Tim Penyidik Pidsus Kejati Kepri menggiringg tersangka kasus korupsi proyek pembangunan penanggulangan banjir Kota Tanjungpinang ke Rutan Kelas I Tanjungpinang, Kepri, Kamis (14/3/2024). (Foto : Matra/PenkumKejatiKepri).

(Matra, Tanjungpinang) – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) kejaksaan Tinggi (kejati) Kepulauan Riau (Kepri) menahan dua orang yang diduga melakukan korupsi proyek pengendalian banjir senilai Rp 22,2 miliar. Penahanan terhadap kedua terduga pelaku korupsi tersebut dilakukan mulai Kamis (14/3/2024).

Kedua tersangka, Direktur PT Belimbing Sriwijaya), KA dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berinisial P. Mereka ditahan di Rumah Tahaanan (Rutan) Kelas I Tanjungpinang selama 20 hari mulai Kamis (14/3/2024) hingga Rabu (3/4/2024).

Kepala Seksi (Kasi) Hukum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso, SH, MH di Kejati Kepri, Kamis (14/3/2024) menjelaskan, Tim Penyidik Pidsus Kejati Kepri menahan kedua tersangka kasus korupsi proyek penanggulangan banjir di Tanjungpinang tersebut setelah menetapkan keduanya sebagai tersangka.

“Kedua tersangka ditahan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan. Penahanan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : Print – 310 /L.10.5/Fd.1/03/2024 tanggal 14 Maret 2024,”katanya.

Menurut Denny Anteng Prakoso, kedua tersangka dinyatakan terbukti melakukan proyek Pembangunan Polder Pengendali Banjir, Jalan Pemuda Gang Natuna Kelurahan Tanjung Ayun Sakti, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri. Proyek pengendalian banjir itu merupakan bagian proyek Kementerian PUPR yang dikerjakan Satuan Kerja SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Sumatera IV Provinsi Kepulauan Riau.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tim penyidik terhadap saksi-saksi dan pengumpulan barang bukti dokumen, tersangka KA dan P dinyatakan melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Dijelaskan, berdasarkan laporan Tim Audit Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kepri, nilai kerugian keuangan negara akibat korupsi yang dilakukan kedua tersangka mencapai Rp 931,75 juta. Sedangkan nilai kontrak Pembangunan Polder Pengendali Banjir Jalan Pemuda Gang Natuna Kelurahan Tanjung Ayun Sakti Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang mencapai Rp 16,34 miliar

Kronologi Kasus

Menurut Denny Anteng Prakoso, kasus korupsi tersebut berawal dari pelaksanaan proyek Pembangunan Polder Pengendalian Banjir Jalan Pemuda di Kota Tanjungpinang senilai Rp 22,2 miliar. Proyek tersebut masuk DIPA Nomor : DIPA-033.06.1.498046/2021 tanggal 23 Nopember 2020 pada Kementerian PUPR Satuan Kerja SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Sumatera IV Provinsi Kepri.

Kemudian pada tanggal 27 Januari 2021, Kelompok Kerja Pemilihan 21 BP2JK Wilayah Kepri tahun anggaran 2021 menetapkan pemenang lelang proyek, yaitu PT Belimbing Sriwijaya dengan harga penawaran terkoreksi Rp 16,34 miliar.

Selanjutnya tanggal 08 Februari 2021, PPK Sungai dan Pantai SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Sumatera IV Provinsi Kepri Riau membuat surat perjanjian dengan tersangka KA. Surat Perjanjian tersebut terkait Kontrak Harga Satuan Paket Pekerjaan Kontruksi Pembangunan Polder Pengendalian Banjir Jalan Pemuda di Kota Tanjungpinang Nomor : HK.02.01/SP.SNVT.PJSAS4/KONS/II/2021/01. Sumber dana proyek berasal dari APBN 2021 dengan nilai kontrak Rp 16,34 miliar. Pekerjaan proyek dimulai sejak tanggal 10 Februari 2021 sampai 06 Desember 2021 (300 hari kalender).

Dijelaskan, konsultansi supervisi proyek tersebut ditangani CV Vitech Pratama Consultan, Edlizus, ST dengan sumber dana APBN 2021 dan nilai Kontrak Rp 731,55 juta. Pada 11 Februari 2021 dilakukan permohonan pencairan uang muka 20 % dari nilai kontrak, yaitu Rp 3,26 miliar. Kemudian 16 Februari 2021 uang masuk ke Rekening PT Belimbing Sriwijaya sebesar Rp 2,88 miliar setelah dipotong PPN dan PPH.

Denny Anteng Prakoso menjelaskan, tersangka KA mensubkontrakan pekerjaan pembersihan lokasi, pekerjaan galian dengan alat berat, pemasangan cerucuk dengan alat berat serta pekerjaan timbunan tanah. Pada 6 April 2021 dilakukan adendum kontrak terhadap adanya pekerjaan tambah kurang tanpa merubah nilai kontrak awal.

Selanjutnya, pada 29 April 2021, penyedia mengajukan pencairan termin I (satu) sebesar 15 % dengan nilai Rp 2,32 miliar. Pada 2 Juli 2021, berdasarkan laporan konsultan supervise, telah terjadi deviasi sebesar 9,32 %. Kemudian pada 15 Juli 2021 diadakan SCM-1.

Dikatakan, pada tanggal 19 Oktober 2021, penyedia mengajukan permohonan pencairan termin ketiga 3 sebesar 43 % dengan nilai Rp 980,48 juta. Selanjutnya 23 November 2021 dilakukan Adendum-3. Pada 24 November, tersangka P (PPK) mengeluarkan surat peringatan ketiga karena progres pekerjaan tidak sesuai dengan hasil SCM-2

Denny Anteng Prakoso lebih lanjut mengatakan, pada 13 Desember 2021 dilakukan pembuktian test cass SCM-3. Hasil pembuktian menunjukkan pekerjaan penyedia hanya mencapai progres 1,78 % dari rencana 6,39 %. Karena itu akan dilaksanakan pemutusan kontrak.

“Pada 20 Desember 2021, tersangka P menyampaikan surat pemberitahuan rencana pemutusan kontrak kepada penyedia 31 Desember 202. Pemutusan kontrak pun akhirnya dilaksanaan 31 Desember 2021. Kasus ini akan terus diproses hingga bisa segera diajukan ke pengadilan,”katanya. (Matra/AdeSM/PKK).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *