(Matra, Jakarta) – Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan surat keputusan (SK) pengelolaan 1,07 juta hektare (ha) perhutanan sosial di seluruh daerah di Indonesia. Presiden juga menyerahkan SK Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) sekitar 43.000 hektare (ha) dan SK pengelolaan hutan adat sekitar 15.879 ha. Sebanyak 26 kelompok tani di Provinsi Jambi mendapatkan jatah SK pengelolaan hutan tersebut.
Penyerahan SK pengelolaan lahan perhutanan sosial, TORA dan tanah adat tersbeut dilakukan Presiden Jokowi pada Festival Lingkungan Iklim Kehutanan Energi Baru Terbarukan (LIKE) 2 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Jumat (9/8/2024).
Kegiatan tersebut turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar dan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono.
Presiden Jokowi pada kesempatan itu mengatakan, kolaborasi (kerja sama) antara pemerintah dan masyarakat menjaga lingkungan dan mengatasi dampak perubahan iklim di Tanah Air perlu ditingkatkan. Hal itu penting karena lingkungan yang tidak terjaga akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.
“Kalau lingkungan tidak bisa kita jaga, lingkungan tidak terjaga, yang paling berpengaruh nanti adalah terhadap kualitas hidup kita, baik berupa sakit, berupa kekeringan, kemudian tekanan terhadap pangan, itu saya kira yang harus menjadi perhatian kita bersama,”ujarnya.
Presiden Jokowi mengatakan, sektor energi, pertambangan dan kehutanan merupakan sektor yang memberikan dampak besar terhadap lingkungan. Kepala Negara juga mendorong agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan perhatian lebih terhadap aksi pemulihan lingkungan.
“Saya selalu sampaikan semua pertambangan harus memiliki nursery (pembibitan). Pemulihan lingkungan dan rehabilitasi hutan harus menjadi concern (perhatian) Kementerian Kehutanan,”tegasnya.
Sementara itu, seorang penerima SK TORA dari Maluku, Komarsela pada kesmepatan itu mengatakan, para petani merasakan kemudahan mengurus legalitas lahan melalui program TORA.
“Kami cukup mudah mendapatkan SK TORA di Maluku. Pemerintah memberi ruang bagi kami untuk akses proses pengurusan ini. Kemudian setelah ada program TORA ini, kami dipercayakan hadir ke Jakarta menerima SK TORA,”kata Komarsela.
Kemudian, penerima SK TORA dari Provinsi Riau, Javarudin, mengatakan bahwa dengan adanya SK TORA, dirinya bisa memanfaatkan lahannya untuk kebutuhan sehari-hari.
“Manfaatnya lahan tersebut sangat besar karena di lahan tersebut bisa kita berusaha menanam tanaman dan hasilnya bisa dipergunakan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,”ujarnya.
Target
Menteri LHK, Siti Nurbaya pada kesempatan tersebut menjelaskan, total luas lahan perhutanan sosial yang SK-nya diserahkan Presiden Jokowi tahun ini mencapai 1,07 ha. Kemudian total lahan TORA sekitar 43.000 ha dan hutan adat (15.879 ha). Dari sekitar 43.000 ha TORA, sekitar sekitar 37.000 ha diperuntukkan sebagai sawit rakyat.
Dijelaskan, dengan diserahkannya SK Hutan Sosial untuk 1,07 ha tahun ini, maka realisasi kehutanan sosial hingga saat ini telah mencapai 8,018 juta ha. Para petani yang menerima SK perhutanan sosial mencapai 1,4 juta kepala keluarga. Sedangkan total hutan adat yang sudah diselesaikan seluas 1,37 juta ha. Pengelolaan hutan adat diserahkan kepada 138 kelompok masyarakat adat di seluruh Tanah Air.
“Target ideal penyelesaian akses pengelolaan hutan secara keseluruhan sekitar 12,7 juta. Target tersebut kita upayakan segera tercapai,”ujarnya.
Siti Nurbaya menjelaskan, SK pengelolaan hutan tersebut diberikan kepada para petani dan kelompok masyarakat adat dari Provinsi Gorontalo, Jambi, Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku Utara, Riau, Papua Barat dan Jawa Timur.
Sedangkan kelompok anggota masyarakat penerima hutan sosial berasal dari Kalimantan Timur, Papua Barat Daya, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sumatera Utara.
Selain hutan sosial dan TORA, KLHK juga menyerahkan dukungan berupa sertifikat layanan dana masyarakat untuk menandai hadirnya layanan dana masyarakat untuk lingkungan. Dana itu tidak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, melainkan dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
“Dana yang berasal dari filantropi dari bilateral kerja sama iklim seperti Norwegia, Jerman dan juga dari multilateral seperti Green Climate Fund (GCF), Global Environment Facility (GEF) termasuk Bezos Earth Fund (BEF). Dana-dana seperti ini untuk aksi iklim, untuk Folu Net Sink, untuk hasil lingkungan, ekonomi sirkular dan lain-lain yang terus berkembang dan akan dilanjutkan,”katanya.
Jatah Jambi
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Akhmad Bestari mengapresiasi banyaknya kelompok tani di Jambi yang mendapatkan SK pengelolahan perhutanan sosial, TORA dan hutan adat, yakni 26 kelompok. Melalui terbitnya SK perhutanan sosial tersebut, kelompok tani/masyarakat adat mendapat hak mengelola kawasan hutan.
“Kami mengharapkan pengelolaan perhutanan sosial ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemberian SK perhutanan sosial) bisa meningkatkan kesehahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan,”ujarnya. (Matra/RS/BPMISetpres).