Jaksa Agung, ST Burhanuddin. (Foto : Matra/PuspenkumKejagung).

(Matra, Jakarta) – Semangat dan jiwa anti korupsi harus dimulai dari lingkungan terdekat, yakni keluarga. Setelah itu semangat anti korupsi juga digalakkan di lingkungan institusi hingga ke lembaga negara. Keluarga sebagai garda terdepan menolak hasil korupsi. Institusi menjadi lembaga yang berperan penting membersihkan penyakit dan budaya korupsi. Sedangkan negara terus berupaya memberantas korupsi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memajukan bangsa dan negara.

Hal tersebut dikatakan Jaksa Agung, Prof Dr H Sanitiar (ST) Burhanuddin, SH, MM pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Jakarta, Sabtu (2023). Menurut ST Burhanuddin, korupsi memiliki dampak negatif yang sangat besar terhadap pembangunan. Korupsi mengakibatkan kebodohan dan kemiskinan serta serta menghambat kemajuan bangsa.

“Karena itu pemerintah terus berupaya memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi merupakan bagian dari strategi negara dan pemerintah memajukan program mencerdaskan kehidupan bangsa dan kemajuan negara. Mari kita bagun semangat anti korupsi dimulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, institusi dan negara,”ujarnya.

Dikatakan, prioritas pemberantasan tindak pidana korupsi diarahkan pada tindak pidana korupsi yang berkualitas. Baik dari segi jumlahnya (besarannya), dampaknya kepada hajat hidup orang banyak dan pelakunya. Dengan demikian penanganan perkara korupsi big fish (besar) tidak saja menimbulkan efek jera bagi pelaku, tetapi juga pengembalian kerugian negaranya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan masyarakat.

“Kejaksaan sebagai elemen penegak hukum tidak akan mampu berjalan sendiri tanpa kerja sama dan kolaborasi dengan masyarakat untuk berani melaporkan tindak pidana korupsi di sekitar lingkungan anda,”katanya.

ST Burhanuddin meminta peringatan hari anti korupsi sedunia menjadi tonggak melawan korupsi dengan berbagai modus yang semakin canggih, modern dan semakin menyengsarakan rakyat Indonesia.

“Hari Anti Korupsi se-Dunia, 9 September 2023, semoga negara dan bangsa ini terbebas dari perbuatan korupsi,”ujarnnya.

Kapuspenkum Jaksa Agung, Ketut Sumedana. (Foto : Matra/PuspenkumKejagung).

Ratusan DPO

Sementara itu Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Jaksa Agung, Dr Ketut Sumedana mengatakan, Jaksa Agung terus menggencarkan perburuan terhadap para pelaku (tersangka dan terpidana) korupsi yang buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO).

Dikatakan, Operasi Senyap Tim Tabur Kejaksaan selama 23 Oktober 2019 hingga akhir tahun ini berhasil menangkap sebanyak 629 orang pelaku korupsi yang masuk DPO. Penangkapan para DPO kasus korupsi tersebut berhasil dilakukan melalui kerja sama Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri se-Indonesia.

Ketut Sumedana menjelaskan, jumlah DPO kasus korupsi yang tertangkap selama 23 Oktober – 31 Desember 2019 sebanyak 28 orang. Kemudian sepanjang tahun 2020 (138 orang), tahun 2021 (149 orang), 2022 (181 orang) dan 2023 (133 orang).

Dikatakan, para buronan yang tertangkap tersebut terkait kasus Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Korupsi atau Tindak Pidana Khusus lainnya. Kemudian dari keseluruhan DPO yang telah diamankan, terdapat satu DPO yang telah menimbulkan kerugian negara terbesar, yaitu atas nama terpidana Ahmad Riyadi alias Adi Widodo.

Ahmad Riyadi alias Adi Widodo menjadi DPO asal Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Yang bersangkutan merupakan terpidana korupsi yang telah ditetapkan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 1558K/PID/2005 tanggal 27 Maret 2006.

Menurut Ketut Sumedana, terpidana Ahmad Riyadi alias Adi Widodo melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ahmad Riyadi alias Adi Widodo terlibat korupsi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Bank Mandiri KCP Jakarta Prapatan dengan nilai kerugian negara Rp 120 miliar.

“Jaksa Agung, ST Burhanuddin tetap meminta jajaran Kejaksaan di Indonesia terus memonitor dan segera menangkap buronan yang masih berkeliaran agar kasusnya dapat diproses secara hukum. Jaksa Agung juga mengimbau para buronan segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Tidak ada satu pun tempat bersembunyi yang aman bagi pelanggar hukum,”tegasnya. (Matra/AdeSM/PenkumKejagung).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *