Sekjen GKPS, Pdt Dr Paul Ulrich Munthe. (Foto : Matra/Radesman Saragih).

(Matra, Jambi) – Keriuhan politik menyongsong Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2023 tidak hanya terjadi di tengah-tengah kehidupan partai politik (parpol) dan para pendukungnya. Keriuhan politik menyongsong Pemilu 2024 juga terjadi di tengahtengah kehidupan umat beragama,Gereja, termasuk Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).

Hal tersbeut ditandai dengan keterlibatan warga jemaat, majelis dan pengurus GKPS dalam tim sukses calon legislatif, kepala daerah dan presiden. Selain itu tidak sedikit juga anggota jemaat dan majelis GKPS yang terlibat langsung dalam politik praktis sebagai calon legislatif (caleg) dan kepala daerah.

Banyaknya anggota jemaat, majelis dan pelayan GKPS yang berkecimpung dalam politik praktis menghadapi Pemilu dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024 berpotensi membuat persekutuan di tengah gereja terkontaminasi “trik-trik” (siasat) politik praktis.

Salah satu di antaranya, adanya anggota jemaat, majelis dan pelayan gereja yang masuk sebagai tim sukses caleg, calon kepala daerah dan calon presiden yang scara diam-diam (operasi senyap) atau terbuka melakukan kampanye politik di tengah persekutian jemaat.

Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan gesekan-gesekan di tengah persekutuan karena tidak semua anggota jemaat mendukung caleg, partai, kepala daerah dan pemimpin negara yang sama. Terkadang di tengah jemaat terjadi perbedahan pilihan partai politik, caleg, kepala daerah dan calon presiden.

Menyikapi banyaknya anggota jemaat, majelis dan pengurus gereja terlibat dalam politik praktis menyongsong Pemilu 2024, berbagai kalangan mengharapkan agar gereja tidak dijadikan arena politik praktis. Masalahnya politik praktis di tengah persekutian jemaat bisa memecah-belah jemaat.

Seorang anggota jemaat di GKPS Resort Jambi yang enggan disebut namanya mengatakan, politik praktis di tengah gereja harus dicegah. Hal itu penting mencegah terjadinya benih-benih konflik di tengah gereja. Benih-benih konflik akibat politik praktis di tengah gereja perlu dihindari karena maslahnya bisa berlanjut sampai di kemudian hari, yakni terjadinya blok (pengelompokan) di tengah gereja.

“Memang pengamatan kami selama ini, para tim sukses sering keceplosan (rerlanjur) melakukan kampanye secara diam-diam di tengah persekutuan jemaat. Hal itu berpotensi menimbulkan gesekan karena tidak semua warga jemaat memilih satu partai, caleg, kepala daerah dan pemimpin negara ini. Jadi kalau bisa janganlah kampanye politik di tengah gereja,”katanya.

Asisten I (Bidang Pemerintahan) Pemerintah Provinsi Jambi, Arief Munandar.(Foto : Matra/Radesman Saragih).

Campur Aduk

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) GKPS, Pdt Dr Paul Urich Munthe dalam wawancara khusus dengan medialintassumatera.net (Matra) di Kota Jambi, baru-baru ini menegaskan, GKPS tidak anti terhadap politik. Tidak dipungkiri cukup banyak pelayan GKPS yang terlibat dalam kancah politik. Baik sebagai tim sukses caleg, kepala daerah, parpol dan presiden.

“Kita (GKPS.Red) tidak anti dengan kegiatan politik. Tetapi bagaimana politik yang santun, beretika, ini yang harus kita jaga. Jangan gara-gara hal sepele di bidang politik, kebersamaan di tengah masyarakat, jemaat dan keluarga rusak atau terpecah. Jadi para pelayan GKPS bisa terjun ke politik. Tetapi jangan mencampur-adukkan agama dengan politik,”katanya.

