(Matra, Jambi) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi dan Sumatera Selatan (Sumsel) diminta lebih sigap atau melakukan reaksi cepat mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta asap yang melanda kedua provinsi itu saat ini.
Kesigapan itu penting karena hingga memasuki awal Oktober ini, kasus karhutla dan asap di kedua provinsi itu masih terus meningkat. Sedangkan dampak asap karhutla yang menyelimuti Jambi dan Sumsel membuat puluhan ribu warga masyarakat di kedua provinsi itu, khususnya kalangan anak-anak, terpapar penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Permintaan itu disampaikan Komisaris Daerah (Komda) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), Pratama Simarmata di Jambi, Rabu (4/10/2023).
Menurut Pratama Simarmata, karhutla di Provinsi Jambi dan Sumsel selama lima bulan musim kemarau tahun ini cukup luas. Berdasarkan catataan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Karhutla Provinsi Jambi, total luas karhutla di Provinsi Jambi sejak Januari – Selasa (4/10/2023) sudah mencapai 1.025 hektare (ha). Sedangkan total luas karhutla di Provinsi Sumsel hingga awal Oktober ini mencapai 2.000 ha.
Dikatakan, di wilayah Provinsi Jambi, luas karhutla paling banyak terjadi di Kabupaten Batanghari, yakni sekitar 439,54 ha. Selama dua pekan terakhir saja, karhutla di Batanghari mencapai 150 ha, termasuk kebakaran di taman hutan raya (Tahura) Senami, Batanghari.
“Kami prihatin melitah kondisi karhutla di dua provinsi ini, Jambi dan Sumsel. Masalahnya, berdasarkan informasi yang kami himpun di lapangan, banyak kasus karhutla disengaja. Namun para pelakunya belum semuanya ditangkap dan ditindak tegas,”katanya.
Pratama Simarmata lebih lanjut mengatakan, dampak karhutla terhadap kesehatan masyarakat di Jambi dan Sumsel juga cukup memprihartinkan. Karhutla yang menimbulkan asap tebal membuat polusi udara meningkat dan tidak sehat. Akibatnya banyak warga masyarakat terkena penyakit ISPA.
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Jambi, jumlah warga kota tersebut yang terpapar ISPA selama musim kemarau ini mencapai 5.477 kasus. Sedangkan data Dinas Kesehatan Kota Palembang menunjukkan, kasus ISPA di kota tersebut sejak awal Agustus – akhir September lalu mencapai 4.325 kasus.
Dikatakan, peningkatan kasus ISPA di Kota Jambi dan Kota Palembang beberapa bulan terakhir tidak terlepas dari memburuknya kualitas udara akibat asap karhutla. Menyikapi peningkatan kasus ISPA ini, pemerintah daerah di Jambi dan Sumsel harus lebih sigap memberikan penanganan. Baik itu penanganan melalui pemberian masker gratis kepada masyarakat, maupun pengobatan secara cepat para penderita ISPA.
Pratama Simarmata mengatakan, kualitas udara di Kota Jambi dan Kota Palembang maupun beberapa kabupaten di Provinsi Jambi dan Sumsel terus memburuk akibat asap karhutla. Bahkan kualitas udara di Jambi dan Palembang terburuk di Indonesia.
“Karena itu pemerintah daerah di Sumsel dan Jambi harus sigap menangani dampak asap ini. Selain menghentikan kegiatan belajar tatap muka di sekolah, pemerintah daetah juga harus memberkan pelayanan kesehatan cepat kepada warga masyarakat yang terkena ISPA,”katanya.
Dikatakan, mengantisipasi terus berlanjutnya karhutla dan meningkatnya kabut asap hingga awal Oktober ini, upaya pencegahan dan pemadaman karhutla di Jambi dan Sumsel harus dilakukan lebih intensif lagi. Hotspot (titik) api yang terpantau harus segera dipadamkan agar kerhutla tidak meluas dan meningkatkan ketebalan asap.
“Wilayah Provinsi Jambi dan Sumsel termasuk paling banyak dilanda karhutla dan ISPA di Sumatera selama musim kemarau ini. Hal itu Nampak dari banyaknya hotspot terantau di kedua daerah tersebut. Kami mengharapkan pemerintah kabupaten dan kota di Sumsel dan Jambi melakukan penanganan karhutla secara intensif dan menyeluruh agar bencana asap jangan sampai terulang seperti tahun 2015 dan 2019,”katanya. (Matra/AdeSM).