Kepala BPS Provinsi Sumut, Asim Saputra. (Foto : Matra/Hendrik Hutabarat).

(Matra, Medan) – Ekspor beberapa produk unggulang Provinsi Sumatera Utara (Sumut) selama dua bulan terakhir mengalami penurunan signifikan. Penurunan ekspor tersebut sebagian besar dipengaruhi mahalnya cost logistic (ongkos barang ekspor) di Pelabuhan Ekspor Belawan, Sumut.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Asim Saputra, SST, MEc, Dev di Kota Medan, Sumut, Jumat Kamis (2/8/2024) menjelaskan, volume ekspor Sumut dari Mei – Juni 2024 mengalami penurunan hingga 4,34 %. Sedangkan nilai ekspor Sumut Juni 2024 hanya US$ 861,32 juta atau turun US$ 7,81 juta (0,90 %) dibandingkan nilai ekspor mut medio Mei 2024 sekitar US$ 869,13 juta.

Menurut Asim Saputra, produk unggulan atau barang Sumut yang mengalami penurunan ekspor Juni 2024, yakni golongan berbagai produk kimia. Nilai ekspor produk kimia Sumut turun menjadi US$ 55,30 juta atau minus 40,66 % dibandingkan bulan sebelumnya. Kemudian nilai ekspor golongan sabun dan preparat pembersih dari Sumut Juni 2024 hanya US$ 11,78 juta atau minus 23,07 % dibandingkan bulan Mei.

Sementara itu, berdasarkan catatan Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapkindo) Sumut, volume ekspor karet alam Sumut medio Juni 2024 hanya sekitar 19.557 ton. Volume ekspor karet Sumut tersebut turun 6.167 ton (23,21 %) dibandingkan volume ekspor karet Sumut Juni 2023 sekitar 25.724 ton.

Kendati terjadi penurunan volume dan nilai ekspor beberapa produk unggulan Sumut, produk unggulan Sumut lainnya mengalami kenaikan signifikan. Golongan produk ungguan atau barang dari Sumut yang mengalami kenaikan nilai ekspor terbesar, yaitu golongan lemak dan minyak hewan dan nabati (tumbuhan).

“Nilai ekspor golongan lemak Sumut medio Juni 2024 naik sebesar US$ 70,86 juta atau 24,14 %. Kemudian nilai ekspor ampas atau sisa industri makanan meningkat US$ 9,11 juta atau 15,07 %,”jelasnya.

Dikatakan, nilai ekspor paling tinggi dari Sumut selama Juni, yakni ke Tiongkok. Jumlahnya US$ 143,16 juta. Kemudian diikuti ekspor ke Amerika Serikat sebesar US$ 93,30 juta dan Jepang sebesar US$ 53,06 juta. Kontribusi nilai ekspor ke tiga negara tersebut dari tital ekspor Sumut selama Juni mencapai 33,61 %.

“Sedangkan menurut kelompok negara utama tujuan ekspor pada Juni 2024, ekspor ke kawasan Asia di luar ASEAN merupakan yang terbesar dengan nilai US$ 325,13 juta atau 37,75%,”tambahnya.

Ketua Kadin Sumut, Khairul Mahalli. (Foto : Matra/Hendrik Hutabarat).

“Cos Logistic” Mahal

Menanggapi penurunan ekspor Sumut tersebut, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Khairul Mahalli kepada medialintassumatera.net (Matra) di Medan, Jumat (2/8/2024) menjelaskan, penyebab turunnya kinerja ekspor Sumut selama Juni 2024, baik secara bulan ke bulan (mounth to mounth/mtm) pada Mei 2024 maupun tahun ke tahun (year on year/yoy) Juni 2023, yaitu cost logistic.

“Cost logistic kita, ongkos di pelabuhan kita di Sumut, sudah kemahalan. Terus terang, ini terjadi di semua pelabuhan kita,”ujar Khairul Mahalli yang juga menjabat Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sumut.

Menurut Khairul Mahalli, cost logistic di pelabuhan yang ada di Indonesia bisa lebih mahal 10 sampai 15 % dibandingkan negara-negara Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nation/ASEAN). Apalagi dibandingkan dengan negara – negara Asia dan dunia, cost logistic di pelabuhan-pelabuhan Indonesia jauh terlalu mahal.

Khairul Mahalli mengatakan prihatin melihat kebijakan Kementerian Perhubungan yang menegaskan biaya kepelabuhan akan ditinjau ulang sekali dalam dua tahun. Arti ditinjau ulang tersebut sebenarnya dinaikkan.

“Tahu enggak arti tinjau ulang yang disebut dalam peraturan pihak Kementerian Perhubungan? Itu artinya biaya kepelabuhan dinaikan. Beda banget (sekali) dengan Malaysia. Peraturan tentang biaya kepelabuhan di Malaysia bisa tidak naik selama 10 atau 15 tahun, tanpa meninggalkan kualitas pelayanan ekspor,”paparnya.

Khairul Mahalli mengatakan, cost logistic yang mahal akan mematikan potensi ekspor Sumut. Hal itu membuat produk impor ke Indonesia meningkat. Misalnya produk buah-buahan di Indonesia saat ini justru dikuasai produk impor.

“Coba gini aja deh. Lihat ada enggak jeruk Berastagi yang diekspor secara masif ke luar negeri ? Enggak ada kan? Di Sumut sendiri kita bisa lihat, justru buah-buahan impor banyak masuk ke Sumut,”katanya.

Terkait ekspor komoditas minyak nabati atau hewani yang tetap naik, Khairul mengingatkan bahwa sepanjang negara-negara lain belum mampu memproduksi minyak sawit atau produk komoditas lainnya, maka ekspor komoditas asal Indonesia tetap stabil.

Tetapi, lanjutnya, kalau pihak asing sudah mampu memproduksi produk sejenis untuk kebutuhan dalam negeri mereka, maka hal itu akan berpengaruh pada ekspor minyak sawit dan komoditas lainnya.

“Contohnya, produk ban yang selama ini berasal dari karet, ternyata saat ini sudah bisa diproduksi karet sintetik di luar negeri.

Dikatakan, produk karet itu cuma dari tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Perkebunan karet bisa selamat, masih bisa hidup, karena ada industri otomotif,”ucapnya.

“Iya, untung saja ada industri otomotif skala global, termasuk di Indonesia, yang membuat dunia tetap membutuhkan ban dari karet alam, tidak melulu menggunakan karet sintetik,”tambahnya.

Khairul Mahalli mengharapkan Pemerintah benar-benar memperhatikan soal cost logistic yang dinilai mahal. Hal ini penting terutama karena pengelolaan pelabuhan di Indonesia bersifat monopolistic, tidak ada persaingan. Jadi seharusnya cost logistik bisa lebih kompetitif. (Matra/HH/RS).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *