Yulfi Alfikri Noer, SIP, MAP

Oleh: Yulfi Alfikri Noer SIP, MAP*

Pengantar

Pemerintah menggencarkan pemberian bantuan sosial (bansos) kepada warga miskin beberapa bulan terakhir. Pemberian bansos tersebut didasari alasan mengurangi angka kemiskinan, menjaga daya beli masyarakat dan mempertahankan konsumsi pangan minimal masyarakat.

Bansos juga dimaksudkan memberikan dukungan kemandirian dan semangat individu atau warga miskin agar dapat melangkah keluar dari kondisi kemiskinan kehidupannya. Saat krisis ekonomi melanda, keberadaan bansos menjadi krusial atau penting demi kelangsungan hidup rakyat miskin.

Meskipun terjadi peningkatan program bansos seperti bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), namun banyak pertanyaan yang sering muncul mengenai bansos. Di antaranya pertanyaan mengenai apakah bansos benar-benar mencerminkan komitmen nyata pemerintah menanggulangi kemiskinan ataukah hanya berfungsi sebagai upaya untuk menutupi kelemahan dalam pemberdayaan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Selain itu, perlu dieksplorasi apakah peningkatan alokasi dana untuk bansos secara signifikan mencerminkan solusi berkelanjutan dalam menghadapi tantangan kemiskinan. Meskipun PKH dan BPNT memberikan bantuan langsung, hal tersebut masih memunculkan pertanyaan mengenai sejauh mana upaya tersebut dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di tingkat masyarakat yang lebih luas.

Motif Politik

Fenomena kenaikan anggaran Perlindungan Sosial (Perlinsos) menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 menimbulkan pertanyaan tentang motif politik. Peningkatan anggaran bansos menjelang pemilu dikhawatirkan menjadi alat untuk mendapatkan dukungan politik. Sementara bansos tersebut tidak memberikan perubahan substansial dalam upaya mengatasi akar permasalahan kemiskinan.

Melihat trend (kecenderungan) peningkatan jumlah penerima bansos dari tahun ke tahun, tentu perlu diidentifkasi apakah program-program tersebut telah berhasil merangsang pemberdayaan ekonomi atau justru menciptakan ketergantungan jangka panjang. Apakah ada upaya konkret mengintegrasikan pemberian bansos dengan pelatihan keterampilan, pendidikan atau program pengembangan usaha. Padahal hal tersebut penting dalam kerangka memberikan solusi jangka panjang bagi mereka yang menerima bansos.

Melihat lonjakan jumlah penerima bansos dari tahun ke tahun juga, kita tidak hanya menyaksikan upaya mitigasi kemiskinan, tetapi juga indikasi lemahnya perekonomian rakyat. Kecenderungan meningkatnya anggaran perlinsos menjelang pemilu menandai fenomena Electoral Budget Cycles (EBC). Dalam hal ini bansos digunakan menjadi alat politik. Akibatnya muncul juga pertanyaan apakah bansos diarahkan secara efektif memberikan dampak jangka panjang mengatasi kemiskinan ataukah hanya menjadi instrumen mendapatkan dukungan politik.

EBC mengacu pada fenomena di mana pemerintah mengubah kebijakan ekonomi dan anggaran fiskal mereka menjelang pemilihan umum dengan tujuan mempengaruhi hasil pemilihan dan memperoleh dukungan pemilih. EBC, terkait erat dengan peningkatan anggaran dan kebijakan yang memberikan manfaat langsung kepada pemilih atau kelompok kunci pada saat kampanye pemilihan.

Meskipun demikian, EBC juga mendapat kritik karena dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi jangka panjang dan tidak selalu menghasilkan kebijakan yang melayani kepentingan umum. Peningkatan pengeluaran yang tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan defisit anggaran dan masalah keuangan jangka panjang bagi pemerintah.

Dampak Bervariasi

Penting untuk diingat bahwa EBC bukanlah fenomena yang universal. Dampaknya juga dapat bervariasi, tergantung pada konteks politik, ekonomi dan lembaga di suatu negara. Selain EBC, terdapat konsep lain seperti Electoral Monetary Cycles (EMC) dan Electoral Trade Cycles (ETC). Perbandingan antara jenis-jenis ini dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana kebijakan ekonomi berubah seiring dengan siklus pemilihan.

EMC berkaitan dengan perubahan kebijakan moneter menjelang pemilihan umum. Bank sentral atau otoritas moneter dapat mengubah kebijakan suku bunga atau kebijakan moneter lainnya untuk memengaruhi kondisi ekonomi secara umum.

