(Matra, Bintan) – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menahan dua tersangka kasus korupsi proyek pembangunan jembatan senilai Rp 8,8 miliar di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Tanjungpinang, Kepri mulai Selasa (24/10/2023) hingga Minggu (12/11/2023).
Kedua tersangka kasus korupsi jembatan Tanah Merah, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan, Kepri tersebut, BW selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan S sebagai penyedia atau kontraktor dari CV Bina Mekar Lestari.
Penahanan dilakukan menyusul penyerahan kedua tersangka dan barang bukti yang dilakukan Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri kepada Tim JPU Kejari Bintan di kantor Kejari Bintan, Senin (24/10/2023).
Kepala Seksi (kasi) Peenerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso, SH, MH di Kejari Bintan, Selasa (24/10/2023) menjelaskan, penahanan terhadap kedua tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Bintan NOMOR : PRINT- 967 /L.10.15/Ft.1/10/2023 atas nama Terdakwa S dan Surat Perintah Penahanan NOMOR : PRINT- 966 /L.10.15/Ft.1/10/2023 atas nama Terdakwa BW.
Dikatakan, pada proses penyidikan Tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti), Tim JPU melakukan pemeriksaan terhadap tersangka BW dan S. Pada saat pemeriksaan, kedua tersangka didampingi penasehat hukum. Kemudian Tim JPU Kejari Bintan membuat berita acara penerimaan dan penelitian tersangka, berita acara penerimaan penelitian barang bukti dan berita acara penahanan (tingkat penuntutan).
Selanjutnya Tim JPU Kejari Bintan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap kedua tersangka untuk mengetahui kondisi kesehatan mereka. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kedua tersangka dinyatakan sehat. Setelah itu barulah Tim JPU Bintan menakan kedua tersangka selama 20 hari.
Dua Tahun
Denny Anteng Prakoso menjelaskan, kasus korupsi tersebut terjadi selama dua tahun anggaran, yakni tahun anggaran 2018 dan 2019. Kasus korupsi yang melibatkan kedua tersangka tahun 2018 mencapai nilai Rp 2,8 miliar dan tahun 2019 mencapai Rp 6 miliar atau total Rp 8,8 miliar.
Atas perbuatan mereka, kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi sebagai mana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Menurut Denny Anteng Prakoso, kasus korupsi tersebut berawal dari adanya kegiatan pembangunan jembatan Tanah Merah, Teluk Bintan, Kabupaten Bintan 2018 dan 2019. Proyek pembangunan jembatan tersebut tahun 2018 sepanjang 20 meter dengan anggaran Rp 10 miliar dan nilai kontrak sekitar Rp 9,9 miliar.
Penyedia (kontraktor) pelaksana pembangunan jembatan Tanah Merah, Teluk Bintan Tahun 2018, PT Bintang Fajar Gemilang (BFG) dan konsultan perencana dalam Kegiatan DED (Detail Engineering Design), CV Vintech Pratama Consultant (VPC).
Kemudian berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan PT BFG, pekerjaan perencanaan dilaksanakan tidak sesuai dengan keahlian yang dipersyaratkan. Pada saat proses pemilihan konsultan pengawas tahun 2018 yang ditetapkan adalah CV Dika SAE. Namun ada indikasi pengaturan pemenang terhadap pemilihan konsultan perencana, pengawas dan penyedia.
“Saat proses lelang atau tender proyek, ada perintah dari tersangka BW selaku PPK meminta Pokja Pemilihan untuk mengarahkan proses lelang agar PT BFG dapat memenangkan pekerjaan tersebut,”katanya.
Dikatakan, pada tahap pelaksanaan/pekerjaan proyek jembatan tersebut tahun 2018, PT BFG tidak melakukan review desain secara menyeluruh sebelum proyek dimulai. Akibatnya pekerjaan proyek tetap dilakukan berdasarkan desain yang dibuat oleh konsultan perencana dan ditetapkan oleh PPK.
Ketika itu tenaga ahli PT BFG tidak pernah datang dan ikut melaksanakan pekerjaan. Karena itu pada saat pelaksanaan pekerjaan yang hadir mengawasi hanya satu orang mandor dan dua orang karyawan PT BFG. PT BFG tidak memiliki surat dukungan ketersediaan beberapa bahan material sebagaimana persyaratkan dalam KAK.
“Kemudian beberapa bahan material ditemukan tidak sesuai dengan SNI. Sehingga kontrak pekerjaan diputus pada tanggal 17 Desember 2019 oleh PPK dengan hasil progres pekerjaan diangka 35,35 %,”katanya.
Denny Anteng Prakoso lebih lanjut mengatakan, pengamatan visual mengenai keawetan struktur menunjukkan, pembangunan jembatan Tanah Merah tersebut mengalami banyak keretakan pada abutmen. Selain itu posisi abutmen miring pada sisi kiri dan kanan. Hal itu mengakibatkan balok girder hampir lepas dari posisi semula. Kondisi itu menyebabkan kerusakan struktur yang cukup parah dan mengakibatkan jembatan tidak berfungsi sama sekali.
Selanjutnya, kata Denny Anteng Prakoso, pembangunan jembatan Tanah Merah, Teluk Bintan, Kabupaten Bintan dilanjutkan tahun 2019. Proyek dikerjakan oleh CV Bina Mekar Lestari (BML) dengan nilai kontrak sekitar Rp 7,5 miliar. Kemudian konsultan pengawas yang ditetapkan, yakni CV Vitech Pratama Consultant (VPC).
Pada pembangunan jembatan, ditemukan fakta bahwa erdapat personil pengganti yang tidak sesuai dengan syarat yang tertera pada kontrak. Kemudian penyedia dan pengawas beserta PPK melakukan perubahan-perubahan pekerjaan atau adindum pekerjaan. Selain itu beberapa material pekerjaan tidak sesuai dengan Standard Nasional Indonesia (SNI). (Matra/AdeSM/PenkumKepri).