Kepala BPS Provinsi Sumut, Asim Saputra. (Foto : Matra/Hendrik Hutabarat).

(Matra, Medan) – Inflasi di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) bulan Juli 2024 bertengger di angka 2,06 % atau berada di bawah angka inflasi nasional periode yang sama sebesar 2,13 %. Angka inflasi di Sumut tersebut turun 1,29 % dibandingkan inflasi di daerah itu Juni 2024 sebesar 3,35 %. Penurunan inflasi di Sumut tersebut dipengaruhi terkendalinya harga berbagai kebutuhan pokok hingga harga tembakau dan jasa.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Asim Saputra, SST, MEc, Dev di kantor BPS Sumut, Jalan Gagak Hitam Ringroad, Kota Medan, Sumut, Kamis (1/8/2024) menjelaskan, selama periode Juli 2024, inflasi secara tahunan atau year-on-year (y-on-y) di Sumut berada pada angka 2,06 %. Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumut pada periode yang sama mencapai 105,87.

Kendati terjadi penurunan, katanya, namun inflasi di Sumut tersebut masih tergolong tinggi. Inflasi tertinggi di Sumut terjadi di Kota Padangsidimpuan, yakni sekitar 2,80 % dengan IHK sebesar 107,08. Sedabfkan inflasi terendah di Sumut terjadi di Kabupaten Labuhanbatu, yakni 1,22 % dengan IHK sebesar 108,36.

Menurut Asim Saputra, inflasi y-on-y di Sumut tersebut masih relatif tinggi akibat kenaikan harga berbagai kebutuhan dan jasa atau naiknya indeks sebagian besar kelompok pengeluaran. Misalanya kenaikan harga kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 3,63 %. Kemudian kenaikan harga kelompok pakaian dan alas kaki sekitar 2,44 % dan kenaikan harga kelompok perumahan, air dan listrik.

“Inflasi juga dipicu kenaikan harga bahan bakar rumah tangga sebesar 0,46 %, kenaikan harga kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sekitar 0,75 % dan kenaikan jasa pelayanan kesehatan sekitar 1,47 %,”tambahnya.

Asim Saputra mengatakan, kenaikan biaya jasa transportasi di Sumut juga terjadi hingga 0,43 %, kenaikan biaya jasa kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sekitar 0,87 % dan kelompok pendidikan sekitar 1,64 %.

“Sedangkan kenaikan biaya kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran mencapai 1,24 % dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sekitar 4,91 %. Namun pengeluaran untuk kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi sekitar 0,08 %,”katanya.

Dijelaskan, tingkat deflasi secara bulanan atau month-to-month (m-to-m) di Sumut berada pada angka 0,82 % dan tingkat inflasi year-to-date (y-to-d) sekitar 0,81 %.

Pengamat ekonomi UISU, Gunawan Benjamin. (Foto : Matra/Hendrik Hutabarat).

Di Atas Perkiraan

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin kepada medialintassumatera.net (Matra) di Kota Medan, Kamis (1/8/2024) menjelaskan, deflasi bulan Juli 2024 di Sumut sebesar 0,82 % menunjukan jumlah yang jauh lebih tinggi atau di atas perkiraan sebelumnya.

Menurut Gunawan Benjamin, pemicu deflasi di Sumut terutama komoditas cabai merah dan bawang merah. Jika mengacu kepada data BPS, deflasi pada bulan Juli 2024 di Sumut sebenarnya lebih dominan dipengaruhi sisi persediaan atau suplai. Namun, ada temuan baru yang justru menunjukan adanya gejala gangguan daya beli masyarakat.

“Sebelumnya kita melihat ada tren penurunan belanja, khususnya untuk kebutuhan di luar kebutuhan pangan seperti kebutuhan sandang. Maka di bulan Juli ini saya menemukan ada tren penurunan konsumsi untuk kebutuhan pangan seperti daging ayam,”paparnya.

Gunawan Benjamin yang juga menjabat anggota Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Sumut lebih lanjut menjelaskan, daging ayam masuk dalam lima komoditas penyumbang deflasi, yaitu sekitar 0,07 % atau terbesar setelah cabai merah, bawang merah dan tomat.

Dijelaskan, pada dasarnya, konsumsi daging ayam masyarakat di Sumut selama bulan Muharam memang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan hari normal. Penurunan konsumsi daging ayam tersebut tersebut sudah terkonfirmasi dengan jumlah pasokan ayam potong yang memang lebih sedikit dibandingkan hari normal.

Daging Ayam Merosot

Gunawan Benjamin menjelaskan, salah satu yang paling terlihat dalam kondisi deflasi di Sumut, yakni harga daging ayam merosot di saat penjualan di level (tingkat) pedagang besar juga mengalami penurunan.

“Harga daging ayam saat ini dijual dalam rentang Rp 22.000 – Rp 27.000/kilogram (kg) di Kota Medan, Kabupaten Deliserdang dan sekitarnya. Padahal dari hasil pengamatan di pasar, terjadi penurunan penjualan daging ayam hingga 22 % di level pedagang besar pekan ini.

“Dibandingkan data penjualan daging ayam dua pekan lalu, tepatnya pertengahan bulan Juli, harga daging ayam saat ini jauh merosot. Bahkan di level pedagang pengecer pekan ini, para pedagang banyak mengeluhkan penjualan daging ayam anjlok hingga 28 %. Padahal dari hasil pengambilan sampel di sejumlah peternak, ada penurunan pasokan ayam potong yang mencapai 17 % dalam dua pekan terakhir,”katanya.

Menurut Gunawan Benjamin, realisasi belanja masyarakat justru masih lebih rendah dari pemangkasan jumlah pasokan ayam di level peternak. Hal tersebut menunjukan ada gejala penurunan daya beli. Jadi deflasi bulan Juli ini masih dominan dipicu sisi persediaan.

Dikatakan, temuan mengenai deflasi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karena pola belanja masyarakat kian defensif. Gejala penurunan daya beli ini jadi potret buruknya pengeluaran masyarakat dan tentunya juga merugikan peternak.

Gunawan Benjamin, dari hasil survei harga di level peternak pekan ini, ditemukan harga ayam potong dijual Rp 15.500/kg, jauh di bawah harga pokok produksi Rp 21.000 – Rp 22.000/kg.

“Berdasarkan temuan ini, peternak jelas rugi besar dan negara juga tengah menghadapi masalah daya beli masyarakat yang menurun. Pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah bagaimana menyelamatkan konsumen serta peternaknya sekaligus,”tegasnya. (Matra/HH/RS).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *