(Matra, Kisaran) – Kalangan aktivis mahasiwa kembali mengelar aksi unjuk rasa menolak pembangunan menara masjid senilai Rp 20 miliar di Kota Kisaran, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Unjuk rasa tersebut digelar di depan kantor Bupati Asahan dan kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Asahan, Jalan Mahoni, Kisaran, Mekar Baru, Kecamatan Kota Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, Sumut, Jumat, (19/5/2023).
Para mahasiswa yang menggelar unjuk rasa tersebut berasal dari Gerakan Mahasiswa Reformasi (Grima) dan Lingkar Studi Mahasiswa Marhanenis (LSMM) Kisaran. Mereka mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan, Dinas PUTR Asahan dan DPRD Asahan membatalkan pembangunan menara Masjid Masjid Agung H Achmad Bakrie, Kisaran, Kabupaten Asahan yang menelan dana sekitar Rp 20 miliar.
Menurut para mahasiswa, pembangunan menara masjid yang menelan dana besar tersebut sangat bertentangan dengan janji politik Bupati dan Wakil Bupati Asahan, H Surya, BSc dan Wakil Bupati Asahan, Taufik Zainal Abidin Siregar, SSos, MSi pada kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada). Selain itu, pembangunan menara masjid tersebut juga bertentangan dengan harapan masyarakat yang ingin peningkatan pembangunan infrastrkutur jalan dan pertanian.
Ketua Grima Kisaran, Nawawi Tanjung dalam orasinya pada saat unjuk rasa tersebut menuntut janji politik Bupati Asahan mengenai peningkatan pembangunan infrsatruktur daerah dan ekonomi rakyat. Pembangunan menara masjid dengan biaya sangat besar di Kisaran tersebut menunjukkan Bupati Asahan telah mengingari janjinya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.
“Mana janji janji politik Bupati Asahan yang dulu pernah di ucapkan kepada masyarakat. Apakah BUpati Asahan tidak ingat lagi janji – janji politik dulu,”tandasnya.
Menurut Nawawi Tanjung, pihak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas PUTR dan DPRD Asahan semestinya lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat dalam pembangunan di Asahan. Hal itu penting di tengah kesulitan ekonomi masyarakat yang hingga kini belum sepenuhnya pulih.
“Kami curiga, pembangunan menara masjid senilai Rp 20 miliar di Kisaran ini serta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Asahan hanya digunakan untuk kepentingan kelompok ataupun golongan elit tertentu semata. Kalau itu tidak ada, mengapa ada upaya intervansi pihak lain yang terlibat dalam proyek ini menghalang-halangi gerakan kami mahasiswa,”katanya.
Sementara itu, Ketua Cabang LSMM Asahan, Johan Iskandar Sitorus pada kesempatan tersebut mengatakan, pembangunan menara Masjid Agung H Achmad Bakrie, Kisaran yang menelan anggaran Rp 20 miliar tidak terlalu mendesak saat ini. Justru yang lebih mendesak di Kisaran, Kabupaten Asahan saat ini, yaitu perbaikan kerusakan jalan ke sentra-sentra produksi ekonomi rakyat dan pertanian.
“Kami menilai, Bupati Asahan dan jajarannnya tidak melakukan pemantauan ke lapangan terlebih dahulu sebelum menganggarkan pembangunan menara masjid tersebut. Karena itu Bupati Asahan tidak tahu mana yang lebih penting antara pembangunan menara masjid dengan perbaikan kerusakan jalan,”katanya.
Menurut Johan Iskandar Sitorus, LSMM Kabupaten Asahan sudah melakukan pengecekan (pemantauan) kondisi jalan ke 177 desa dan 27 kelurahan di Kabupaten Asahan. Hasil pantauan menunjukkan masih banyak jalan yang rusak, hancur bagaikan kubangan kerbau. Namun Pemkab Asahan sama sekali kurang memperhatikan kerusakan jalan tersebut.
Johan Iskandar Sitorus kesempatan itu meminta Bupati Asahan, pihak Dinas PUTR, Bappeda dan DPRD Asahan menemui para mahasiswa yang menggelar unjuk rasa. Para mahasiswa Kisaran ingin menanyakan mengenai tujuan dan urgensi (kepentingan) pembangunan menara masjid di Kisaran tersebut dan mengapa perbaikan kerusakan jalan diabaikan.
Namun para pejabat dan wakil rakyat di Asahan tidak ada yang menemui para mahasiswa. Pihak Pemkab Asahan yang menemui para mahasiswa hanya staf Bappeda Asahan. Staf Bappeda Asahan juga tidak bisa mengambil keputusan mengenai tuntutan mahasiswa untuk membatalkan proyek pembangunan menara masjid Kisaran senilai Rp 20 miliar. Perwakilan Bappeda Asahan hanya berjanji menyampaikan aspirasi para mahasiswa.
Unjuk rasa para mahasiswa di Kisaran tersebut berlangsung tertip di bawah pengawalan petugas keamanan. Setelah melakukan orasi (pernyataan sikap), para mahasiswa membubarkan diri. (Matra/AdeSM).