Unjuk rasa warga Kecamatan Mandoge, Asahan di halaman gedung DPRD Asahan Asahan, Sumut, Kamis (6/6/2024). (Foto : Matra/JS).

(Matra, Asahan) – Dugaan penyerobotan lahan desa yang dilakukan perusahaan di Kampung Sigalungan, Desa Hutapadang dan Desa Huta Bagasan, Kecamatan mandoge, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) akhirnya memicu amarah warga masyarakat daerah itu.

Ratusan warga masyarakat Kecamatan Mandoge yang tergabung dalam Gerakan Aksi Mahasiswa dan Masyarakat Asahan untuk Keadilan Tanah dan Reforma Agraria (Gamaktara) menggelar unjuk rasa di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Asahan, kantor Bupati Asahan dan ke kantor DPRD Kabupaten Asahan, Sumut, Kamis (6/6/2024.

Para pengunjuk rasa mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan, BPN Asahan dan DPRD Asahan berupaya menyelesaikan sengketa atau konflik lahan tersebut agar pihak perusahaan mengembalikan lahan sengketa kepada masyarakat.

Para pejabat BPN, Bupati dan DORD Kabupaten Asahan tidak satu pun menemui dan menerima aspirasi para pengunjuk rasa. Setelah menyampaikan orasi dan tuntutan, para pengunjuk rasa pun membubarkan diri dan berjanji akan kembali melakukan aksi unjuk rasa.

Koordinator Aksi Gamaktara, Nanda Erlangga menyebutkan, perusahaan yang diduga menyerobot lahan masyarakat tersebut, yakni PT Sari Persada Raya (SPR). Luas lahan yang mereka kuasai mencapai 336,54 ha. Lahan tersebut berstatus hak guna usaha (HGU) yang berada di Kampung Sigalungun Desa Hutapadang dan Desa Huta Bagasan, Kecamatan Mandoge, Kabupaten Asahan. Di atas HGU tersebut sudah ada permukiman warga, kantor pelayanan publik dan perladangan warga.

Ketika membacakan tuntutan masyarakat, Nanda Erlanga mengatakan, warga masyarakat Mandoge meminta pihak PT SPR membebaskan HGU yang sudah menjadi Kamoung Sigalungan dan perladangan masyarakat.

Warga Kecamatan Mandoge yang tergabung dalam Gamaktara menggelar unjuk rasa di halaman gedung DPRD Asahan Asahan, Sumut, Kamis (6/6/2024). (Foto : Matra/JS).

Perladangan

Kemudian warga masyarakat Mandoge juga meminta pihak PT SPR membebaskan lahan HGU yang kini menjadi Kampung Perbutatan, Aek Natulu dan perladangan warga.

“Keluarkan juga lahan enclave (daerah sekitar) yang telah dipetakan kehutanan. Selain itu ukur ulang HGU PT SPR, kembalikan tanah kelebihan HGU kepada negara dan tolak perpanjangan HGU PT STR,”tegasnya.

Nanda Erlanga menegaskan, masyarakat Mandoge yang tergabung dalam Gamaktara siap melawan pejabat yang tidak perduli penderitaan rakyat. Karena itu pihaknya meminta BPN dan DPRD Asahan segera menerima aspirasi dan memperjuangkan tuntutan mereka.

Sementara itu, seorang aktivis Gamaktara Asahan, Johan Iskandar pada kesempatan tersebut mengatakan, berdasarkan Pasal 25 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan Hak atas Tanah Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, bahwa HGU tidak dipergunakan dan direncanakan untuk kepentingan umum.

“Artinya bangunan yang sifatnya untuk pelayanan publik tidak bisa didirikan di lahan HGU. Namun kantor pemerintahan Asahan bisa bisa berdiri di lahan HGU di daerah ini. Hal ini sudah menyalahi aturan,”katanya. (Matra/AdeSM/PR).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *