Kadis Kominfo Sumut, Ilyas S Sitorus  pada Sosialisasi dan Bimtek Sistem Penghubung Layanan Pemerintah di Hotel Grand Mercure Medan, Sumut, Selasa (3/10/2023). (Foto : Matra/DiskominfoSumut/FahmiAulia).

(Matra, Medan) – Minimnya standarisasi aplikasi menjadi salah satu penghalang penggabungan aplikasi-aplikasi pemerintah atau Satu Data Indonesia, termasuk di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Guna mengatasi masalah tersebut, penerapan standarisasi aplikasi layanan pemerintah semakin penting untuk memantapkan, memaksimalkan dan akurasi Satu Data Indonesia. Standarisasi aplikasi akan mempermudah pengintegrasian aplikasi-aplikasi layanan pemerintah.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, Dr Ilyas S Sitorus ketika membuka Sosialisasi dan Bimbingan Teknis (Bimtek) Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (SPLP) Sumut dan Aceh di Grand Mercure Medan Angkasa, Jalan Sutomo Nomor 1 Kota Medan, Sumut, Selasa (3/10/2023).

Bimtek yang dilaksanakan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) tersebut berlangsung selama dua hari, Selasa – Rabu (3 – 4/10/2023). Para pembicara yang dihadirkan pada bimtek tersebut, yakni Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Erwin Dimas, Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Erikson Manihuruk, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Bambang Kementerian Kominfo, Dwi Anggono dan Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Aries Kusdaryono.

Menurut Ilyas Sitorus, seluruh jajaran pemerintahan, khususnya Kementerian Kominfo dan Dinas Kominfo di Sumut perlu memastikan kesamaan standar sistem aplikasi. Kemudian standar berkomunikasi dengan protokol juga harus sama dan bahasa yang sama. Jika perbedaan aplikasi tersebut terjadi, aplikasi sulit diintegrasikan (digabungkan).

“Seharusnya interoperabilitas atau aplikasi-aplikasi yang ada bisa saling berkomunikasi (terkoneksi), berinteraksi dan bertukar data dengan cepat. Dengan demikian koordinasi antaralembaga pemerintah bisa dilakukan lebih baik dan cepat serta pelayanan kepada masyarakat juga dapat ditingkatkan,”katanya.

Para peserta Sosialisasi dan Bimtek Sistem Penghubung Layanan Pemerintah di Hotel Grand Mercure Medan, Jalan Sutomo No1, Medan, Selasa (3/10/2023). (Foto : Matra/DiskominfoSumut/FahmiAulia).

Ilyas Sitorus yang juga menjabat Sekretaris Wali Data Indonesia Sumut mengharapkan, sosialisasi dan Bimtek SPLP Sumut dan Aceh tersbeut diharapkan bisa mengatasi berbagai hambatan penyatuan data Indonesia. Melalui bimtek tersebut, pemerintah kabupaten/kota di Sumut juga diharapkan bisa segera memiliki standar yang sama untuk aplikasi layanan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan Satu Data Indonesia.

“Kegiatan ini kita harapkan dapat menyelesaikan masalah hambatan-hambatan pemantapan Satu Data Indonesia di Sumut dan Aceh. Kita kita harus menggunakan standar aplikasi yang sama, berkomunikasi dengan protokol yang sama,”tambahnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sumut, Hasmirizal Lubis pada kesmepatan tersebut mengatakan, tantangan membangun super aplikasi seperti Satu Data Indonesia antara lain terletak oada perbedaan kemampuan setiap pemerintah daerah. Beberapa daerah kemungkinan cukup mudah membuat aplikasi layanan pemerintah. Namun bagi daerah lain hal tersebut sulit.

“Bagi kota atau kabupaten yang cukup besar membuat aplikasi ini mudah. Tetapi tidak bagi daerah lain. Ini tantangan yang harus kita selesaikan. Belum lagi kalau kita bicara super APP (Aplikasi Super). Kita harus bisa mengadopsi aplikasi semua pihak. Kemudian bisa berkomunikasi dengan yang lain. Kita harus selesaikan ini segera,”katanya.

Sedangkan menurut Ketua Tim Interoperabilitas Big Data dan Kecerdasan Buatan, Sinta Nur Haryanti, permasalahan yang sering terjadi juga pada penerapan aplikasi, yakni dikodefikasi, kode induk atau bahasa yang digunakan. Penggunaan istilah perempuan/laki-laki dan wanita/pria pada aplikasi saja bisa membuat aplikasi sulit diintegrasikan.

“Itu baru jenis kelamin. Belum lagi kalau kita bahas aplikasi anggaran yang jenisnya banyak banget, programernya kode dan bahasa yang belum tentu sama. Karena itu kita harus punya standarisasi agar interoperabilitas bisa dilaksanakan,”ujarnya. (Matra/AdeSM/DiskominfoSumut).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *