(Matra, Jakarta) – Pers nasional menghadapi tantangan yang kian besar dan kompleks di tengah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi belakangan ini. Di era digitalalisai saat ini, pers menghadapi ancaman mulai dari doxing (penyebaran informasi pribadi di media sosial), flayer (media promosi), peretasan situs berita dan dan maraknya media yang tidak terverifikasi. Selain itu, kekerasan terhadap jurnalis dan perubahan dalam pembuatan konten media juga menjadi masalah pers yang harus dicari solusinya.
Hal tersebut dikatakan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Budi Arie Setiadi pada Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) ke-78 tahun 2024 di Candi Bentar, Hall Ancol, Senin (19/2/2024). Konvensi tersebut diselenggarakan Dewan Pers dengan tema “Pers Mewujudkan Demokrasi di Era Digital”. Turut hadir pada kesempatan tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu dan Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun.
Budi Arie Setiadi menghadapi berbagai anncaman terhadap pers tersebut, semua pihak, terutama pemerintah dan pemangku kebijakan pers dapat bekerja sama menemukan solusi terbaik mengatasi tantangan pers ke depan. Hal tersebut penting memperkuat demokrasi pers di era digital ini.
Menurut Budi Arie Setiadi, pemerintah menyampaikan penghargaan terhadap demokrasi pers di Indonesia. Pers memainkan peran vital menyampaikan berbagai informasi penting kepada masyarakat. Baik itu informasi pembangunan maupun informasi yang menyangkut berbagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, tantangan dan kemajuan pembangunan.
Sejajar
Sementara itu, Mendagri, Tito Karnavian mengatakan, pers berada sejajar dengan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sebagai pilar keempat demokrasi di Indonesia, keberadaan pers sangat penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.
Menurut Tito Karnavian, membicarakan media massa sangat menarik karena ketika orang berbicara sekilas saja sudah bisa tersebar luas. Pembicaraan (narasi) yang disampaikan berbagai pihak, termasuk pejabat pemerintah bisa positif dan bisa negatif. Karena itu tema konvensi media massa sebagaimana ditetapkan panitia sangat cocok untuk kondisi saat ini. Terutama pada era digitalisasi teknologi informasi.
Mengutip Alvin Topler dalam judul bukunya “Gelombang Ketiga”, lanjut Tito Karnavian, akan terjadi revolusi ketiga dalam kehidupan manusia. Revolusi pertama terjadi ketika manusia menemukan cara untuk beternak dan bercocok tanam.
Tadinya, manusia berpindah-pindah atau nomaden. Setelah manusia menemukan cara untuk bercocok tanam maka mereka selanjutnya menetap. Revolusi selanjutnya, yakni penemuan teknologi industri sehingga merubah semua urusan manusia. Penemuan teknologi industri berdampak pada munculnya alat perang. Hal ini membuat kecil kemungkinan orang yang menggunakan tombak bisa menang melawan orang yang menggunakan tank baja.
“Perkembangan selanjutnya ditemukanlah teknologi informasi yang betul-betul merubah semua urusan manusia termasuk juga dalam urusan pers atau media massa dan sosial media. Bahkan saat ini banyak literatur terkait pertarungan media sosial dan media konvensional mempengaruhi opini publik,”katanya.
Tantangan
Sementara itu, Ketua umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun mengatkan, media massa menghadapi tantangan luar biasa saat ini. Media massa telah menggerus kesejahteraan, termasuk kualitas wartawan. Hanya sebagian kecil media massa yang dapat menyesuaikan diri seiring dengan perubahan zaman.
“Kita perlu diskusi untuk mendapatkan ide-ide segar dan menyimpulkan langkah-langkah terbaik yang bisa diambil menyelamatkan media massa,”katanya.
Menurut Hendry Ch Bangun, pemerintah perlu ikut campur membantu memastikan kelangsungan media massa dan kualitas informasi yang disampaikan kepada masyarakat. Regulasi yang sesuai diharapkan akan mendorong perkembangan industri media lebih baik di masa mendatang. (Matra/AdeSMHumasPWIPusat).