Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Dudung Abdurachman (empat dari kiri) didampingi Kapolda Jambi, Irjen Rusdi Hartono (tiga dari kiri), Gubernur Jambi, Al Haris (dua dari kiri) dan Danrem 042/Gapu Jambi, Brigjen TNI Supriono (kiri) memadamkan karhutla di Desa Ramin, Kumpeh, Muarojambi, Provinsi Jambi, medio September 2023). (Foto : Matra/DokSatgasKarhutlaJbi).

(Matra, Jambi) – Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi menyerukan penghentian pembakaran hutan dan lahan di Jambi. Para pengusaha kehutanan, perkebunan, pertambangan maupun para petani harus meghentikan pembakaran untuk pembersihan maupun pembukaan lahan karena hal itu memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang semakin luas.

Seruan penghentian pembakaran hutan dan lahan itu disampaikan KKI Warsi Jambi terkait peringatan Hari Hutan Indonesia serta meningkatnya kekeringan hutan dan lahan di Jambi memasuki musim kemarau Agustus 2024 ini.

Direktur KKI Warsi Jambi, Adi Junedi didampingi Manajer Komunikasi KKI Warsi Jambi, Sukmareni di Jambi, Kamis (8/8/2024) menjelaskan, musim kemarau sejak Juli – Agustus lalu membuat karhutla kembali meluas di Provinsi Jambi.

Berdasarkan analisis citra satelit Sentinel 2 yang dilakukan Tim Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) KKI Warsi Jambi, luas areal hutan dan lahan yang terbakar di Jambi medio Juli 2024 mencapai 357 hektare (ha).

“Karhutla tersebut tersebar di areal gambut dan tanah mineral yang terindikasi ada konflik lahan, termasuk di Kabupaten Muarojambi, Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur dan Sarolangun. Nah, melihat peningkatan karhutla itu, pada momen Hari Hutan Indonesia yang jatuh pada Rabu (7/8/2024), kita meminta seluruh pihak, terutama petani sawit swadaya, perusahaan kehutanan dan perkebunan di Jambi bergerak bersama mengendalikan karhutla,”katanya.

Diungkapkan, dari tahun ke tahun kebakaran hutan dan lahan terus berulang terjadi di Provinsi Jambi. Luas karhutla di Jambi tahun lalu mencapai 1.425 ha. Karhutla tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya, khususnya tahun 2015, 2017 dan 2019 menjadi catatan buruk dalam pengelolaan hutan di Provinsi Jambi.

“Karhutla menyebabkan degradasi (penurunan luas) hutan. Karhutla terus mengancam kawasan hutan yang tersisa di Jambi. Karhutla di Jambi sebagian besar diakibatkan ulah manusia yang melakukan pembersihan dan pembukaan lahan dengan cara membakar. Karhutla sering meluas di luar kendali karena cuaca kering, panas dan diperburuk perubahan iklim,”ujarnya.

Adi Junedi mengatakan, Provinsi Jambi sudah kehilangan hutan sebanyak 73% dalam 50 tahun terakhir. Hal itu bisa dilihatdari kondisi hutan tahun 1973 dan tahun 2023. Tutupan (luas) hutan di Jambi tercatat tahun 1973 masih mencapai 3,4 juta ha. Namun tutupan hutan di Jambi tahun 2023 tersisa hanya 922.891 ha.

“Penurunan luas hutan tersebut pada awalnya disebabkan konversi (alih fungsi) kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain, pemukiman dan perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit,”katanya.

Gubernur Jambi, H Al Haris (dua dari kiri) menyematkan pita kepada personil pasukan pemadaman karhutla Jambi pada Apel Siaga Penanggulangan Karhutla Provinsi Jambi di eks arena MTQ Nasional ke-18, Kota Jambi, Rabu (24/7/2024). (Foto : Matra/DiskominfoJambi).

Benteng Terakhir

Menurut Ade Junedi, hutan menjadi salah satu benteng terakhir mengendalikan dampak perubahan iklim. Kerusakan hutan yangterus – menerus terjadi, terutama akibat kebakaran memperburuk perubahan iklim. Kebakaran hutan merupakan penyumbang utama emisi karbon global. Akibatnya terjadi pemanasan global melalui efek rumah kaca.

