(Matra, Jambi) – Rangkaian gelar seni budaya dan pariwisata Provinsi Jambi dalam rangka Kenduri Swarnabhumi terus berlangsung penuh gebyar atau semarak. Setelah menggelar Festival Candi, Festival Bebiduk Besamo (Naik Perahu Bersama) Ekspedisi Sungai Batanghari sepekan terakhir, gelar Kenduri Swarnabhumi dilanjutkan dengan Festival Aek Telakung Muarojambi.
Festival Aek Telakung Muarojambi tersebut dibuka Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos, MH di di Desa Baru, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Kamis (3/8/2023) malam. Pembukaan Festival Aek Telakung dimeriahkan dengan pementasan seni budaya tradisional Muarojambi dan Provinsi Jambi.
Al Haris menyambut baik pelaksanaan berbagai kegiatan seni budaya dan pariwisata dalam rangka Kenduri Swarnabhumi (arung sejarah peradaban budaya masyarakat Sungai Batanghari), termasuk Festival Aek Telakung Muarojambi.
Menurut Al Haris, Festival Aek Telakung merupakan wujud komitmen Provinsi Jambi melestarikan seni budaya Jambi. Melalui berbagai festival seni budaya di Kabupaten Muarojambi yang digelar dalam rangka Kenduri Swarnabhumi, pamor budaya dan pariwisata Jambi bisa terangkat. Fesival seni budaya tersebut menjadi sebuah kesempatan mempromosikan pariwisata Jambi lebih luas ke tingkat nasional dan mancanegara.
“Kita kembali menggelar festival seni budaya yang cukup meriah malam hari ini, Kamis (3/8/2023) . Festival Aek Telakung ini merupakan Kenduri Swarnabhumi II tahun 2023 yang dilaksanakan di beberapa kabupaten/kota se-Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat,”katanya.
Al Haris mengatakan, event (kegiatan) seni budaya tersebut penting mengangkat akar budaya Jambi. Melalui festival seni budaya tersebut, nilai-nilai, norma-norma, budaya dan adat tradisional Jambi yang nyaris terluakan selama ini bisa dikenal kembali oleh masyarakat kita atau anak cucu kita nanti.
“Melalui festival seni budaya ini, kita juga ingin sejarah Sungai Batanghari yang sudah banyak sekali memberikan kontribusi, baik kontribusi di bidang perdagangan maupun sumber air bersih dan pertanian. Kita berharap Festival Aek Telakung Desa Baru Muarojambi ini menjadi momen mengangkat kembali sejarah dan sekaligus melestarikan lingkungan sungai kita ini,”lanjutnya.
Ragam Tradisi
Al Haris lebih lanjut mengatakan, ragam tradisi dan budaya yang dimiliki masyarakat Marosebo, Kabupaten Muarojambi dapat dioptimalkan sebaik mungkin. Kekayaan seni budaya masyarakat Marosebo dapat dimanfaatkan menjadi dya tarik wisata. Apalagi Marosebo berada di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Candi Muarajambi.
“Melalui tradisi Lisan Bertutur, Zikir Berdah, Tari Lukah Gilo, Drama Kolosal ‘Dam Rajo’, Palerak Pantang Wak Kocai dan berbagai objek pemajuan kebudayaan lainnya, warga masyarakat Marosebo bisa mendapatkan penghasilan. Keragaman seni budaya tersebut bisa memikat dan menarik kunjungan wisatawan ke objek wisata Candi Muarojambi,”katanya.
Dikatakan, Festival Aek Telakung tersebut juga penting sebagai momentum transfer pengetahuan tentang kebudayaan daerah kepada generasi muda. Kemajuan teknologi saat ini mengakibatkan arus informasi kebudayaan asing merajalela. Hal tersebut dikhawatirkan membuat generasi muda lupa terhadap seni budaya daerah dan nasional yang sebenarnya menjadi kebanggan mereka.
“Besar harapan kita, Festival Objek Pemajuan Kebudayaan di Marosebo ini menjadi salah satu upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya masyarakat Jambi bagi ketahanan budaya nasional,”katanya.
Sementara itu, Pamong Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Drs Siswanto pada kesmepatan tersebut mengatakan, Kenduri Swarnabhumi di Jambi dan Sumatera Barat dimulai 27 Juli 2023.
“Kenduri Swarnabhumi dimulai dari Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat. Selanjutnya di Kabupaten Tebo, Batanghari, Kabupaten Muarojambi dan akan terus berlanjut hingga ke Kabupaten Tanjung Jabungbarat,”katanya.
Sedangkan menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muarojambi, Budi Hartono, secara filosopi Festival Aek Telakung merupakan sebuah fenomena alam ketika setelah hujan akan meninggalkan genangan air. Genanangan air tersebut menjadi wadah masyarakat untuk bergotong – royong bersama-sama membuang air. (Matra/AdeSM).