(Matra, Jakarta) – Seluruh jaksa atau insan Adhyaksa di Indonesia harus bisa mematri prinsip Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif (Ber-AKHLAK) menjadi jati diri atau karakter pribadi dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum dan pelayan masyarakat. Hal itu penting agar seluruh jaksa mampu melakukan penegakan hukum dan memberikan pelayanan terbaik menyongsong Indonesia Emas 2045.
“Khususnya para calon jaksa, prinsip utama (core velue) Ber-AKHLAK harus benar-benar diketahui dan dipahami secara jelas sebelum terjun menjalankan tugas. Jaksa BerAKHLAK menjadi jawaban terhadap dinamika penegakan hukum yang membutuhkan seorang jaksa yang tidak hanya cerdas, melainkan juga memiliki kapabilitas, profesionalisme tinggi, berintegritas dan serta responsif terhadap perubahan serta tujuan organisasi,”tegas Jaksa Agung, Prof Dr H Sanitiar Burhanuddin, SH, MM dalam sambutannya yang disampaikan Wakil Jaksa Agung, Dr Sunarta pada Pembukaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan ke-81 Gelombang I Tahun 2024 di kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Diklat PPPJ bertajuk “Jaksa BerAKHLAK Menuju Indonesia Emas” tersebut diikuti 349 orang peserta atau calon jaksa. Para calon jaksa tersebut akan ditempa menjadi jaksa professional selama tiga bulan ke depan.
Wakil Jaksa Agung, Dr Sunarta pada kesempatan itu mengatakan, tema Diklat PPPJ kali ini selaras dengan kebijakan pemerintah mendorong transformasi aparatur dan abdi negara melalui penerapan core value BerAkhlak, tak terkecuali bagi insan Adhyaksa.
“Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif menjadi karakter yang harus dimiliki tiap insan adhyaksa, khususnya para calon jaksa yang akan ditempa dalam waktu beberapa bulan ke depan,”katanya.
Menurut Sunarta, Diklat PPPJ tersebut tidak hanya menjadi rutinitas tahunan semata. Diklat PPJ tersebut juga merupakan pembekalan utama kepada setiap jaksa agar bisa menjadi jaksa yang tangguh, yaitu jaksa yang senantiasa mengembangkan potensi diri melalui belajar secara berkelanjutan (lifelong learning) dan belajar pada setiap situasi dan kondisi (learning by circumstances).
Dijelaskan, Diklat PPPJ ini merupakan suatu proses transformasi pegawai kejaksaan dari seorang staf tata usaha menjadi pejabat fungsional jaksa. Perubahan ini tentu sangat signifikan, baik dari segi tanggung jawab, kewenangan dan perilaku hidupnya.
“Pergantian status tersebut tentunya harus diimbangi dengan perubahan mental, pola pikir dan pola kerja yang berorientasi pada integritas dan profesionalitas. Dengan demikian seorang jaksa mampu menghilangkan potensi penyalahgunaan kewenangan dalam bertugas,”ujarnya.
Sunarta mengatakan, Jaksa Agung mengharapkan agar seluruh peserta Diklat PPPJ harus bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab baik kepada diri sendiri, orang tua beserta institusi yang telah memberikan kepercayaan untuk mengikuti diklat tersebut.
Penyelenggaraan Diklat PPPJ Tahun 2024 Kejagung tersebut merupakan momentum yang tepat bagi para peserta untuk mempelajari dan menguasai penerapan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional meskipun baru akan berlaku di tahun 2026. Namun dengan adanya dinamika baru dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab bagi penuntut umum, para calon jaksa harus mempersiapkan diri sejak dini dengan sebaik mungkin.
Selain itu, tambahnya, beberapa tindak pidana yang berpotensi menyita perhatian masyarakat hendaknya tidak luput bagi para peserta untuk dapat membangun struktur berpikir yuridis yang konstruktif. Misalnya tindak pidana korupsi dan pencucian uang, tindak pidana terkait narkotika, mafia tanah dan sensibilitas gender serta konsep keadilan restoratif yang senantiasa digalakkan oleh kejaksaan.
“Saat ini kita sudah berada di tengah-tengah perkembangan era digital, suatu era yang kecanggihan dan kecerdasan teknologi secara perlahan akan mendegradasi kecerdasan manusia. Perkembangan teknologi tersebut juga telah membuka ruang akses teknologi informasi yang borderless (tanpa batas),” ujarnya.
Dikatakan, sektor penegakan hukum pun tak luput terkena dampak dari perkembangan teknologi dan digital tersebut. Mulai dari permasalahan tempus (suhu) dan locus delicti (kumpulan delik) kejahatan di dunia maya sampai pada kemungkinan berkembangnya subjek hukum dengan adanya artifisial intelijen (AI) atau kecerdasan buatan.
“Masalah ini perlu mendapatkan perhatian serius para penyelenggara dan pendidik. Penyelenggara dan pendidik Diklat PPPJ harus memastikan para peserta memperoleh pengetahuan yang up to date (terbaru), sehingga materi pembelajaran dan diskusi yang berkembang di kelas menjadi actual,”katanya. (Matra/AdeSM/PPKA).