Misalnya, penurunan suku bunga menjelang pemilihan dapat merangsang aktivitas ekonomi, termasuk pertumbuhan kredit dan investasi, yang pada gilirannya menciptakan kesan positif tentang kinerja ekonomi di antara pemilih.

Kemudian ETC berkaitan dengan kebijakan perdagangan internasional yang diubah menjelang pemilihan umum. Pemerintah dapat mengambil kebijakan yang mempengaruhi perdagangan, seperti tarif, kuota impor atau perjanjian perdagangan untuk memperoleh dukungan politik dan menciptakan dampak ekonomi yang diinginkan selama kampanye pemilihan.

Sebagai contoh, pemerintah memberlakukan kebijakan perdagangan yang melindungi industri dalam negeri atau meningkatkan ekspor pada periode menjelang pemilihan. Hal itu dilakukan untuk menciptakan dampak positif pada sektor-sektor tertentu dan mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok terkait.

Manipulasi

Kedua konsep ini, EMC dan ETC menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi, moneter dan perdagangan dapat dimanipulasi menjelang pemilihan umum untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan secara elektoral. Namun, perlu dicatat bahwa penggunaan kebijakan ini dengan cara yang tidak tepat atau tidak berkelanjutan dapat memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap stabilitas ekonomi.

Jadi dampak program bansos perlu juga dinilai dengan memperhatikan aspek inklusivitasnya. Apakah bansos telah merata dalam mencakup semua lapisan masyarakat miskin. Termasuk mereka yang berada di daerah terpencil atau menghadapi tantangan aksesibilitas. Keterjangkauan dan kesetaraan dalam distribusi banso menjadi kunci untuk memastikan bahwa tidak ada kelompok yang terpinggirkan.

Pertanyaan juga muncul mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana bansos. Bagaimana mekanisme pengawasan dan pelaporan dana bansos diimplementasikan untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan secara efisien dan sesuai dengan tujuan penanggulangan kemiskinan?

Selain fokus pada aspek pemberian bantuan langsung, perlu juga melibatkan dialog lebih lanjut tentang upaya jangka panjang untuk menciptakan peluang ekonomi. Inovasi untuk mendukung kewirausahaan, pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan pasar dan pembangunan infrastruktur yang mendorong pertumbuhan ekonomi lokal adalah komponen penting yang perlu diperhatikan.

Kita juga perlu mempertimbangkan peran teknologi dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi distribusi bansos. Inovasi seperti teknologi blockchain atau aplikasi berbasis kecerdasan buatan dapat membantu mengurangi risiko korupsi dan memastikan bahwa bantuan benar-benar mencapai penerima yang tepat.

Terakhir, pemberdayaan perempuan perlu diintegrasikan dalam program bansos. Memberdayakan perempuan tidak hanya memberikan dampak positif pada keluarga mereka, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Ini mencakup memberikan akses kepada perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi, mendukung kewirausahaan dan memastikan bahwa bansos tidak hanya meredam kemiskinan sesaat, tetapi juga menciptakan fondasi yang lebih kuat untuk masa depan.

Jadi bansos seharusnya bukanlah solusi tunggal untuk mengatasi kemiskinan. Pemberian bansos perlu juga diikuti dengan pendekatan terpadu yang mencakup kebijakan ekonomi inklusif, investasi dalam pendidikan, kesehatan dan serta peluang pekerjaan yang berkelanjutan. Menciptakan iklim yang mendukung kewirausahaan dan pertumbuhan sektor ekonomi lokal adalah langkah krusial dalam menciptakan perubahan struktural.

Menghadapi kompleksitas isu bantuan bansos dan fenomena EBC dan dampaknya terhadap penanggulangan kemiskinan, kita perlu merefleksikan peran dan efektivitas program bansos. Meskipun terjadi peningkatan dalam alokasi dana bansos dan program-program seperti PKH dan BPNT, kita harus tetap menyikapi secara kritis mengenai relevansi (kecocokan) komitmen nyata penanggulangan kemiskinan dan potensi penyalahgunaan politik alokasi anggaran bansos.

Menghadapi tantangan kemiskinan, pendekatan terpadu sangat dibutuhkan. Termasuk kebijakan ekonomi inklusif, investasi jangka panjang dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Melalui diskusi terbuka, partisipasi aktif dan pemantauan transparansi, kita dapat menilai secara cermat mengenai dampak program bansos dan mengidentifikasi isu-isu kritis yang muncul. Melalui kebijakan yang lebih inklusif (terbuka) dan berkelanjutan mengenai bansos, kita dapat berkontribusi pada upaya mengentaskan kemiskinan. Semoga. ***

Penulis adalah Tenaga Ahli Bidang Tata Kelola Pemerintahan Gubernur Jambi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *