(Matra, Jambi) – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Provinsi Jambi selama musim kemarau panjang, Juli – Oktober 2023 lebih banyak disebabkan kelalaian. Para petani dan pengusaha umumnya dinyatakan lalai memantau, mencegah dan melaporkan kebakaran di lahan mereka. Hal tersebut membuat kebakaran lahan baru diketahui setelah areal kebakaran meluas, sehingga pemadamannya pun sulit dilakukan.
Tingginya kasus karhutla yang diduga disebabkan kelalaian tersebut membuat para pelaku karhutla juga sulit ditangkap. Para pemilik lahan tidak bisa diproses secara hukum karena mereka umumnya mengaku tidak tahu siapa pelaku pembakaran lahan mereka.
Sulitnya pembuktian mengenai pelaku pembakar hutan dan lahan di Jambi menyebabkan jumlah tersangka kasus karhutla yang diproses secara hukum relatif sedikit. Kasus karhutla di Jambi tidak sebanding dengan jumlah pelaku pembakar hutan dan lahan yang ditangkap.
Pelaksana Harian (Plh) Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Penanggulangan Karhutla Provinsi Jambi, Brigjen TNI Supriono melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jambi, Drs H Ariansyah, ME di Jambi, Selasa (24/10/2023) menjelaskan, kasus karhutla yang diproses secara hukum di Provinsi Jambi baru 11 kasus. Padahal kasus karhutla di daerah tersebut lebih 80 kasus. Kemudian tersangka pelaku karhutla yang ditangkap baru sebanyak 12 orang.
“Dari 11 kasus karhutla yang diproses, baru satu kasus dan satu tersangka yang diajukan ke pengadilan, yakni di Kabupaten Tebo. Sebanyak 10 kasus karhutla lainnya masih memasuki tahap penyidikan di beberapa Kepolisian Resort (Polres),”katanya.

Lubuk Kepayang
Menurut Ariansyah, kejadian karhutla di Provinsi Jambi yang dinyatakan disebabkan kelalaian, yakni kebakaran lahan milik masyarakat di Desa Lubuk Kepayang, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Kebakaran di lahan milik masyarakat di desa tersebut terjadi sejak Sabtu (21/10/2023). Kemudian kasus kebakaran lahan di Desa Pulau Melako, Batin XIII, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, Selasa (24/10/2023).
Dikatakan, lahan yang terbakar di Lubuk Kepayang, Sarolangun berada di kawasan gambut. Lahan tersebut milik masyarakat yang hendak dijadikan kebun sawit. Luas kebakaran di kawasan gambut sekitar 20 ha. Areal kebakaran yang berhasil dipadamkan hingga Selasa (24/10/2023) mencapai 15 hektare (ha). Kendati kebakaran kawasan gambut tersebut cukup luas, namun belum satu pun pelaku yang diamankan.
Dijelaskan, spekulasi pembakaran hutan dan lahan di beberapa daerah di Jambi masih terus terjadi kendati Jambi saat ini sudah mulai memasuki musim hujan. Hal tersebut terbuti dari masih munculnya banyak hotspot (titik api) di daerah tersebut.
Berdasarkan pantauan Sipongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah hotspot di Provinsi Jambi, Selasa (24/10/2023) masih ada sekitar 29 titik. Hotspot tersebut meningkat dibandingkan Senin (23/10/2023) sore sebanyak 13 titik.
Hotspot di Jambi Selasa tersebar di Kabupaten Merangin sebanyak 14 titik, Bungo (lima titik), Sarolangun (empat titik), Kerinci (tiga titik), Tanjungjabung Barat, Batanghari dan Sungaipenuh masing-masing satu titik.
Ariansyah mengatakan, guna menghentikan karhutla di Jambi, para petugas Tim Terpadu Satgas Penanggulangan Karhutla Jambi masih terus melakukan sosialisasi dan peringatan kepada para petani sawit agar tidak membakar lahan dan hutan. “Selain itu petugas juga menempelkan brosur peringatan mengenai bahaya dan sanksi pembakaran hutan dan lahan di pondok-pondok petani,”ujarnya.
Terkait luas karhutla, Ariansyah menjelaskan, total luas karhutla di Provinsi Jambi sejak Januari – Senin (23/10/2023) sudah mencapai 1.302, 38 ha. Total luas karhutla tersebut meningkat 384,38 ha atau sekitar 41,87 % dibandingkan total karhutla tahun 2022 sekitar 918 ha. (Matra/AdeSM).