
(Matra, Jambi) – Kota Jambi termasuk daerah yang tidak memiliki areal atau lahan tanaman pangan, khususnya areal tanaman sayur yang relatif terbatas. Luas areal tanaman pangan dan hortikultura di Kota Jambi saat ini hanya sekitar 596 (ha) dari sekitar 205,38 kilometer (Km) persegi luas Kota Jambi.
Luas tanaman hortikultura atau sayuran semusim seperti sawi di Kota Jambi saat ini hanya sekitar 189 ha, kangkung (207 ha) dan bayam (200 ha) dengan produksi sekitar 6,6 ton/tahun. Kebutuhan konsumsi sayuran sekitar 611.353 jiwa penduduk Jambi saat ini mencapai 33,62 ton/tahun.
Namun di tengah keterbatasan luas lahan dan produksi sayur-sayuran di Kota Jambi tersebut para petani sayuran di Kota Jambi terus menekuni usaha tanaman sayur-sayuran. Salah satu sentra tanaman sayur-sayuran yang masih bertahan di Kota Jambi, yakni di kawasan Palmerah, Jambi Selatan Kota Jambi.
Jumlah petani di sentra pertanian taaman sayuran tersebut saat ini tersisa 20 kepala keluarga (KK). Mereka tergabung dalam Kelompok Tani (KT) Sido Makmur yang dipimpin ketuanya, Januri (63). Luas lahan tanaman sayuran yang dikelola para petani KT Sido Makmur mencapai 40 ha atau rata-rata dua hektare/KK. Para petani asal Jawa tersebut umumnya bekerja dengan telaten, sehingga rejeki mereka tetap paten alias menguntungkan.
Januri kepada medialintassumatera.net (Matra) di sentra sayur-mayur Palmerah, Kota Jambi, baru-baru ini mengatakan, keluarganya kini mengolah sekitar satu hektare lahan garapan untuk menamam sayur-mayur. Tanaman sayuran semusim yang dikembangkan Januri dan para petani di Palmerah tersebut terutama sawi, kangkung, kacang panjang, bunga kol, selada, kemangi dan tanaman sejenis lainnya.
Sistem penanaman yang dilakukan Januri dan para petani sayur lainnya secara bertahap atau bergilir. Hal itu dilakukan untuk mengatur agar tanaman sayur bisa dipanen setiap hari. Hasil panen sayuran Januri dari lahan satu hektare setiap minggu rata-rata 200 kilogram (kg) setiap minggu atau 800 Kg per bulan.
Hasil panen sayur Januri, khususnya sayur jenis sawi dijual rata-rata Rp 15.000/kg di lokasi. Para agen atau pembeli datang menjemput hasil panen ke ladangnya. Bila dihitung hasil panen sayur rata-rata 200 Kg setiap minggu dengan harga jual Rp 15.000/kg.
Jadi, Januri bisa mendapatkan penghasilan rata-rata Rp 3 juta per minggu atau Rp 12 juta per bulan. Setelah dipotong biaya pengolahan usaha tani, baik itu upah dua orang pekerja, benih dan pupuk kandang rata-rata Rp 2 juta per minggu, berarti hasil bersih yang diperoleh Januri dari panen sayur mencapai Rp 1 juta setiap minggu atau Rp 4 juta per bulan.
“Hingga saat ini, kami bisa mendapatkan hasil bersih dari panen sayur rata-rata Rp 1 juta setiap minggu. Penghasilan tersebut kami peroleh secara rutin karena panen juga rutin dilakukan setiap minggu. Kami tidak mengeluarkan ongkos angkut karena pedagang atau agen yang datang menjemput hasil panen ke ladang kami ini,”katanya
Kendala yang dihadapi para petani di Palmerah, Kota Jambi, termasuk Januri sendiri, yakni masalah status lahan atau areal dan kesulitan mendapatkan pupuk.

Petani Penggarap
Menurut Januri, seluruh petani sayuran yang tergabung dalam KT Sido Makmur Palmerah, Kota Jambi hanya petani penggarap. Mereka mengolah lahand engan status menumpang. Ketika pemilik lahan memanfaatkan lahannya menjadi permukiman dan bangunan lainnya, mereka akan kehilangan lahan usaha.
Saat ini sebagian lahan usaha tanaman sayuran di kawasan Palmerah, Kota Jambi sudah dibangun perumahan. Sebagian lagi dialihkan menjadi areal perluasan Bandara Sultan Thaha Syaifuddin Kota Jambi.
Dijelaskan, ketika KT Sido Makmur terbentuk tahun 2006, lahan pertanian yang diolah 77 KK petani anggota KT Sido Makmur mencapai 221 ha. Tetapi setelah sebagian lahan dialihkan menjadi kawasan areal bandara dan perumahan, kini luas lahan tanaman sayuran anggota KT Sido Makmur tersisa 40 ha. Kemudian jumlah petani anggota KT Sido Makmur juga berkurang menjadi 20 KK.
“Sebagian petani beralih pekerjaan menjadi pekerja bangunan dan pedagang kecil. Sedangkan sebagian lagi berpindah menggarap lahan di wilayah pinggiran Kota Jambi, Kecamatan Alam Barajo,”katanya.
Terkait masalah pupuk, Januri mengatakan, para petani sayur di Palmerah, Kota Jambi tak pernah lagi mendapatkan pupuk urea bersubsidi. Masalahnya, kuota pupuk urea bersubsidi untuk tanaman hortikultura (sayuran) di Kota Jambi sudah lama dicabut. Sedangkan untuk membeli pupuk nonsubsidi di toko pupuk, para petani tidak sanggup karena harganya mencapai Rp 500.000/sak.
“Jadi selama ini kami hanya mengandalkan pupuk kandang atau kompos dari kotoran ayam. Pupuk kandang pun kini mulai sulit ditemukan karena banyak dibeli para petani sawit. Saya sendirimenggunakan pupuk kandang rata-rata 20 karung setiap bulan,”katanya.
Menurut Januri, keluhan para petani mengenai lahan dan pupuk tersebut sudah sering disampaikan kepada pemerintah. Baik Pemerintah Kota Jambi, Provinsi Jambi maupun Pemerintah Pusat. Bahkan menteri pun sudah pernah datang ke sentra pertanian sayur ini. Namun masalah kesulitan lahan dan pupuk yang kami keluhkan belum pernah mendapatkan solusi.
“Kami sangat membutuhkan tanah atau lahan bersertifikat milik sendiri untuk mengembangkan usaha tanaman sayur-sayuran ini. Kemudian kami juga mengharapkan adanya alokasi pupuk bersubsidi untuk para petani sayuran di Kota Jambi. Kalau lahan sudah bersertifikat dan kami dapat kuota pupuk bersubsidi, usaha tani dan penghasilan kami akan meningkat,”katanya. (Matra/Radesman Saragih).