(Matra, Jambi) – Pertambangan rakyat di Provinsi Jambi hingga kini masih menyisakan banyak persoalan. Salah satu di antaranya masih maraknya pertambangan emas tanpa izin (PETI) atau pertambangan emas liar di berbagai daerah di Provinsi Jambi. Warga masyarakat masih banyak yang tetap melakukan penambangan emas tanpa izin guna mengepulkan asap dapur mereka di tengah kesulitan ekonomi saat ini.
Karena itu ketika aparat keamanan berupaya memberantas PETI, warga masyarakat pun kini mengadakan perlawanan. Hal tersebut terbukti dari aksi unjuk rasa dengan memblokir jalan nasional Bangko, Kebupaten Merangin – Kota Sungaipenuh dan Kerinci yang dilakukan ribuan warga masyarakat Kecamatan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin baru-baru ini.
Aksi unjuk rasa tersebut meletup menyusul penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian (Polres Kerinci) terhadap empat orang pelaku PETI di Desa Bukit Perentak, Kecamatan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Warga masyarakat menuntut pembebasan warga mereka yang ditangkap polisi tersebut.
Kondisi tersebut menunjukkan penanganan masalah PETI di Jambi bagaikan meluruskan benang kusut. Tidak tahu dari mana harus memulainya. Kalau dibiarkan meraja lela, PETI dipastikan merusak lingkungan, mencemari sungai dan bakal bisa menelan korban jiwa lagi akibat pelaku penambangan emas liar tertimbun galian penambangan. Sedangkan ketika pemberantasan PETI dilakukan, para pelakunya ditangkap, warga masyarakat malah melakukan protes.
Melihat persoalan tersebut, Ketua DPRD Provinsi Jambi, H Edi Purwanto di Jambi, Minggu (17/9/2023) mengatakan, konflik usaha pertambangan rakyat di Provinsi Jambi hingga kini masih sulit diatasi. Bahkan Edi Purwanto menilai, persoalan PETI menjadi persoalan yang sangat serius. Aktivitas PETI memberikan dampak pada kerusakan alam, sehingga memang harus ada langkah-langkah penanganan PETI agar dampak lingkungannya tidak berkepanjangan.
“Masalah PETI merupakan masalah serius yang harus diselesaikan secara tuntas. Masalahnya kegiatan PETI berdampak pada kerusakan lingkungan alam. Jadi perlu kesadaran bersama menyikapi dampak PETI. Kita harus sama-sama menjaga kelestarian lingkungan dari ancaman PETI,”katanya.
Dikatakan, di tengah upaya penanganan masalah PETI, kesejahteraan rakyat kecil, khususnya di wilayah pedesaan juga perlu mendapatkan perhatian serius. Sebab warga masyarakat juga butuh sumber penghidupan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka. Jadi penanganan PETI harus disertai kebijakan pembukaan lapangan kerja atau usaha ekonomi produktif bagi warga masyarakat.
Edi Purwanto berpendapat, guna mempercepat penanganan PETI, Jambi membutuhkan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Ketersediaan WPR tersebut penting agar warga masyarakat bisa melakukan penambangan emas secara legal, aman dan tidak merusak lingkungan.
Dikatakan, penyediaan WPR di Jambi harus menjadi prioritas di pemerintah daerah. Daerah harus menyediakan WPR agar masyarakat bisa berusaha. Jangan hanya bisa melarang penambangan rakyat, tetapi solusi penyelematan ekonomi rakyat tidak ada.
“Dari dulu kami sudah mengusulkan penyediaan WPR di Jambi.. Tetapi kenapa sampai sekarang usulan itu tidak ditanggapi dan tidak menjadi prioritas bagi para bupati. Kalau WPR itu sudah terbangun, saya pikir tidak ada konflik-konflik terkait tambang rakyat lagi,”ujarnya.
Menurut Edi Purwanto, pihak kepolisian dan pemerintah tentu bisa menyelesaikan persoalan PETI yang berujung aksi unjuk rasa di Merangin tersebut. Aparat kepolisian, pemerintah daerah dan pihak terkait perlu melakukan komunikasi yang baik kepada masyarakat, sehingga tidak ada gejolak berkepanjangan.
“Tentu kita menghargai proses penangana PETI yang dilakukan kepolisian. Namun kami mengharapkan warga masyarakat di Merangin perlu menumbuhkan kesadaran kolektif mengenai penyelesaian konflik tersbeut. Satu sisi harus ada proses komunikasi yang baik untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat terkait PETI. Namun di sisi lain ya, hukum harus di tegakkan juga,”ujarnya. (Matra/AdeSM).