Rekonstruksi peristiwa tindak kekerasan yang menyebabkan kematian santri di salah satu ponpes Kabupaten Tebo di Polda Jambi, baru-baru ini. (Foto : Matra/Ist).

(Matra, Jambi) – Suasana Pondok Pesantren (Ponpes) Raudhatul Mujawwidin (RM), Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi memasuki bulan Ramadan 1445 Hijriah (H) ini benar muram. Keceriaan para santri di ponpes tersebut seperti tenggelam diterpa kasus kematian seorang santri di ponpes tersebut, Airul Harahap (13). Kematian santri tersebut cukup ironis karena diduga disebabkan tindak kekerasan yang dilakukan sesama penghuni ponpes.

Hasil penyidikan yang dilakukan jajaran Polres Tebo dan Polda Jambi, ternyata pelaku tindak kekerasan yang menyebabkan kematian seorang santri Ponpes tersebut diduga senior sang santri. Kedua terduga pelaku tindak kekerasan yang menyebkan kematian seoramg santri tersebut pun berhasil ditangkap. Kedua tersangka, hingga Senin (25/3/2024) masih ditahan dan diperiksa intensif di Polda Jambi.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jambi, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Andri Ananta Yudhistira didampingi Kabid Humas Polda Jambi, Kombis Pol Mulia Prianto di Polda Jambi, Senin (25/3/2024) menjelaskan, pihaknya sedang menangani intensif kasus kematian seorang santri di ponpes tersebut.

Setelah melakukan pemeriksaan terhadap 54 orang saksi, termasuk pengurus ponpes, para santri dan mendapatkan surat kematian dari dokter, Tim Penyidik Direskrimum Polda Jambi dan Polres Tebo sudah mengamankan dua orang tersang.

“Dua orang tersangka kasus kematian santri tersebut sudah kami tahan. Kedua tersangka berinsial AR (15) dan RD (14) merupakan kakak kelas atau senior korban. Olah tempat kejadian perkara sudah dilakukan Polres Tebo dan Polda Jambi. Kemudian otopsi terhadap jenazah korban juga sudah dilakukan,”katanya.

Dikatakan, pihaknya juga sudah melakukan gelar perkara dan rekonstruksi kasus kematian santri di Tebo tersebut, Kamis (21/3/2024). Selanjutnya sudah dilakukan juga sudah membuka resmi (ekspose)) kasus kematian santri tersebut kepada pers di Polda Jambi, Sabtu (23/3/2024).

“Sesuai arahan Pak Kapolda Jambi, Irjen Pol Rusdi Hartono, kasus kamatian santri ini harus diusut tuntas dan diungkap secara terbuka. Proses hukumnya harus dilakukan secepatnya hingga ke pengadilan,”katanya.

Ekspose (pemaparan) kasus kematian seorang santri ponpes Tebo di Polda Jambi, Sabtu (23/3/2024). (Foto : Matra/Ist).

Persoalan Sepele

Menurut Andri Ananta Yudhistira, kasus tindak kekerasan yang menyebabkan kematian seorang santri di ponpes Tebo tersebut berawal ketika terjadi cekcok antara korban, Airul Harahap (13) dengan dua orang seniornya, AR dan RD di ponpes tersebut, 14 November 2023.

Cekcok atau keributan tersebut dipicu masalah sepele, yakni tagihan hutan Rp 10.000. Airul Harahap (13) menagih hutang Rp 10.000 kepada AR dan RD. Merasa risid ditagih hutang terus-menerus, AR dan RD pun marah dan memukuli korban menggunakan benda keras hingga meninggal.

Dikatakan, kasus tersebut sempat mengendap beberapa lama karena tidak ada yang memberitahukan kepada pihak keamanan. Namun akhirnya seorang keluarga santri di Ponpes RM melaporkan kasus tersebut ke Polres Tebo, 17 November 2023.

Mendapatkan laporan itu, Satuan Reskrimum Polres Tebo pun langsung melakukan penyidikan tindakan kekerasan tersebut. Selanjutnya kasus tersebut turut ditangani Direskrimum Polda Jambi, medio Februari lalu.

“Berdasarkan hasil penyidikan yang kami lakukan hingga Maret, terbukti bahwa kematian seorang santri di Ponpes disebabkan tindak kekerasan. Pelakunya dua orang kaka kelas korban. Tersangka dan barang bukti pun langsung diamankan di Polda Jambi,”katanya.

Dikatakan, pihaknya juga melakukan otopsi terhadap jenazah korban dengan menggali kubur korban. Otopsi dilaukan dokter forensik dr Erni Situmorang. Berdasarkan hasil otopsi, korban seorang laki-laki berusia sekitar 14 tahun.

Pada jenazah korban ditemukan bekas pukulan benda keras, yakni luka memar di beberapa bagian tubuh korban. Kemudian di tulang tengkorak, pelipis kanan, batang tengkorak dan kepala belakang korban ditemukan resapan merah.

Menurut dr Erni Situmorang, korban juga mengalami patah tengkorak belakang, patah tulang bahu kanan, patah tulang rusuk kiri dan kanan. Kemudian jari manis korban juga mengelami lecet.

“Jadi bisa dipastikan kematian korban disebabkan tindak kekerasan berupa pemukulan menggunakan benda tumpul. Kematian korban buan disebabkan benda tajam atau sengatan listrik,”katanya.

Sementara itu, kuasa hukum Ponpes RM Tebo, Chris Januardi mengatakan, pihaknya prihati atas peristiwa memilukan akibat tewasnya seorang santri di ponpes tersebut. Kemudian kasus tersebut juga agak lama baru terungkap karena diduga adanya ancaman pelaku terhadap saksi yang berani melaporkan kejadian itu.

“Sebelum kasus tersebut terungkap, pelaku masih tetap berada di ponpes. Mereka sempat mengancam para santri bila membebekan kasus kematuan seorang santri tersebut. Karena itu kami mendukung sepenuhnya penuntasan proses hukum kasus ini,”katanya.

Menurut Chris Januardi, pihak ponpes segera melakukan evaluasi mengenai peningkatan keamanan para santri. Pihak ponpes akan menambah kamera pemantau (Closed Circuit Television/CCTV).

Secara terpisah, Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos, MHdi Jambi, Minggu (24/3/2024) menyatakan turut prihatin atas kematian santri akibat tindak kekerasan salah satu ponpes di Tebo tersebut. Peristiwa tersebut tidak diduga bisa terjadi di ponpes.

“Kami prihatin atas peristiwa yang melanda ponpes di Tebo ini. Hal ini menunjukkan, pembinaan ponpes masih perlu dibenah,”katanya.

Menurut Al Haris, ponpes perlu memberikan pembinaan mentalitas atau psikologis kepada para santri agar hal yang sama tidak terulang di kemudian hari. Guru bimbingan konseling perlu dihadirkan di setiap ponpes. Jadi pola pembinaan di ponpes perlu kita perbaiki. Pembinaan psikologis perlu juga diterapkan di ponpes seperti di sekolah umum,”katanya. (Matra/AdeSM/BerbagaiSumber).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *