(Matra, Tanjungpinang) – Jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) terus mengintensifkan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan praktik judi online (internet) ke berbagai elemen masyarakat. Setelah melakukan beberapa kali penyuluhan mengenai bahaya judi online kepada warga masyarakat di Kota Tanjungpinang, Kejati Kepri mengadakan Fokus Diskusi Grup (Focus Group Discussion/FGD) mengenai pencegahan dan pemberantasan praktik judi online.
Diskusi yang digelar dalam rangka peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-64 dan Ikatan Adhyaksa Dharmakarini ke-24 tersebut dilaksanakan di aula sasana Baharuddin Lopa, Kejati Kepri, Kota Tanjungpinang, Kepri, Kamis (18/7/2024). FGD tersebut diikuti ratusan peserta dari kalangan mahasiswa, jajaran penegak hukum, jajaran Kejati Kepri, Kejaksaan Negeri (Kejari) dan jajaran pemerintahan daerah di Kepri.
Diskusi bertajuk “Judi Online dalam Perspektif Tindak Pidana dan KUHP Baru serta Dampak Sosial bagi Masyarakat Kepulauan Riau” dirangkaikan dengan Launching (Peluncuran) Empat Aplikasi Pelayanan Kejati Kepri.
Tampil sebagai pembicara pada diskusi tersebut, Wakil Kejaksaan Tingi (Wakajati) Kepri, Sufari, SH, MHum, Kepala Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Dr Imron Rosyadi, para pakar hukum dan komunikasi, Prof Dr Soerya Respationo, SH, MH, MM, Prof Dr Syahlan, SH, MHum, Ferdi Chayadi, SKom, MCs dan Dr Hasim, MSi.
Dr Imron Rosyadi pada kesempatan itu memaparkan, judi online merupakan money game (permainan uang) yang sudah direkayasa. Kedua belah pihak, pemain dan bandar berharap mendapatkan keuntungan. Namun namun hal ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya pihak yang dirugikan.
Bandar judi telah mengatur permainan sedemikian rupa sehingga mereka selalu berada di posisi menguntungkan. Di sisi lain pemain judi hanya diberikan kemenangan pada putaran-putaran awal untuk membuat mereka ketagihan. Akhirnya pemain judi mengalami kekalahan terus menerus hingga uang mereka habis dan mereka terjebak dalam hutang.
Dijelaskan, judi online sudah menggurita di berbagai pelosok Tanah Air. Judi online menjebak pemain judi dari berbagai kalangan masyarakat. Jumlah orang Indonesia yang terlibat praktik judi online hingga Juni 2024 mencapai empat juta orang.
Mengutip laporan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Hadi Tjahjanto, Imron Rosyadi mengatakan, mayoritas pemain judi online berasal dari kalangan masyarakat berpendapatan rendah. Usia mereka bervariasi mulai dari anak-anak hingga orang tua. Hal tersebut menunjukkan betapa meluasnya dampak negatif judi online terhadap masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang seharusnya menggunakan uangnya untuk kebutuhan produktif.
Bagaikan Racun
Sementara FGD tersebut menyimpulkan beberapa butir penting mengenai peringatan bahaya judi online. Bahaya judi online dinyatakan bagaikan racun yang menggerogoti masa depan generasi muda. Ibarat api yang membakar, judi online dapat menghanguskan mimpi dan harapan mereka. Awalnya, judi online mungkin tampak menarik dan menjanjikan keuntungan instan. Namun, di balik layarnya tersembunyi bahaya yang mengintai.
Judi online dapat menjerumuskan generasi muda ke dalam lingkaran setan kecanduan. Hasrat untuk meraih kemenangan dan rasa penasaran untuk mencoba peruntungan berkali-kali, membuat mereka terjebak dalam permainan yang tak berujung. Uang yang seharusnya digunakan untuk hal-hal positif, seperti pendidikan dan pengembangan diri, lenyap ditelan taruhan.
Lebih mengkhawatirkan lagi, perputaran uang akibat judi online di Indonesia mencapai Rp 600 triliun. Ini adalah angka yang sangat fantastis dan menunjukkan betapa masifnya operasi judi online di negara kita. Pemerintah pun mengakui betapa sulitnya memberantas judi online ini karena berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi.
FGD tersebut juga menyimpulkan, judi online merupakan bentuk modern dari aktivitas perjudian yang kini dilakukan melalui jaringan internet. Meskipun caranya berbeda, esensinya tetap sama dengan perjudian konvensional. Prinsip zero sum game tetap berlaku, di mana ada pihak yang kalah dan pihak yang menang.
Pihak pertama sebagai bandar mengatur permainan dan mengharapkan keuntungan dari kekalahan pihak kedua. Sementara pihak kedua, dengan harapan memperoleh keuntungan besar, sering kali menjadi korban dari permainan yang sudah direkayasa ini.
Komitmen Pemerintah
Berdasarkan FGD tersebut, pemerintah tetap komitmen memberantas judi online, tidak hanya dalam bentuk imbauan, tetapi juga tindakan nyata. Hingga saat ini, pemerintah telah berhasil men-take down (menghapus) sekitar 2,1 juta situs judi online.
Wakajati Kepri, Sufari mengatakan, pemberantasan judi online melalui penghapusan jutaan situs judi online tersebut merupakan upaya yang luar biasa untuk mengurangi akses masyarakat terhadap platform-platform judi yang merusak tersebut. Selain itu, pemerintah juga tengah mempersiapkan pembentukan Satgas Judi Online yang akan menjadi garda terdepan memerangi operasi judi online di Indonesia.
Dikatakan, Jaksa Agung, ST Burhanuddin juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: B-83/A/SKJA/06/2024 tanggal 21 Juni 2024 yang secara tegas melarang segala bentuk kegiatan judi online di lingkungan Kejaksaan RI.
Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa di tingkat lembaga hukum tertinggi pun, komitmen untuk memberantas judi online sangatlah kuat. Langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi lembaga dan institusi lainnya untuk turut serta dalam perjuangan ini.
Menurut Sufari, seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, KUHP terus mengalami perubahan dan penyempurnaan. Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan sekarang dibaharui dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Judi online diatur lebih lanjut pada Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE. Perbuatan judi juga diatur dalam Pasal 303 dan 303 KUHP, serta Pasal 426 dan Pasal 427 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru).
“Dengan adanya regulasi ini, kita berharap dapat memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku judi online serta memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak negatif judi online,”ujarnya.
“Launching Aplikasi”
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso, SH, MH pada kesmepatan tersebut mengatakan, launching empat aplikasi yang dilakukan Kajati Kepri, Kajati Kepri Teguh Subroto, SH, MH pada FGD mengenaipemberantasan judi online tersebut merupakan terobosan upaya penegakan dan pelayanan hukum di tengah masyarakat.
Dalam upaya memperkuat tata organisasi dan meningkatkan pelayanan di Kejati Kepri, kata Denny Anteng Prakoso, pihaknya meluncurkan empat aplikasi yang diharapkan dapat mendukung tugas dan fungsi jajaran Kejati Kepri dalam penegakan hukum, termasuk pencegahan dan penanggulangan judi online.
Keempat aplikasi tersbeut merupakan bagian integral dari program Rencana Aksi Perubahan yang diikuti para peserta Pendidikan Pelatihan Administrator Tahun 2024 dari Kejati Kepri. Melalui aplikasi-aplikasi tersebut, jajaran Kejati Kepri berkomitmen lebih dekat dengan masyarakat guna mewujudkan penegakan hukum yang adil, pasti dan bermanfaat.
Dikatakan, Kejati Kepri kini juga memiliki aplikasi Sistem Informasi Pelacakan Aset (SiLAT) Perkara Korupsi Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Kepri. Aplikasi tersebut dirancang untuk melacak aset-aset yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Melalui SiLAT, proses pelacakan aset menjadi lebih efektif dan transparan. Melalui aplikasi SiLAT, risiko penyalahgunaan aset dapat diminimalisir dan pemulihan kerugian negara dapat dipercepat.
Denny Anteng Prakoso mengatakan, aplikasi Hukum Sinar Kepri merupakan sebuah program penyuluhan dan penerangan hukum gratis dari pintu ke pintu bagi masyarakat miskin dan rentan. Program ini dijalankan Bidang Intelijen Kejati Kepri. Tujuannya meningkatkan kesadaran hukum di kalangan masyarakat dan memberikan bantuan hukum yang diperlukan.
“Melalui aplikasi Hukum Sinar Kepri, kami berharap dapat menjangkau masyarakat yang selama ini kurang terakses layanan hukum dan memberikan mereka pengetahuan serta perlindungan yang lebih baik,”katanya.
Sementara itu, aplikasi Sistem Informasi Restitusi (Si-Resti) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Kejati Kepri berfungsi mengelola dan memantau restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang. Aplikasi tersebut dioperasikan oleh Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kepri.
Melalui aplikasi Si-Resti, lanjut Denny Anteng Prakoso, proses pengajuan dan pemberian restitusi menjadi lebih terstruktur dan terpantau dengan baik, sehingga dapat memberikan keadilan dan pemulihan bagi para korban secara lebih cepat dan tepat.
Sementara aplikasi Sistem Informasi Persuratan Undangan Pimpinan (Simpedan) yang dikelola Bagian Tata Usaha Kejati Kepri bertujuan mengelola persuratan dan undangan secara lebih efektif dan efisien. Melalui digitalisasi proses persuratan diharapkan dapat mengurangi birokrasi yang berbelit. Aplikasi Simpedan juga akan mempercepat alur komunikasi serta koordinasi antarbagian di lingkungan Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.
“Peluncuran empat aplikasi ini bukan hanya sekadar inovasi teknologi, tetapi juga merupakan bentuk nyata komitmen kami memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Kepri. Kami mengajak semua pihak berpartisipasi aktif memanfaatkan dan mengembangkan aplikasi-aplikasi ini demi tercapainya tujuan bersama, yaitu penegakan hukum yang lebih baik dan lebih dekat dengan masyarakat,”katanya. (Matra/Radesman Saragih).