Pdt Dr Paul Ulrich Munthe mengingatkan (warning) para warga jemaat dan pelayan GKPS yang terjun di dunia politik, khususnya menyongsong Pemilu 2024 tetap menjaga persekutuan jemaat. Jangan akibat politik praktis jemaat sampai terpecah. Hal tersebut harus dijaga jangan sampai terjadi. GKPS akan tetap menyuarakan agar politik tidak sampai mengganggu persekutuan di tengah jemaat.

Dijelaskan, GKPS tidak memperbolehkan adanya politik praktis di tengah gereja, terutama kampanye politik. Hal ini perlu dipahami bersama karena warga jemaat GKPS juga memiliki pilihan yang berbeda-beda. Baik pilihan caleg, kepala daerah, parpol dan calon presiden.

“Jadi kenyataan memang seperti itu. Anggota jemaat kita berbeda-beda bendera partainya, calon-calon legislatif dan pemimpin yang akan mereka pilih. Namun kita harus tetap manjaga kebersamaan. Kita harus ingat bahwa kita satu Tuhan. Jadi walau kita berbeda-beda pilihan pada Pemilu nanti, itu tidak tidak masalah. Yang penting kita harus menjaga keutuhan selaku tubuh Kristus,”katanya.

Pdt Dr Paul Ulrich Munthe mengingatkan, para pelayan, majelis dan pengurus GKPS yang terjun ke dunia politik, baik sebagai tim sukses, caleg, calon kepala daerah dan pengurus parpol harus bisa menempatkan kegiatan politik dan pelayanan.

“Sebagai pelayan, mereka harus melayani sepenuh hati. Jangan melayani dengan membawa-bawa bendera partai di tengah gereja. Kalau di gereja, tetap melayani Tuhan dan semua warga jemaat. Kalau bisa, jiwa pelayanan tersebut justru ditunjukkan juga dalam kehidupan berpolitik. Ini penting supaya ada warna yang lebih baik di dunia politik,”ujarnya.

Sementara pada Pesta Patibal Batu Onjolan (Peletakan Batu Penjuru) GKPS Tanah Kanan, Kota Jambi, Minggu (16/7/2023), Pdt Dr Paul Ulrich Munthe meminta warga jemaat GKPS di Jambi menjalankan tanggung jawabnya, secara khusus untuk persiapan menghadapi Pemilu 2024.

“Mungkin akan banyak gesekan-gesekan di tengah masyarakat menyongsong Pemilu 2024 nanti. Karena itu GKPS turut juga bertanggng jawab untuk menjaga kondusifitas Pemilu 2024,”tambahnya.

Jangan Provokasi

Sedangkan menurut Asisten I (Bidang Pemerintahan) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi yang juga mantan Kepala Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik, Arief Munandar kepada medialintassumatera.net (Matra) di sela-sela Pesta Patibal Batu Onjolan GKPS Tanah Kanaan, Kota Jambi, Minggu (16/7/2023) mengatakan, pihaknya sepakat dengan apa yang disampaikan ekjen GKPS bahwa umat beragama, termasuk GKPS sama-sama menjaga kondisifitas keamanan menghadapi Pilkada/Pilpres/Pileg Serentak 2024.

“Menghadapi Pemilu Serentak 2023 membutuhkan suasana kondusif, khususnya di Jambi dan Indonesia umumnya. Jadi kita butuh kebersamaan dalam segala lini kehidupan, termasuk dari sisi kegamaan. Kita harus memupuk rasa toleransi, bisa berdampingan secara damai,”katanya.

Terkait keterlibatan pengurus keagamaan yang menjadi tim sukses parpol, caleg, calon kepala daerah dan calon presiden, Arief Munandar mengatakan, aktif di partai itu hak masyarakat. Yang terpenting berkompetisi secara sehat.

“Jangan menjadi provokator. Warga masyarakat, termasuk para pengurus organisasi keagamaan bebas mendukung siapa pun dalam politik. Namun kita harus bisa menghargai perbedaan. Mengenai larangan kampanye di rumah ibadah, itu ada aturannya yang harus dipatuhi bersama,”katanya. (Matra/AdeSM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *