(Matra, Jakarta) – Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas mendapatkan pelayanan dan perlindungan hukum. Hal itu penting agar penyandang disabilitas lebih mudah mendapatkan akses keadilan ketika menghadapi masalah hukum.
Untuk meningkatkan kemudahan pelayanan hukum terhadap penyandang disabilitas tesrebut, Kejagung meluncurkan (menerbitkan) Pedoman Nomor 2 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas Dalam Peradilan Pidana.
Peluncuran pedoman hukum tersebut dilakukan secara virtual (online) oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Dr Fadil Zumhana di Veranda Hotel Pakubuwono, Kejagung, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Peluncuran pedoman hukum penyandang disabilitas itu diikuti seluruh jajaran kejaksaan di berbagai daerah, termasuk jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri).
Menurut Fadil Zumhana, Pedoman Nomor 2 Tahun 2023 mengenai perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas tersebut diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan yang selama ini dihadapi dalam penanganan perkara penyandang disabilitas. Pedoman tersebut mencakup beberapa pembaharuan kebijakan dan prosedur penanganan perkara penyandang disabilitas.
“Perkembangan global mendorong Indonesia untuk menyesuaikan diri dengan praktik-praktik baik dalam penegakan hukum yang berorientasi pada pemenuhan akses keadilan. Salah satunya adalah dalam hal mewujudkan peradilan yang ramah dan sensitif terhadap penyandang disabilitas,”katanya.
Fadil Zumhana mengatakan, pendekatan hukum berdasarkan Pedoman Nomor 2 Tahun 2023 bertujuan memberikan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas untuk dapat mengakses keadilan atas permasalahan hukum yang dialaminya.
Di sisi lain, lanjutnya, perkembangan global juga menghendaki agar negara menempatkan penyandang disabilitas sebagai subjek yang hendak mencari keadilan. Penyandang disabilitas bukan sebagai objek yang menjadi sumber permasalahan. Dengan demikian lembaga penegak hokum diharapkan lebih berperan menghapus hambatan sosial yang dapat mengurangi hak penyandang disabilitas dalam sistem peradilan.
Artinya, kata Fadil Zumhana, secara sosiologis, publik menghendaki adanya pergeseran paradigma dari yang sebelumnya menggunakan pendekatan belas kasih, menjadi pendekatan pemenuhan hak. Karena itu, jajaran Kejaksaan di seluruh daerah di Indonesia berkomitmen ikut serta menyiapkan sumber daya manusia berkualitas.
“Hal itu penting guna menunjang pekerjaan penegakan hukum yang dilaksanakan para jaksa untuk memenuhi akses keadilan bagi penyandang disabilitas dalam peradilan pidana,”katanya. (Matra/AdeSM).