(Matra, Simalungun) – Kehadiran perusahaan-perusahaan besar di kawasan Danau Toba, wilayah Simalungun, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dinilai semakin merusak lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat. Kerusakan lingkungan tersebut antara lain disebabkan penebangan hutan dan pencemaran air yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan Danau Toba tersebut.
Beberapa perusahaan besar yang dinilai selama ini merusak lingkungan kawasan Danau Toba dan mencemari lingkungan akibat limbah perusahaan, yakni perusahaan yang bergerak di bidang peternakan babi, PT Suri Tani Pemuka/Japfa yang bergerak di bidang budi daya perikanan air tawar dan perusahaan industry pengolahan bubur kertas, PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Masyarakat di Kabupaten Simalungun yang terdampak kegiatan perusahaan-perusahaan besar tersebut tersebar di Kelurahan Tigarunggu, Desa Tigaras, Tambunraya dan Sipolha. Desa Tigaras, Tambun Raya dan Sipolha berada kawasan pesisir Danau Toba yang sebagian besar masyarakatnya masih menggantungkan hidup dari lingkungan Danau Toba.
Sikap Gereja
Dampak negatif eksplotasi sumber daya alam yang dilakukan PT Alledrindo, PT Suri Tani Pemuka/Japfa dan PT TPL terhadap kerusakan lingkungan tersebut pun mendapat perhatian serius gereja-gereja di Sumut, khususnya yang memiliki banyak warga jemaat di Simalungun. Di antaranya, Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Huria Kristen Indonesia (HKI), Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Menyikapi kerusakan lingkungan akibat aktivitas perusahaan tersebut, tikoh-tokoh dan pimpinan gereja tersebut pun menggelar Workshop (Pertemuan Kerja) Keberlanjutan Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility/CSR) dalam Mengintegrasikan Kepedulian Lingkungan dan Masyarakat Bersama Stakeholder di Simalungun.
Pertemuan yang didukung Misi Injil Bersatu (United Evangelical Mission/UEM) tersebut dilaksanakan di di Hotel Dio Rafael, Tigaras, Simalungun, Sumut selama dua hari, Senin – Selasa (17 – 18/7/2023). Pertemuan yang dihadri sebanyak 28 orang perwakilan dari berbagai denominasi gereja tersebut menghadirkan pembicara, Deputi II (Bidang Lingkungan) Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan, MSi, Kepala Departemen Pelayanan GKPS, Pdt Dr Jenny Rossy Purba dan Pdt Aman Saud Purba, STh, MA.
Pernyataan Sikap
Pertemuan tersebut pun menghasilkan pernyataan sikap mengenai penyelamatan lingkungan di kawasan pesisir Danau Toba, khususnya di Tigaras, Tambun Raya dan Sipolha. Sesuai pernyataan sikap tersebut, menghimau perusahaan yang ada di sekitar Danau Toba, yaitu PT Allegrindo, PT Suri Tani Pemuka/Japfa dan PT TPL melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hal itu penting demi kelestarian lingkungan dan mendukung kawasan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata unggulan.
Kemudian, para peserta workshop ekologi tersebut juga meminta perusahaan di kawasan Danau Toba tersebut memberikan dana CSR kepada masyarakat secara tepat guna. Pemanfaatakn dana CSR tersebut harus melibatkan seluruh stakeholder. Selain itu pihak perusahaan juga harus memberikan kemudahan bagi masyarakat mendapatkan informasi CSR perusahaan secara transparan dan akuntabel.
Selanjutnya, peserta workshop tersebut juga meminta pemerintah melakukan fungsinya mengayomi dan memberdayakan masyarakat di sekitar perusahaan. Pemerintah juga diminta memonitor operasional perusahaan dan pelaksanaan regulasi (aturan) mengenai CSR. Pemberian CSR tersebut merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2007, UU Nomor 40 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012 dam PP 38 Tahun 2015.
Selain itu, peserta workshop ekologi tersebut juga mengimbau PT TPL melaksanakan keputusan yang tertuang dalam Nota Kesepakatan (Memorandum of Understandin/MoU) antara TPL dan masyarakat Tambun Raya-Sipolha mengenai pemberdayaan masyarakat dan kelestarian lingkungan tanggal 11 Agustus 2022.
Kemudian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diminta meninjau ulang pemberian izin PT TPL tentang pengalihan fungsi hutan alam menjadi hutan tanaman industri di sekitar Tambun Raya-Sipolha, Simalungun. Peserta workhshop juga meminta pimpinan gereja – gereja di Sumut, baik Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI, UEM, Komite Nasional Persekutuan Gereja-gereja Lutheran di Indonesia (Lutheran World Federation/LWF) menyuarakan keadilan dan mendukung pelaksanaan advokasi gereja dan masyarakat.
Masih Minim
Sementara itu, perwakilan warga masyarakat setempat, St Charles Sidabutar pada kesempatan itu mengatakan, terpuruknya perekonomian masyarakat akibat gagal panen, perubahan iklim, eksploitasi sumber daya alam dan ahli fungsi hutan menyebabkan migrasi hewan ke daerah penduduk di Tambun Raya dan sekitarnya.
“Gerombolan kera menghancurkan ladang-ladang penduduk. Dua hektare tanaman jagung kami habis dimakan kera. Kera menyerang lading penduduk karena sumber makanan di hutan tidak ada,”katanya.
Sedangkan menurut Deputi II (Bidang Lingkungan) Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan, kurangnya pemahaman masyarakat tentang CSR menyebabkan pemanfaatan CSR masih minim. Pemahaman tersebut sering sebatas bantuan bukan pemberdayaan. Karena itu Abetnego mengajak gereja berkolaborasi dengan pelaku bisnis, pemerintah dan masyarakat.
“Hal itu penting untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan pikiran yang kritis (critical thinking) agar posisi gereja sebagai mitra bukan penerima bantuan,”katanya.
Kemudian Kepala Departemen Pelayanan GKPS, Pdt Dr Jenny Rossy Purba pada kesempatan itu mengajak gereja untuk tidak melihat pelaku ekonomi sebagai lawan melainkan mitra untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG). Gereja adalah gereja yang go-between (perantara) yang menjembatani dan memediasi berbagai pihak (Sapangambei manoktok hitei, bahasa Simalungun).
Sementara pendeta GKPS, Pdt Aman Saud Purba, STh, MA pada kesempatan itu mengatakan, gereja perlu mengubah paradigma pembangunan manusia bukan pembangunan fisik. Dengan demikian advokasi (bantuan) gereja memperjuangan dana CSR perusahaan untuk masyarakat bisa dicap[ai dengan baik dan pemanfaatannya pun tepat guna. (Matra/AdeSM/HmsGKPS).