(Matra, Jakarta) – Sebanyak 11 orang tersangka kasus narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) asal Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mendapatkan pengampunan. Para tersangka bebas dari jerat hukum dan lolos dari hukuman penjara karena kasus mereka akhirnya diselesaikan secara damai melalui restorative justice (keadilan restoratif). Kesebelas tersangka pun diputuskan hanya menjalani rehabilitasi.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Ketut Sumedana di Jakarta, Rabu (27/9/2023) menjelaskan, 11 tersangka kasus narkoba dari Sumbar tersebut mendapatkan pengampunan menyusul keputusan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejagung, Dr Fadil Zumhana menyetujui permohonan restorative justice delapan kasus narkoba di Provinsi Sumbar. Permohonan tersebut diajukan beberapa kejaksaan negeri di Sumbar yang menangani perkara narkoba tersebut.
Restorative justice untuk empat tersangka, Ricengra Saputra, Al Wadut Muhammad, Yanke Putra bin Khairdir dan Afriman bin Muammad Kasir diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasaman Barat, Sumbar. Kemudian restorative justice tujuh tersangka lainnya diajukan pihak Kejari Bukittinggi. Ketujuh tersangka, Riyan Hidayat, Aditya Saputra, Bayu Jefri Irawan, Fajri, Rahmad Annabel, Fiki Yulia Saputra dan Sahrul Ramadhan. Para tersangka dinyatakan melanggar Undang-Undang (UU) RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut Ketut Sumedana, kesebelas kasus narkoba di Sumbar tersebut diselesaikan melalui restorative justice karena para tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika. Mereka dinyatakan hanya pengguna terakhir (end user). Kemudian para tersangka tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian 1 hari.
Selain itu, para tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika. Kemudian para tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali. Hal itu didukung surat keterangan yang dikeluarkan pejabat atau lembaga yang berwenang;
“Para tersangka juga memiliki surat jaminan menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya. Para tersangka wajib menjalani rehabilitasi karena berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, mereka positif menggunakan narkotika,”katanya.
Menurut Ketut Sumedana, JAM-Pidum Kejagung, Fadil Zumhana juga menyetujui penyelesaian 26 perkara pidana melalui restorative justice. Perkara yang diselesaikan secara damai tersebut, yakni kasus penganiayaan 12 kasus. Restorative justice mengenai kasus penganiayaan tersebut diajukan Kejari dari berbagai daerah di Indonesia.
Dikatakan, kemudian perkara lain yang diselesaikan melalui restorative justice tersebut, yakni kasus kekerasan dalam rumah tangga sebanyak lima kasus, tiga kasus di Sumbar. Selain itu kasus pencurian dan penadahan (enam kasus), penipuan (dua kasus) dan pengancaman(satu kasus).
“Kasus – kasus pidana tersebut terjadi di berbagai kabupaten/kota di berbagai provinsi di Indonesia. Restorative justice mengenai berbagai kasus yang tergolong ringan tersebut diajukan beberapa kejari ke Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu,”katanya.
Ketut Sumedana menjelaskan, JAM-Pidum Kejagung menyetujui restorative justice untuk 26 kasus pidana ringan tersebut karena para tersangka dengan korban sudah melakukan perdamaian. Kemudian para tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun dan para tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
“Perdamaian yang dilakukan tersangka dengan para korban secara sukarela melalui musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. Para tersangka dan korban setuju tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Kemudian ada pertimbangan sosiologis dan warga masyarakat merespon positif perdamaian tersebut,”katanya.
Dikatakan, setelah adanya persetujuan restorative justice tersebut, JAM-Pidum Kejagung, Fadil Zumhana memerintahkan para Kejari dan Kepala Cabang Kejari yang mengajukan restorative justice tersebut segera menerbitkan Surat Ketetapan (SK) Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Penerbitan SKP2 tersebut sebagai perwujudan kepastian hukum. (Matra/AdeSM/PuspenkumKejagung).