(Matra, Palembang) – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Timpidsus) Kejaksaan Tingg9 Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) menetapkan enam orang tersangka kasus atau perkara tindak pidana korupsi pengelolaan dan izin pertambangan batu bara di Kejati Sumsel, Kota Palembang, Provinsi Sumsel, Senin (22/7/2024). Penetapan tersangka kasus korupsi pertambangan batu bara tersebut merupakan kado istimewa Hari Bhakti Adhyaksa ke-64 bagi jajaran Kejati Sumsel.
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, SH, MH,- di Kejati Sumsel, Kota Palembang, Senin (22/7/2024) menjelaskan, keenam tersangka kasus korupsi pertambangan batu bara tersebut merupakan unsur pimpinan perusahaan batu bara, PT Andalas Bara Sejahtera (ABS) atau PT Bara Centra Sejahtera (BCS) dan pejabat Dinas Pertambangan dan Energi (DPE) Lahat, Sumsel.
Masing-masing tersangka, ES selaku Komisaris/Komisaris Utama/Direktur/Direktur Utama PT BCS/PT ABS, G (Direktur/ Direktur Utama/Komisaris PT BCS/PT ABS) dan B (Direktur/ Direktur Utama/ Komisaris PT BCS/PT ABS). Kemudian M (Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat Periode 2010 – 2015), SA dan LD (Kepala Seksi di Dinas Pertambangan Umum Kabupaten Lahat Periode 2010-2015).
Penetapan keenam tersangka tersebut dilakukan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor : PRINT-07/L.6/Fd.1/03/2024 Tanggal 15 Maret 2024. Berdasarkan pengumpulan alat bukti dan barang bukti yang dilakukan Timpidsus Kejati Sumsel, penanganan para tersangka sudah memenuhi syarat seperti diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Menurut Vanny Yulia Eka Sari, kasus korupsi pengelolaan dan izin pertambangan tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan kerugian keuangan negara hingga ratusan miliar. Kasus kerupsi pengelolaan pertambangan batu bara PT BCS/PT ABS tersebut terjadi selama 2010 – 2014 dI wilayah Provinsi Sumsel.
Dikatakan, sebelum melakukan penetapan tersangka dan penahanan, keenam tersangka sudah diperiksa sebagai saksi. Berdasarkan hasil pemeriksaan sudah cukup bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam dugaan perkara korupsi pengelolaan pertambangan di Sumsel. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan penyidikan, perbuatankorupsi keenam tersangka diperkirakan merugikan negara Rp 555 miliar.
“Setelah status para saksi dinaikkan jadi tersangka, mereka langsung ditahan selama dua 20 hari, 22 Juli- 10 Agustus 2024. Lima orang tersangka ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Palembang dan seorang tersangka ditahan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas II A Palembang,”ujarnya.
Pasal Berlapis
Vanny Yulia Eka Sari Adapun mengatakan, Timpidsus Kejati Sumsel menjerat para tersangka dengan pasal berlapis, yakni pasal primair (pokok) dan subsidair (tambahan). Secara primair, para tersangka dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana;
Secara subsidair, para tersangka dinyatakan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Modus Operandi
Dijelaskan, modus operandi korupsi pengelolaan dan izin pertambangan PT ABS tersebut dilakukan secara rapi. PT ABS yang merupakan perusahaan milik swasta memiliki struktur kepengurusan perusahaan yang selalu berubah sejak 2010 – 2013. Para pengurus perusahaan tersebut, Direktur Utama/Komisaris/Direktur selalu berganti mulai dari tersangka ES kepada tersangka B dan selanjutnya kepada tersangka G.
Ketika perusahaan dipimpin tersangka G, tersangka sengaja melakukan kegiatan penambangan di luar Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) miliknya. Penambangan perusahaan masuk ke wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik PT Bukit Asam Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pembebasan lahan wilayah tambang tersebut sudah terlebih dahulu dilakukan PT Bukit Asam Tbk.
Perbuatan pimpinan PT ABS tersebut dilakukan bersama-sama dengan tiga orang Aparatur Sipil Negara (ASN) Republik Indonesia Kabupaten Lahat, yaitu M selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat tahun 2010 – 2015, S (Kepala Seksi Bimbingan Teknis dan Pembinaan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat tahun 2011 – 2016) dan LD (Kepala Seksi pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat tahun 2010 – 2016).
Ketiganya dengan sengaja melakukan pembiaran atau tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam bidang pengawasan pertambangan umum di PT ABS. Ketiga ASN tersebut yang memiliki jabatan sebagai Ketua/Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) bidang Pertambangan Umum Kabupaten Lahat periode 2011 s/d 2013 mengabaikan tugasnya.
Padahal mereka mengetahui perbuatan PT ABS menyalahi aturan, merusak lingkungan dan merugikan negara. Sebagai pelaksana inspeksi tambang, ketiga ASN tersebut mempunyai tugas, yaitu melaksanakan pengawasan pertambangan umum, meliputi kegiatan eksplorasi, produksi, pemasaran, keselamatan dan Kesehatan kerja, lingkungan, konservasi, jasa pertambangan dan penerapan standar pertambangan.
“Timpidsus Kejati Sumsel tentu saja akan terus mendalami alat bukti terkait keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi ini. Saksi yang dimintai keterangan terkait kasus korupsi tersbeut sebanyak 44 orang,”katanya. (Matra/AdeSM/PKS).