Kepala Seksi Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara Kejati Kepri, Abdul Malik, SH (kiri) pada Penyuluhan Pencegahan TPPO di Gedung Wanita Tun Embung Fatimah Kota Tanjungpinang, Kepri, Rabu (26/6/2024). (Foto : Matra/PenkumKejatiKepri).

(Matra, Tanjungpinang) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) meningkatkan pencegahan dan penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Upaya itu dilakukan menyusul masih cukup tingginya potensi TPPO di wilayah Kepri. Salah satu terobosan yang dilakukan mengatasi TPPO tersebut, yakni melakukan penyuluhan hukum kepada berbagai elemen masyarakat dan pihak pengerahan tenaga kerja ke luar negeri di Tanjungpinang, Kepri.

Penyuluhan hukum tentang pencegahan dan penanggulangan TPPO yang digelar Tim Penerangan Hukum Kejati Kepri di Gedung Wanita Tun Embung Fatimah Kota Tanjungpinang, Kepri, Rabu (26/6/2024) dihadiri 60 orang. Peserta penyuluhan hukum tersebut berasal unsur pimpinan Dinas Tenaga Kerja se-Provinsi Kepri dan unsur Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tanjungpinang.

Kemudian para Kepala Desa/Lurah se-Provinsi Kepri yang penduduknya banyak memberangkatkan tenaga kerja ke luar negeri. Selain itu agen penyalur tenaga kerja, lembaga swadaya masyarakat yang selalu menyoroti tentang penyaluran tenaga kerja.

Turut hadir pada kesempatan itu, Koordinator pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kepri, Nurul Anwar, SH, MH dan Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso, SH, MH.

Tampil sebagai pembicara atau narasumber pada penyuluhan hukum tentang TPPO tersebut, Kepala Seksi Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kepri, Abdul Malik, SH dan Ketua Tim Perlindungan BP3MI Kepri, Radhen Anthon Novriansyah Vutaco, SAp.

Menurut Abdul Malik, potensi TPPO di wilayah Kepri masih cukup tinggi karena kedekatan geografis Kepri dengan Malaysia dan Singapura. Kemudian warga masyarakat di Kepri cukup banyak yang tertarik bekerja di luar negeri. Hal tersebut disebabkan kesulitan mereka mendapatkan pekerjaan, ketertinggalan pembangunan daerah dan gaya hidup materialis masyarakat.

Dijelaskan, modus operandi atau cara-cara TPPO antara lain merekrut tenaga kerja untuk asisten atau pembantu rumah tangga. Kemudian mengadakan duta seni/budaya/besasiswa dan perkawinan pesanan (kontrak). Selain itu melakukan penipuan melalui program magang kerja ke luar negeri, pengangkatan anak, terjerat uang, penculikan anak, umroh dan tenaga kerja ke luar negeri.

Peserta Penyuluhan Pencegahan TPPO di Gedung Wanita Tun Embung Fatimah Kota Tanjungpinang, Kepri, Rabu (26/6/2024). (Foto : Matra/PenkumKejatiKepri).

Pemicu

Abdul Malik menjelaskan, pemicu atau faktor penyebab meningkatnya TPPO antara lain budaya patriarkhi (objektivitas seksual perempuan, nilai keperawanan dan komoditas). Kemudian tuntutan aktualisasi perempuan, kemiskinan, pendidikan dan keterampilan rendah dan nikah usia muda (di bawah umur).

Selain itu, masih adanya tradisi perbudakan dan eksploitasi perempuan (selir, perempuan sebagai upeti, sahaya), sikap permisif terhadap pelacuran, urban life style (konsumtif, materialistik), pembangunan belum menyentuh daerah terpencil (terisolasi), terbatasnya lapangan pekerjaan.

Dikatakan, TPPO terjadi biasanya melalui perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan dan penerimaan seseorang. Cara lain pelaku TPPO, yakni menggunakan ancaman kekerasan atau menggunakan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang dan memberi bayaran atau manfaat,”katanya.

“Para pelaku TPPO biasanya mengeksploitasi korban. Hal ini terjadi pada kasus pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan/praktek serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, perdagangan organ reproduksi (transplantasi organ/jaringan tubuh) dan memanfaatkan tenaga kemampuan seseorang,”ujarnya.

Sementara itu, Ketua Tim Perlindungan BP3MI Kepri, Radhen Anthon Novriansyah Vutaco, Sap pada kesempatan tersbeut mengatakan, perlindungan pekerja migran Indonesia di Kepri perlu ditingkatkan. Hal itu penting karena wilayah Kepri yang dekat dengan Malaysia dan Singapura sangat rawan TPPO. Kedua negara tersbeut merupakan pintu keluar masuk (entry – exit) ke luar negeri yang dekat dengan wilayah Kepri.

Dikatakan, para tenaga kerja dari wilayah Kepri masih banyak yang bekerja ke Malaysia dan Singapura, baik secara legal maupun ilegal. Hal itu disebabkan tradisi (kebiasaan turun – temurun) masyarakat di Kepri bekerja di Malaysia dan Singapura. Pekerja Migran Indonesia (PMI) di kedua negara tersebut merupakan penyumbang devisa negara terbesar kedua dengan nilai Rp 159,6 triliun beberapa tahun terakhir.

“Guna mencegah TPPO, BP2MI di Kepri terus meningkatkan perlindungan kepada para tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan keluarganya. Kemudian kami juga penyebarluasan informasi peluang kerja ke luar negeri, melakukan koordinasi dan sinergi kepada seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) terkait perlindungan PMI,”ujarnya.

Sementara menurut, Denny Anteng Prakoso, penyuluhan hukum tentang TPPO tersbeut terselenggara atas kerja sama Kejati Kepri dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang. Penyuluhan hukum bertajuk “Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)” tersebut dilaksanakan guna meningkatkan kesadaran seluruh elemen masyarakat di Kepri mencegah TPPO.

Dikatakan, human trafficking (perdagangan orang) merupakan kejahatan antar negara (transnational crime) yang bertentangan dengan harkat, martabat kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Human trafficking atau perdagangan orang juga meupakan kejahatan terorganisir.

Karena itu, berbagai bentuk human trafficking harus dicegah dan diberantas tuntas. Pencegahan dan penanggulangan TPPO dilandaskan pada Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Kemudian Konvensi Palermo tahun 2000, yaitu United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC), di Palermo, Italia.

“Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) mengadakan konferensi mengenai pencegahan, penekanan dan penghukuman perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak. Hal itu melengkapi konvensi PBB terhadap kejahatan transnasional yang terorganisir,”katanya. (Matra/AdeSM/PKK).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *