Gubernur Jambi, H Al Haris (tengah) didampingi Ketua GAPKI provinsi ambi Tidar M Bagaskara (kiri) dan kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal (kanan) memberikan keterangan tentang kebun sawit seusai diskusi mengenai perkebunan kelapa sawit di Swiss Bell Hotel, Kota Jambi, Senin (7/8/2023). (Foto : Matra/KominfoJbi).

(Matra, Jambi) – Pekebunan kelapa sawit di Indonesia, termasuk di Provinsi Jambi memiliki peran besar mengentaskan kemiskinan. Hal tersebut dicapai melalui banyaknya tenaga kerja yang tertampung di bidang perkebunan dan industri kelapa sawit. Namun booming (ledakan) pembangunan perkebunan dan industri kelapa sawit di Indonesia yang masih terus berlanjut hingga kini diharapkan jangan sampai menghancurkan atau merusak lingkungan hidup.

Demikian salah satu pokok pikiran yang bisa dipetik pada Fokus Diskusi Grup (Focus Group Discussion/FGD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi dengan pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Jambi di Swiss Bell Hotel, Kota Jambi, Senin (7/8/2023).

FGD yang diikuti sekitar 100 orang pengusaha perkebunan kelapa sawit tersebut dibuka Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos, MH. Turut hadir pada kesempatan tersebut, Ketua GAPKI Jambi, Tidar M Bagaskara, Sekretaris Jenderal GAPKI Provinsi Jambi, Edi Rusmawanto dan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal.

Al Haris menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian tahun 2020, usaha perkebunan dan pengolahan kelapa sawit di Indonesia telah memberikan kontribusi mengentaskan kemiskinan hingga 10 juta orang.

Kemudian industri kelapa sawit Indonesia berhasil menyerap tenaga kerja hingga 16 juta orang hingga April 2021. Baik itu tenega kerja yang langsung bekerja di usaha perkebunan dan pengolahan kelapa sawit maupun usaha lain yang berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit.

“Tingginya kontribusi komoditas sawit tersebut dalam pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja tidak terlepas dari meningkatnya kinerja ekspor sawit. Baik itu ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), maupun produk turunan sawit lainnya seperti biodiesel dan oleochemical (oleokimia/hasil olahan minyak sawit seperti mentega dan sabun),”katanya.

Kawasan hutan di Jambi yang sudah gundul dan beralih menjadi kebun sawit. Gambar diambil baru-baru ini. (Foto : Matra/KKIWarsiJbi).

Kerusakan Lingkungan

Dikatakan, kendati perkebunan dan industri kelapa sawit memiliki peran besar mengentaskan kemiskinan, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan ekonomi masyarakat, daerah dan nasional, namun tantangan di bidang perkebunan kelapa sawit semakin besar.

Di antaranya tantangan mengenai ancaman kerusakan lingkungan akibat perkebunan kelapa sawit. Masalah lingkungan terebut menjadi tantangan yang cukup berat bagi keberlanjutan industri kelapa sawit, baik di tingkat daerah maupun nasional.

Selain itu, lanjut Al Haris lebih, tantangan lain di bidang perkebunan kelapa sawit, yakni bagaimana meningkatkan komitmen para pihak yang terlibat dalam pembangunan perkebunan dan industri kelapa sawit berkelanjutan untuk mensinergikan (memadukan) prinsip 5P (People, Planet, Prosperity, Peace dan Partnership). Artinya, pembangunan perkebunan kelapa sawit harus menerapkan keselamatan masyarakat, bumi, peningkatan kesejahteraan, perdamaian dan kemitraan.

“Oleh karena itu diperlukan desain strategi perencanaan pembangunan perkebunan dan industri kelapa sawit dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan, yakni aspek ekonomi, sosial, budaya dan ekologi (lingkungan),”tegasnya.

Gubernur Jambi, H Al Haris (tiga dari kiri) pada diskusi kebun sawit antara Pemprov Jambi dengan pengurus GAPKI Cabang Jambi di Swiss Bell Hotel, Kota Jambi, Senin (7/8/2023). (Foto : Matra/KominfoJbi).

Komitmen

Menurut Al Haris, Pemerintah Pusat melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 mengharapkan semua pihak meningkatkan komitmen dan koordinasi melakukan perbaikan tata kelola sawit secara berkelanjutan.

Terkait dengan itu, Al Haris meminta semua perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di Provinsi Jambi ikut dan bergabung menjadi anggota Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). GAPKI menjadi wadah bagi para pengusaha sawit meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya.

Melalui GAPKI juga, tambah Al Haris, para pengusaha perkebunan dan industri kelapa sawit bisa mendukung kebijakan pemerintah pada sektor perkebunan menuju tata kelola industri kelapa sawit yang baik.

“Saya berharap FGD ini semakin memperkuat data dan koordinasi, kapasitas dan kapabilitas tata kelola serta dukungan terhadap sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Akses Pasar Produk Kelapa Sawit,”katanya.

Unggulan

Al Haris mengatakan, kelapa sawit merupakan komoditas unggulan di Provinsi Jambi serta memiliki peran strategis bagi pembangunan nasional. Indonesia sebagai salah satu negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 833/KPTS/SR.020/M/12/2019, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 16,38 juta hektare.

“Sedangkan luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi hingga kini sudah mencapai 1,13 juta ha. Perkebunan kelapa sawit milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencapai 23.057 ha, perkebunan kelapa sawit swasta sekitar 518.869 ha dan perkebunan kelapa sawit rakyat sekitara 592.714 ha,”ujarnya.

Sementara itu, Ketua GAPKI Cabang Provinsi Jambi, Tidar M Bagaskara mengatakan, isu negatif perkebunan dan industri kelapa sawit masih menjadi perhatian pemerintah pusat. Isu negatif terutama kerusakan lingkungan, termasuk hutan akibat pembangunan perkebunan kelapa sawit. Isu tersebut mendapat perhatian penting sebab perkebunan sawit merupakan penghasil devisa negara terbesar selain minyak dan gas (migas).

“Kita para pengusaha perkebunan kelapa sawit harus menyikapi serius isu negative mengenai pembangunan perkebunan kelapa sawit tersebut. Kita harus mampu menepis kampanye negatif kebun sawit dari negara luar. Produksi kebun sawit harus terus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan karena minyak sawit berkontribusi hingga 36 % terhadap total produksi minyak nabati dunia,”katanya. (Matra/AdeSM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *