(Matra, Sumut) – Perlombaan olah raga air termasuk salah satu daya tarik wisata di kawasan Danau Toba, Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Perlombaan olah raga air tersebut bahkan menjadi suguhan utama pada setiap penyelenggaraan Pesta Danau Toba. Pada Pesta Danau Toba di objek wisata Parapat, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumut medio Juni 1985 dan medio Desember 2019 misalnya, perlombaan solu bolon (sampan besar) dan marlange (renang) menjadi daya pikat utama bagi pengunjung.
Lomba solu bolon dan renang mendapat sambutan meriah pengunjung karena sangat jarang digelar di Danau Toba kecuali pada Pesta Danau Toba. Kemudian warga masyarakat pesisir Danu Toba juga antusias menyaksikan perlombaan solu bolon dan renang setiap Pesta Danau Toba karena ingin melihat kehebatan para jawara dayung dan renang dari daerah masing-masing.
Biasanya lomba solu bolon dengan peserta 25 orang disertai juga lomba solu (sampan tradisional) dengan pendayung dua orang dan satu orang. Peserta lomba solu biasanya berasal dari para nelayan tradisional di Danau Toba.
Selain lomba solu bolon, Pesta Danau Toba juga menyuguhkan lomba olah raga air yang memikat pengunjung, yakni perlombaan renang tradisional gaya bebas. Rute solu bolon dan renang tersbeut, yakni dari pantai Parapat hingga pantai Tomok, Toba Samosir dengan jarak sekitar satu kilometer.
Pesta Danau Toba juga biasanya memikat pengunjung berkat penyelenggaraan pergelaran atau pentas seni budaya Batak. Ada pergelaran tortor (tari) dan musik tradisional Simalungun, Toba, Karo dan Dairi. Kemudian puncak pentas seni budaya Pesta Danau Toba biasanya menampilkan artis Batak nasional yang sedang ngetop (viral).
Semakin Profesional
Melihat tingginya antusias warga masyarakat dan wisatawan menyaksikan Pesta Danau Toba tersebut, Pesta Danau Toba pun diselenggerakan lebih profesional. Untuk itu, Pesta Danau Toba yang sebelumnya hanya ditangani Pemprov Sumut dan Pemkab di kawasan Danau Toba akhirnya turut ditangani Pemerintah Pusat (Kementerian Pariwisata).
Intervensi Pemerintah Pusat terhadap penyelenggaraan Pesta Danau Toba tersebut dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Untuk itu biaya penyelenggaraan Pesta Danau Toba pun dikucurkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Kemudian Pesta Danau Toba pun ditetapkan menjadi agenda wisata nasional.
Namun Pesta Danau Toba yang sudah mendapat tempat di hati masyarakat sekeliling Danau Toba, masyarakat Sumut, wisatawan nasional dan manca negara tersebut, sempat vakum atau dihentikan selama sembilan tahun, mulai 1998 – 2007.
Penghentian Pesta Danau Toba dilakukan menyusul tenggelamnya kapal motor (KM) Peldatari seusai penutupan Pesta Danau Toba di Parapat, Simalungun tahun 1997. Kapal tersebut terbalik dan tenggelam dalam perjalanan pulang dari Parapat menuju Samosir dengan sarat muatan. Peristiwa tersebut menewaskan ratusan penumpang.
Setelah situasi dinilai mulai kondusif, Pesta Danau Toba digelar kembali medio Juli 2008. Pada kesempatan itu kegiatan Pesta Danau Toba tidak lagi hanya menggelar lomba solu bolon dan olah raga air lainnya. Kegiatan Pesta Danau Toba ditambah dengan pelestarian lingkungan. Hal itu ditandai dengan penanaman sekitar 2,5 juta pohon penghijauan di sekeliling Danau Toba.
Namun antusiasme masyarakat pada Pesta Danau Toba tersbeut sangat rendah. Pesta Danau Toba tersebut pun kurang bergaung di tingkat nasional. Hal tersebut diperkirakan sebagai dampak pengalaman traumatik terhadap kasus tenggelamnya KM Peldatari. Akibatnya Pesta Danau Toba kembali terhenti sejak 2009 hingga tahun 2012.
Digelar Bergilir
Pesta Danau Toba baru digelar kembali tahun 2013. Saat itu Pesta Danau Toba digelar di Tuktuk, Kabupaten Samosir. Guna menjadikan Pesta Danau Toba semakin berkelas, nama Pesta Danau Toba saat itu pun diubah menjadi Festival Danau Toba. Setelah berganti menjadi Festival Danau Toba, lokasi pelaksanaan dan penyelenggara Festival Danau Toba pun berganti di tujuh kabupaten yang memiliki kawasan Danau Toba.
Pelaksanaan Festival Danau Toba bukan lagi hanya di Parapat, Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Samosir, tetapi juga di Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo. Festival Danau Toba tahun 2014 dilaksanakan di Balige, Kabupaten Toba Samosir.
Kemudian festival tersebut dilanjutkan tahun 2015 di Berastagi, Kabupaten Karo. Selanjutnya Festival Danau Toba digelar di Muara, Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2017, Sidikalang, Kabupaten Humbang Hasundutan (2018) dan kembali ke Parapat, Kabupaten Simalungun (2019). Pada Festival Danau Toba di Kabupaten Tapanuli Utara digelar kegiatan baru, yakni Karnaval Pesona Danau Toba 2017 yang diikuti sekitar 2.227 orang.
Terakhir kali Festival Danau Toba digelar 9 – 12 Desember 2019. Pelaksanaan Festival Danau Toba pun semakin kurang memikat. Event wisata tersebut pun digelar lebih berskala kecil. Hal itu tercermin dari dana yang dialokasikan hanya Rp 1,4 miliar.
Kemudian penyelenggaran Festival Danau Toba yang biasanya dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam dipersingkat menjadi hanya tiga hari tiga malam pada Festival Danu Toba 2019. Akibat pandemi Covid-19, Festival Danau Toba pun terhenti sejak 2020 hingga 2022.
Gebyar F1 Powerboat
Di tengah vakumnya kegiatan wisata di Danau Toba, tiba-tiba muncul even wisata dan olah raga air bertaraf internasional di Danau Toba, yakni Kejuaraan Dunia Kapal Motor Super Cepat (World Championship) Formula 1 Powerboat (F1H20).
Kejuaraan dunia F1 Powerboat tersebut digelar di Danau Toba kawasan pantai Bulbul, Balige, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Jumat – Minggu (24 – 26/2/2023). Predikat atau status event olah raga air tersebut tentunya tak main-main. F1 Powerboat Danau Toba merupakan seri pertama kejuaraan F1 Powerboat dunia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), H Sandiaga Salahuddin Uno baru-baru ini mengatakan, kejuaraan dunia F1 Powerboat Danau Toba yang diselenggarakan Union Internationale Motonautique dan disponsori H20 tersebut diikuti 20 orang pembalap dari 10 tim. Para pembalap berasal dari ari Inggris, Ukraina, Arab Saudi, Cina, Portugas, Brazil, Perancis, Korea Selatan dan Qatar.
Kejuaraan dunia F1 Powerboat Danau Toba sendiri mendapat sambutan wisatawan mancanegara, nusantara dan lokal. Hal tersebut tercermin dari pemesanan tiket lomba F1 Powerboat dan pemesanan kamar hotel di sekitar Danau Toba, khususnya di Kota Parapat, Kabupaten Simalungun, Balige, Kabupaten Toba Samosir dan di berbagai kota di Sumut.
Direktur Pemasaran dan Program Pariwisata InJourney, Maya Watono dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) secara online (zooming) di Jakarta, Senin (13/2/2023) menjelaskan, penjualan tiket kejuaraan F1 Powerboat Danau Toba laris manis.
Sekitar 2.000 tiket tribun utama dengan harga Rp 500.000/tiket yang dijulan secara online (dalam jaringan) oleh InJourney pekan lalu habis dalam waktu setengah jam. Kemudian sekitar 1.500 tiket tribun biasa di bukit Pahoda, Balige dengan harga Rp 50.000/tiket juga sudah hamper habis. Sedangkan tiket yang dijual di café-café dan warung dekat pantai Bulbul, Balige dengan harga ratusan ribu rupiah juga sudah hampir habis.
Sementara itu, menurut Direktur Utama (Dirut) Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Jimmy Bernando Panjaitan jumlah kamar hotel yang sudah di-booking (dipesan) pengunjung atau wisatawan di delapan kabupaten di kawasan Danau Toba, khususnya di Balige, Kabupaten Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun, Kota Pematangsiantar dan Samosir untuk 24 – 26 Februari 2023 sudah mencapai 1.955 unit.
“Jumlah kamar yang sudah dipesan di delapan kabupaten di kawasan Danau Toba hingga tiga pekan menjelang pelaksanaan lomba F1 Powerboat sudah mencapai 1.955 unit. Jumlah kamar yang dipesan tersebut mencapai 30 % dari total 7.250 unit kamar yang tersedia di hotel-hotel dan penginapan yang ada didelapan kabupaten di kawasan Danau Toba. Kamar yang tersisa sekitar 5.285 unit,”katanya.
Bangkitkan Ekonomi
Sementara menurut Sandiaga Uno, F1 Powerboat Danau Toba yang akan dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membangkitkan ekonomi rakyat dan daerah, khususnya di kawasan Destinasi Super Prioritas Danau Toba (DSPD). Jika target 25.000 wisatawan bisa tercapai dan penyelenggaraan kejuaran F1 Powerboat bisa sukses, diperkirakan pendapatan masyarakat, pengusaha dan daerah bisa mencapai Rp 212 miliar.
Pendapatan itu bersumber dari penjualan tiket, transaksi jual beli produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), warung kopi, kuliner, penginapan, transportasi dan usaha lainnya. Produk UMKM yang juga diperkirakan bakal laku keras di Danau Toba, khususnya Balige, Ajibata dan Parapat selama penyelenggaran kejuaraan internasional F1 Powerboat Danau Toba. Misalnya, produk kerajinan ulos, kopi, kuliner khas Batak seperti ikan mas arsik (pepes), dolung-dolung (kue kepal khas Batak) dan lampet (kue bungkus).
Selain itu, produk budaya juga akan kecipratan rejeki selama penyelenggaraan kejuaraan F1 Powerboat. Di antaranya seni tari Batak, termasuk sigale-gale (patung), musik (gondang) Batak dan produk budaya lainnya.
Menurut Sandiaga Uno, menjelang penyelenggaraan F1 Powerboat Danau Toba, pendapatan warung-warung kopi dan warung nasi di sekitar arena lomba F1 Powerboat, Balige meningkat drastis. Biasanya pemilik warung kopi di Balige tak sampai ratusan kilogram per minggu. Namun menjelang pelaksanaan F1 Powerboat ini, seluruh warung kopi di Balige sudah menghabiskan satu ton kopi selama seminggu.
“Ini luar biasa. Berarti penghasilan UMKM di sekitar arena lomba F1 Powerboat Danau Toba melonjak,”katanya.
Sikap Sinis
Di tengah gebyar F1 Powerboat Danau Toba yang digelar Kemenparekraf di Danau Toba, Balige, Tobasa tersebut, sebagian warga masyarakat Balige sendiri bersikap sinis. Sikap tersebut muncul menyusul mahalnya harga tiket F1 Powerboat hingga mencapai Rp 500.000/tiket. Mahalnya harga tiket tersebut membuat kesempatan warga masyarakat Balige sendiri menyaksikan kejuaraan dunia F1 Powerboat Danau Toba di kampung halaman mereka sendiri sulit.
Sedangkan kesempatan yang diberikan kepada warga berkantong tipis menyaksikan F1 Powerboat dengan banderol harga tiket Rp 50.000/tiket khusus di tribun bukit Pahoda kurang mendapat respon warga masyarakat Balige. Masalahnya lokasi menonton F1 Powerboat di bukit Pahoda tersebut sangat jauh dari arena lomba.
“Kami enggan menyaksikan lomba F1 Powerboat tersebut karena tiketnya mahal. Tiket di café-café aja mencapai Rp 200.000 – Rp 300.000/orang. Sedangkan harga tiket Rp 50.000/orang untuk tribun bukit Pahoda kurang cocok. Masalahnya lokasi bukit Pahoda dengan arena lomba sangat jauh. Mana enak kita nonton dari jauh,”kata Uli (58), warga Balige.
Menurut Uli, penyelenggaraan F1 Powerboat Danau Toba berkelas internasional tersebut ujung-ujungnya hanya dinikmati kalangan orang berduit dari luar. Sedangkan warga Balige sendiri hanya sebagai penonton.
Dikatakan, kendati dikatakan kegiatan bertaraf internasional tersebut menghasilkan uang yang banyak dan membangkitkan UMKM, itu pun hanya dinikmati segelintir pelaku UMKM. Masyarakat biasa di Balige yang bekerja sebagai petani tidak mendapat cipratan rejeki dari kegiatan berkelas internasional ini.
“Jangankan dapat rejeki, menonton pun sulit karena harga tiket mahal. Beda dengan Pesta Danau Toba. Pada Pesta Danau Toba banyak sajian hiburan yang bisa kita nikmati. Ada lomba solu bolon, renang, pergelaran seni budaya dan kegiatan lainnya. Kemudian berbagai kegiatan lomba dan pentas seni tersebut melibatkan warga masyarakat pesisir Danau Toba,”ujarnya.
Uly mengharapkan, kendati F1 Powerboat bisa mendongkrak kunjungan wisatawan serta memberikan pendapatan besar bagi pelaku UMKM, pengusaha hotel, transportasi, pemerintah daerah dan pemerintah pusat, Festival Danau Toba jangan sampai terlupakan.
Kalau bisa, tambahnya, seusai kejuaraan internasional F1 Powerboat Danau Toba di Balige, 25 – 26 Februari 2023, Festival Danau Toba pun bisa digelar kembali. Hal itu penting agar sejarah dan tradisi pesta rakyat di Danau Toba yang sudah ada sejak 1982 tersebut jangan sampai tinggal kenangan.
“Janganlah sampai warga pesisir Danau Toba mengatakan selamat tinggal Festival Danau Toba karena datangnya even bergengsi F1 Powerboat,”katanya. Semoga. (Matra/Radesman Saragih/BerbagaiSumber).