Bos besar perusahaan sawit Riau PT Duta Palma Group, Surya Darmadi menghadiri sidang putusan kasus korupsi alih fungsi hutan Riau di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis (23/2/2023). (Foto : Matra/PuspenkumKejagung).

(Matra, Jakarta) – Bos besar perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group Riau, Surya Darmadi divonis hukuman pidana penjara selama 15 tahun pada sidang perkara kasus korupsi alh fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pencucian uang senilai Rp 78 triliun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (23/2/2023).

Vonis hakim tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya vonis pidana penjara seumur hidup. Vonis hukuman tersebut disertai juga dengan kewajiban terdakwa Surya Darmadi membayar denda sekitar Rp 1 miliar. Jika denda tersrbut tidak dibayar, Surya Darmadi wajib menggantinya dengan menjalani pidana penjara atau kurungan selama enam bulan.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Fahzal Hendri mengatakan, Majelis Hakim juga memutuskan menambah hukuman terhadap Surya Darmadi, yakni membayar uang pengganti sekitar Rp 2,24 triliun dan membayar kerugian perekonomian negara sekitar Rp 39,75 triliun. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam satu bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Kemudian, lanjut Fahzal Hendri, dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka terpidana ditambah hukuman penjara selama lima tahun. Masa penangkapan dan penahanan terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Terdakwa juga tetap berada dalam tahanan.

“Sedangkan sejumlah harta benda atas nama terdakwa disita untuk mengganti kerugian Negara. Di antaranya aset di Singapura, Australia dan helikopter di Riau,”katanya.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakpus dalam amar putusannya menyatakan, Surya Darmadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu Primair dan Dakwaan Ketiga Primair Penuntut Umum. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian perbuatan terdakwa juga melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf c UU RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Namun Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakpus menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam Dakwaan Kedua Penuntut Umum. Karena itu terdakwa dibebaskan dari Dakwaan Kedua Penuntut Umum tersebut.

Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Hendro Dewanto memberikan keterangan terkait vonis hukuman penjara 15 tahun terhadap bos besar perusahaan sawit Riau, Surya Darmadi di di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis (23/2/2023). (Foto : Matra/PuspenkumKejagung).

Meghormati Putusan Hakim

Menanggapi vonis pidana selama penjara 15 tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakpus terhadap Surya Darmadi, Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Hendro Dewanto mengatakan, Kejagung menghormati vonis tersebut.

Dikatakan, putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakpus merupakan putusan fenomenal terkait terbuktinya kerugian perekonomian negara dibebankan kepada terdakwa. Keputusan tersebut patut diapresiasi sebagai kemenangan bagi masyarakat pencari keadilan.

“Saya harap semua bisa mengawal proses persidangan di Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung karena terdakwa telah menyatakan banding. Hal ini penting karena pembuktian perekonomian negara yang telah diperjuangkan JPU secara mutlak dibebankan kepada terdakwa. Hal ini baru pertama kali terjadi,”ujarnya.

Menurut Hendro Dewanto, aset-aset terkait perkebunan yang dulu dikelola oleh PT Duta Palma Group akan dikembalikan kepada negara. Direktur Penuntutan Jampidsus tersebut memastikan bahwa Jaksa Penuntut Umum akan berkoordinasi dengan kementerian terkait core business kelapa sawit.

Sempat Buron

Seperti diberitakan sebelumnya, Surya Darmadi diketahui terlibat korupsi jual beli atau alih fungsi hutan menjadi lahan kebun sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau tahun 2014. Setelah kasus tersebut terungkap, Surya Darmadi sempat melarikan diri atau menjadi buronan selama delapan tahun. Dia melarikan diri ke Singapura. Kemudian Surya Darmadi menyerahkan diri ke Kejagung 15 Agustus 2022.

Selama proses hukum kasus korupsi dan pencucian uang Surya Darmadi berlangsung, Kejagung sudah menyita banyak asset PT Duta Palma Group yang dipimpin Surya Darmadi. Aset tersebut berupa perkebunan kelapa sawit sekitar 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, ratusan hektare areal kebun sawit di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi dan ratusan hektare areal kebun sawit di Kalimantan. Selain itu Tim Kejagung juga menyita aset lain Surya Darmadi seperti satu unit helikopter di Riau, bangunan gedung perkantoran di Riau, Jakarta dan Bali.

Anak perusahaan PT Duta Palma Group yang menguasai perkebunan kelapa sawit tersebut, yakni PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Kencana Amal Tani. Semua perusahaan itu milik terdakwa Surya Darmadi. Terdakwa Surya Darmadi membuka perkebunan dan produksi kelapa sawit di Indragiri Hulu tersebut tanpa izin pelepasan kawasan hutan Kementerian Kehutanan dan tanpa adanya hak guna usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Kasus tersebut melibatkan mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rahman. Mantan Bupati Indragiri Hulu tersebut masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pekanbaru, Riau terkait kasus korupsi dana kasbon APBD Indragiri Hulu 2005-2008. (Matra/AdeSM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *