaman buah-buahan mangga bisa menyelamatkan petani. Kita hanya tersita tenaga dan biaya penyemprotan dan pencegahan hama kera,”katanya.

Ketika ditanyakan mengenai peluang usaha keramba jaring apung (KJA) atau keramba ikan di perairan Danau Toba Dusun Hutaimbaru, Lamhot Saragih mengatakan, membuka usaha KJA di dusun tersebut harus memiliki modal besar. Baik modal membuat KJA, pengadaan benih ikan, pakan ikan (pellet) maupun pemasaran.

Menjual ikan hasil KJA saja dari Dusun Hutaimbaru susah karena dusun tersebut jauh dari pusat perdagangan seperti Tongging, Kabupaten Karo maupun Haranggaol, Kabupaten Simalungun. Waktu tempuh Hutaimbaru – Tongging maupun Haranggaol melalui jalur perairan mencapai 45 menit. Sedangkan jalur darat Dusun Hutaimbaru – Tongging maupun Seribudolok sulit karena kondisi jalan rusak berat. Sedangkan jalan darat Dusun Hutaimbaru – Haranggaol melalui jalan lingkar Danau Toba hingga kini belum ada.

“Warga Dusun Hutaimbaru sudah pernah ada yang mencoba membuka usaha KJA atau keramba ikan. Namun gagal akibat kesulitan modal dan penanganan pasca panen,”ujarnya.

Lamhot Saragih dan Jhoni Turnip mengharapkan perhatian pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun untuk mengatasi kesulitan ekonomi petani desa pesisir Danau Toba tersebut. Selain membantu pemberantasan hama babi hutan, para petani juga membutuhkan bantuan permodalan, benih dan pupuk.

“Kami juga sangat mengharapkan bantuan pemerintah memperbaiki kerusakan jalan yang sangat parah ke desa ini agar kami bisa lebih mudah menjual hasil pertaian ke pusat pasar dan perdagangan di daerah pegunungan seperti Kabanjahe, Kabupaten Karo maupun Seribudolok, Kecamatan Silimakuta, Simalungun,”katanya. (Matra/RS).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *