Kasi Penkum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso (dua dari kanan) menerima cendera mata seusai Penyuluhan Hukum Jaksa Masuk Sekolah di SMAN 20 dan SMAN 8 Kota Batam, Kepri, Kamis (30/5/2024). (Foto : Matra/PenkumKejatiKepri).

(Matra, Kepri) – Tim Jaksa Masuk Sekolah (JMS) Kejasaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) menggelar penyuluhan hukum di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 20 Batam dan SMAN 8 Batam, Kepri, Kamis (30/5/2024). Penyuluhan Hukum Tim JMS Kejati Kepri tersebut dimaksudkan melakukan revolusi mental karakter anak bangsa di bidang pendidikan, khussunya di kalangan siswa sekolah.

Penyuluhan hukum di sekolah bertajuk “Pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkotika dan Perundungan (Bullying)” tersebut merupakan bagian Program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (Binmatkum) Kejati Kepri.

JMS di Batam tersebut menampilkan pembicara atau narasumber, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso, SH, MH dan Kasi Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen Kejati Kepri, M Chadafi Nasution, SH, MH.

JMS tersebut turut dihadiri Fungsional Analis Kebijakan Ahli Muda II pada Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau, Mirza, SSos, MAP, Analis Satuan Pendidikan pada Bidang Pembinaan SMA, Yuliana, SSos, MM, Kepala Sekolah SMAN 20 Batam, Adi Saputra, MPd, Kepala Sekolah SMAN 8 Batam, Elmi, SPd, para guru dan siswa.

Penyuluhan hukum di SMAN 20 dan SMAN 8 Batam tersbeut secara khusus membahas pencegahan, dampak dan sanksi hukum perundungan (bullying), penyalahgunaan narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) dan premanisme di sekolah.

Penyuluhan hukum terkait perundungan, narkoba dan premanisme tersebut perlu dilakukan kepada siswa secara dini agar mereka yang merupakan generasi penerus bangsa tidak sampai terjerumus perilaku perundungan, penyalahgunaan narkoba dan premanisma. Hal itu penting agar masa depan para siswa tidak rusak.

Para narasumber, kepala sekolah, guru dan siswa pada Penyuluhan Hukum Jaksa Masuk Sekolah di SMAN 20 dan SMAN 8 Kota Batam, Kepri, Kamis (30/5/2024). (Foto : Matra/PenkumKejatiKepri).

Bahaya Perundungan

Denny Anteng Prakoso mengatakan, perundungan bisa terjadi karena adanya kesempatan. Misalnya adanya anak yang merasa dominan atau memiliki harga diri/konsep diri yang rendah di sekolah dan memiliki karakter agresif. Sifat seperti itu bisa disebabkan pengalaman atau pola asuh keluarga yang kurang sesuai.

Kemudian minimnya pengawasan dan rendahnya kepedulian sekolah terhadap perilaku siswa-siswinya. Selain itu lingkungan sekolah yang mendukung tumbuh suburnya premanisme di sekolah seperti geng/kelompok yang tidak terorganisir dan tidak mempunyai tujuan yang jelas.

Dikatakan, perundungan juga bisa terjadi karena korban dianggap berbeda, dianggap lemah, memiliki rasa percaya diri yang rendah, kurang popular dan tidak memiliki banyak teman. Pelaku perundungan akan memiliki rasa percaya diri tinggi, bersifat agresif, berwatak keras dan tidak bisa konsentrasi belajar.

“Hal itu dipicu pikirannya yang lebih banyak mengincar dan merencanakan tindakan berikutnya. Sedangkan dampak perundungan bagi korban, yakni merasa depresi, marah, rendahnya kehadiran, menurunkan intensitas pergi ke sekolah karena merasa cemas dan takut hingga rendahnya prestasi belajar,”katanya.

Denny Anteng Prakoso menyebutkan, masyarakat umum, masih banyak yang kurang memahami bentuk-bentuk perundungan. Karena itu pemahaman tentang perundungan penting agar bisa mencegah perundugan tersebut, terutama di lingkungan sekolah.

Menurut Denny Anteng Prakoso, berdasarkan kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perundungan diartikan sebagai perilaku mengganggu, menjahili terus terusan, membuat susah, menyakiti orang lain baik fisik ataupun psikisnya. Praktik perundungan tersebut bisa dalam bentuk kekerasan verbal, sosial dan fisik terus menerus dan dari waktu ke waktu.

Sedangkan menurut Riauskina, Djuwita dan Doesetio (2005), perundungan merupakan perilaku agresif yang dilakukan berulang – ulang oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah.

Perundungan itu dilakukan menyakiti orang tersebut. Perundungan tersebut bisa berbentuk kontak fisik, kontak verbal langsung, perilaku non verbal langsung, perilaku non verbal tidak langsung, cyber bullying (perundungan di media sosial/siber) dan pelecehan seksual.

Narkoba

Sementara itu, Kasi Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen Kejati Kepri, M Chadafi Nasution pada kesempatan tersebut menjelaskan, penyalahgunaan narkoba di sekolah juga sangat perlu diwaspadai. Sebab saat ini, siswa di sekolah juga menjadi salah satu sasaran empuk para pengedar narkoba. Kemudian bahaya narkoba pada kehidupan dan kesehatan pecandu dan keluarganya semakin meresahkan.

Dijelaskan, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, narkotika merupakan zat buatan ataupun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran serta menyebabkan kecanduan. Narkotika terdiri dari Golongan I ex Ganja, Opium, Shabu-Shabu, Pil Extasi. Golongan II ex. Morfin, Alfaprodina dan Golongan III ex. Codein dan sebagainya.

Para pelaku penyalahgunaan narkoba, katanya, bisa diancam hukuman berat. Berdasarkan UU tentang Narkotika, pelaku penyalahgunaan narkoba, baik pemakai, pengedar dan Bandar bisa dipidana penjara paling singkat empat) tahun dan paling lama seumur hidup. Sedanfkan dendanya minimal paling sedikit Rp 1 juta dan paling besar Rp 10 miliar.

“Karena itu kami mengharapkan para siswa dapat mengetahui bahwa ancaman hukuman pidana bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana narkotika sangat berat. Jadi para siswa diharapkan dapat menghindari perbuatan yang melanggar hukum ini,”ujarnya.

Tugas Jaksa

Kasi Penkum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso pada kesempatan itu juga menjelaskan tentang tugas dan wewenang Kejaksaan RI berdasarkan Pasal 30 UU Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI. Salah satu tugas tersebut, mewujudkan ketertiban dan ketenteraman umum Bidang Intelijen Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

Sedangkan pada Instruksi Jaksa Agung RI tentang Pelaksanaan Peningkatan Tugas Penerangan dan Penyuluhan Hukum Binmatkum dan sebagai wujud nyata kinerja Pemerintah RI melalui Program Nawa Cita Point kedelapan disebutkan, “Melakukan Revolusi Karakter Bangsa”. Program tersebut menitikberatkan pada revolusi karakter bangsa di bidang pendidikan nasional.

”Program tersbeut perlu didukung dan dilaksanakan melalui langkah strategis dan efektif. Di antaranya melakukan langkah strategis dan efektif guna mewujudkan revolusi karakter bangsa bidang pendidikan. Hal itu bisa dilakukan melalui penyuluhan dan penerangan hukum sebagai bagian tugas dan fungsi Kejaksaan RI, khususnya Jaksa Masuk Sekolah (JMS),”katanya.

Dikatakan, Program JMS di tingkat SD, SMP hingga SMA penting untuk memperkaya khasanah pengetahuan siswa terhadap hukum dan perundang-undangan serta menciptakan generasi baru taat hukum dengan Tagline “Kenali Hukum Jauhkan Hukuman“. (Matra/AdeSM/PKK).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *