(Matra, Semarang) – Angka perceraian di Indonesia masih relatif tinggi dan meprihatinkan. Hingga akhir tahun 2023, sekitar 516.344 perkawinan di Indonesia berakhir dengan perceraian. Pemicu perceraian tersebut banyak masalah kecil-kecil dan sepele. Tingginya angka perceraian tersebut perlu mendapatkan perhatian serius guna mencegah meningkatnya anak-anak yang terlantar dan menderita stunting (gangguan pertumbuhan akibat kurang gizi).
Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, DR (HC) dr Hasto Wardoyo, SpOG (K) pada puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 tahun 2024 di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Sabtu (29/6/2024).
Puncak Harganas itu turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy dan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana.
Menurut Hasto Wardoyo, tingginya angka perceraian di Indonesia dipengaruhi tiga masalah, yakni banyaknya toxic people (orang-orang bermasalah), toxic relationship (hubungan bermasalah) dan toxic friendships (masalah persahabatan). Ketiga hal tersebut memicu terjadinya sikap uring-uringan di tegah keluarga.
Akhirnya suami – siteri bercerai. Perceraian mayoritas disebabkan perbedaan kecil-kecil (sepele) yang berkepanjangan. Masalah-masalah keluarga yang memicu perceraian itu juga bisa dipengaruhi perkawinan usia dini.
“Kita bersyukur ada faktor sensitif, termasuk yang sangat populer, perkawinan usia anak mengalami penurunan secara signifikan yaitu 6,92 %. Dispensasi nikah dini juga menurun. Kondisi tersebut membuat perceraian dan stunting berkurang ,”katanya.
Sementara itu, menurut Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, pihaknya terus meningkatkan pencegahan perkawinan atau pernikahan dini guna menekan angka perceraian dan kasus stunting. Pencegahan perceraian juga dilakukan melalui peningkatankesehatan mental bagi masyarakat.
Menurut Nana Sudjana, Jawa Tengah masih terus berjuang untuk meminimalisir kemiskinan ekstrem dan mengendalikan laju inflasi. Hal ini korelasinya sangat erat dengan upaya mewujudkan keluarga tenteram, mandiri dan bahagia.
“Kami berharap momen Harganas ini bisa meningkatkan kepedulian keluarga Indonesia dalam pencegahan stunting, menjadi motivasi untuk penguatan komitmen bersama dalam menurunkan stunting,” tuturnya.
Kasih Sayang
Sementara, Menko PMK, Muhadjir Effendy pada kesempatan itu menjalaskan, untuk membangun keluarga yang tangguh, kuncinya dua, yaitu kasih dan sayang. Tanpa kasih dan sayang di dalam keluarga tidak mungkin akan terbangun keluarga yang kokoh.
Menurutnya Muhadjir Effendy, perempuanlah yang akan menentukan nasib bangsa ini. Polanya sudah ditemukan dalam penanganan keluarga. Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah remaja putri. Remaja putri harus disiapkan betul-betul. Kondisinya harus betul-betul sehat. Karena dialah yang akan menentukan masa depan Indonesia.
“Karena itu, sejak remaja, mereka sudah harus dicek kesehatannya. Tidak boleh mengalami anemia, kekurangan darah berkepanjangan, anemia kronis. Anemia kronis akan berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi remaja putri. Kalau kondisi rahim perempuan tidak sehat, peluang untuk melahirkan generasi tidak sehat sangat besar, termasuk generasi stunting,”ujarnya.
Dikatakan, dirinya sudah berkali-kali meminta Menteri Kesehatan memberikan pil penambah darah yang betul-betul akrab dengan lidah remaja putri. Hal itu penting karena selama ini masih ditemukan beberapa kasus, remaja putri membuang pil penambah darah yang mereka terima karena dirasakan tidak enak di lidah.
“Kalau bisa sekarang dibikin pil yang membuat remaja putri bukan hanya senang tapi kecanduan sehingga tidak perlu disuruh dia akan cari pil penambah darah itu,”katanya. (Matra/AdeSM/HBP).