Dikatakan, bila kebakaran hutan terus terjadi, emisi yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga memicu pemanasan global dan peningkatan suhu atau yang disebut dengan perubahan iklim. Perubahan iklim yang menyebabkan kemarau semakin panjang juga akan memperparah terjadinya kebakaran hutan. Badai dan peningkatan suhu membuat kebakaran hutan sulit dikendalikan.

“Kondisi hari ini kita terjepit oleh perubahan iklim. Kebakaran hutan menyebabkan perubahan iklim. Begitupun sebaliknya. Satu-satunya upaya kita mengatasi perubahan iklim dan kerusakan hutan, yakni menjaga hutan yang tersisa saat ini agar tidak mengalami kebakaran,”katanya.

Menurut Adi Junedi, berbagai upaya penyelamatan dan rehabilitasi hutan harus terus didukung, termasuk upaya penyelamatan hutan yang dilakukan masyarakat.

“Pada kawasan hutan yang dikelola masyarakat, terlihat pertumbuhan hutan. Ini menjadi kabar baik bagi kita semua untuk terus mendukung pengelolaan hutan bersama masyarakat,”katanya.

Selain itu, tambahnya, menggalakkan penjagaan hutan sebagai pertahanan dalam mengendalikan dampak perubahan iklim juga perlu terus didukung. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut pada 7 Agustus 2019. Penghentian pengeluaran izin ini juga menjadi cikal lahirnya Hari Hutan Indonesia yang diperingati setiap 7 Agustus.

“Momen hari hutan ini menjadi kesempatan untuk kita saling mengingatkan bahwa perubahan iklim dan bahayanya di depan mata. Karena itu mari kita jaga dan menumbuhkan hutan kita,”ujarnya.

Dikatakan, selain menggalakan upaya penjagaan hutan, upaya lain yang perlu dilakukan menyelamatkan hutan, yakni mendukung pemulihan hutan yang dilakukan oleh masyarakat. Seperti mendukung gerakan adopsi dan menanam hutan di kawasan perhutanan sosial yang dikelola oleh masyarakat.

Inisiatif tersebut, katanya, telah terbukti meningkatkan luas hutan. Menurut Data KKI Warsi Jambi, tutupan atau luas hutan areal Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jambi tahun 2020 mencapai 59.498 ha atau 57 % dari areal PHBM.

Luas hutan PHBM tersebut bertambah menjadi 72.784 ha atau 70 % tahun 2023. Pertambahan luas hutan di kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat tersebut menjadi penyumbang penyelamatan hutan di Jambi.

“Jadi mari kita dukung terus upaya penyelamatan hutan Indonesia, terkhusus di Jambi. Selamat Hari Hutan Indonesia. Jaga hutan, jaga iklim. Mari berpartisipasi menjaga hutan karena menjaga hutan sama dengan menjaga iklim. Mari berkontribusi mencegah kekeringan, memelihara lingkungan hidup dan keseimbangan bumi kita,”katanya.

Seperti diberitakan, Hari Hutan Indonesia yang diperingati setiap 7 Agustus diawali dengan petisi change.org/jagahutan sejak tahun 2017. Petisi tersebut ditandatangani sekitar 1,5 juta pendukung. Deklarasi Hari Hutan Indonesia pun dilakukan bersama 140 kolaborator (pihak terkait) tahun 2020.

Hari Hutan Indonesia tersebut disahkan melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 mengenai Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut tanggal 7 Agustus 2019. Khusus tahun 2024, Hari Hutan Indonesia bertajuk “Jaga Hutan, Jaga Iklim”.

Melalui tema tersebut, seluruh elemen masyarakat dan berbagai pihak terkait di Indonesia diharapkan bisa mengkampanyekan bahwa hutan tropis Indonesia yang memiliki peringkat ketiga terluas di dunia ini berperan penting menjadi salah satu solusi mengatasi perubahan iklim berdampak nyata terhadap kehidupan manusia dan semua merasakannya. (Matra/RS/PR).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *