(Matra, Jambi) – Para sopir batu bara di Jambi hingga kini masih sering menjadi objek sasaran hujatan masyarakat maupun para pengguna kendaraan pribadi dan penumpang yang melintasi jalan raya. Para sopir batu bara yang sering dijuluki raja jalanan kini menjadi bulan-bulanan. Padahal penghasilan mereka sering hanya pas-pasan.
Sorotan sinis masyarakat terhadap para sopir batu bara tersebut tak terlepas dari keresahan masyarakat akibat kemacetan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas, kerusakan jalan dan polusi yang diakibatkan kepadatan truk angkutan batu bara.
Protes terhadap kegiatan angkutan batu bara di Jambi pun sudah sering dilakukan warga masyarakat maupun mahasiswa. Protes dilakukan bukan hanya ke Gubernur Jambi dan DPRD Provinsi Jambi, tetapi juga protes melalui aksi-aksi penghadangan truk batu bara di tengah jalan.
Protes terbaru terhadap kegiatan truk angkutan batu bara dilakukan puluhan warga Kota Jambi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Jambi Menggugat, Kamis (16/2/2023). Mereka menggelar unjuk rasa di Jalan Lingkar Barat, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi, menolak penggunaan jalan nasional (jalan publik) menjadi jalur angkutan batu bara.
Di tengah banyaknya hujatan tersebut, para sopir truk angkutan batu bara sekarang ini ternyata banyak yang menjerit kesulitan ekonomi. Masalahnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang membatasi kegiatan operasional truk angkutan batu bara membuat kantong para sopir truk batu bara kembang kempis dan setoran ke dapur rumah tangga pun senin kamis.
Sopir batu bara yang tergabung dalam Komunitas Sopir Batu Bara (KsB) Jambi pada pertemuan khusus dengan Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos, MH dan Wakil Gubernur Jambi, Drs H Abdullah Sani,MPdI di rumah dinas Gubernur Jambi, Kamis (16/2/2023) mengungkapkan, selama pemberlakuan pembatasan kegiatan operasional truk angkutan batu bara di Jambi, mereka banyak menghadapi tekanan ekonomi, pungutan liar (pungli) hingga ancaman fisik.
Amri (30), seorang sopir truk batu bara pada kesempatan tersebut mengatakan, kemacetan jalan di jalur jalan umum sebenarnya juga merugikan para sopir truk angkutan batu bara. Lamanya perjalanan dari mulut tambang di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun ke pelabuhan Talangduku, Muarojambi menambah uang keluar para sopir.
“Penghasilan sopir sekali mengangkut batu bara dari Sarolangun dan Batanghari – Muarojambi hanya Rp 300.000. Karena lama di perjalanan bisa mencapai tiga sampai empat hari, uang keluar minimal Rp 100.000 habis. Baik uang makan maupun uang parker. Jadi kita pulang ke rumah hanya membawa Rp 200.000. Penghasilan hanya Rp 50.000/hari. Anak saya dua orang dan isteri. Makan apa?,”katanya ketus.
Dikatakan, hal yang sama juga dialami para sopir truk batu bara perusahaan. Upah sopir truk batu bara perusahaan sekali jalan dari Bungo dan Sarolangun ke pelabuhan Talangduku, Muarojambi rata-rata Rp 400.000. Namun karena kegiatan operasioal dibatasi hanya malam hari dan sering terjebak macet, waktu perjalanan bisa sampai tiga hari. Uang keluar dalam perjalanan pun bisa mencapai Rp 200.000. Akhirnya setoran ke rumah hanya Rp 200.000 selama empat hari.
Amri mengatakan, pembatasan jam operasional truk angkutan batu bara pada malam hari hingga subuh memang mengurangi kemacetan lalu lintas di siang hari. Tetapi kemacetan total malah terjadi malam hari dan merugikan para sopir batu bara. Masalahnya puluhan ribu truk batu bara sekali bergerak malam hari. Kemudian pukul 05.00 WIB (subuh), truk batu bara tidak bisa lagi bergerak.
Truk Luar
Padatnya truk batu bara di Jambi disebabkan banyaknya truk batu bara dari luar yang beroperasi di Jambi. Truk tersebut ada yang berasal dari daerah lain di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Mereka beroperasi karena bermitra dengan perusahaan tambang batu bara atau transportir batu bara. Sebelum truk angkutan batu bara pelat luar belum banyak beroperasi di Jambi, waktu tempuh truk-truk angkutan batu bara dari Bungo dan Sarolangun ke Talangduku, Muarojambi rata-rata bisa tembus satu hari satu malam.
“Namun setelah padatnya truk batu bara pelat luar beroperasi di Jambi, jumlah truk batu bara yang beroperasi serentak malam hari berjubel. Akibatnya kemacetan pun tak terelakkan.Kondisi tersebut membuat waktu tempuh Bungo dan Sarolangun – Talangduku bisa sampai tiga hari tiga malam,”katanya.
Dikatakan, setelah adanya pembatasan kegiatan operasional truk batu bara hanya malam hari, truk mereka baru bisa keluar dari mulut tambang di atas pukul 18.00 WIB. Kemudian truk sudah harus stop beroperasi pukul 05.00 WIB (subuh). Jadi sopir terpaksa berhenti di badan jalan atau tempat parkir di tengah perjalanan.
“Kami harus menunggu seharian di parkiran dan di pinggir jalan sebelum bisa bergerak kembali di atas pukul 18.00 WIB. Hal ini tidak hanya merugikan, tetapi juga melelahkan. Belum lagi adanya pungutan liar di jalan, mahalnya biaya parkir bahkan pemerasan di ruas-ruas jalan tertentu,”ujarnya.
Hal senda juga diakui sopir batu bara lainnya, Jon Sari Mandala (62). Menurut Jon Sari Mandala, aksi pungli, pemerasan, pemungutan biaya parkir yang mahal sudah menjadi sarapan para sopir truk batu bara di Jambi saat ini. Sopir truk batu bara serba salah, tidak bisa melawan. Kebijakan pemerintah membatasi jam operasional truk batu bara membuat pengeluaran para sopir meningkat dua kali lipat dan penghasilan berkurang.
“Kemudian truk batu bara sering dituding penyebab kemacetan dan kerusakan jalan. Padahal banyak juga truk lain yang menyebabkan kemacetan dan kerusakan jalan. Misalnya truk angkutan buah sawit, minyak sawit, kebutuhan pokok, bahan bangunan dan truk lainnya. Saat ini masih sering jalan di Jambi dilalui tronton bermuatan hihngga 70 ton. Padahal aturanya tronton hanya bisa mengangkut 16 ton di jalan nasional,”katanya.
Dijelaskan, kemacetan lalu lintas di Jambi juga dipengaruhi banyaknya truk batu bara dari luar daerah beroperasi di Jambi. Kalau hanya truk batu bara milik warga Jambi yang beroperasi, kemacetan tidak akan terjadi. Saat ini truk batu bara yang beroperasi dari Kotoboyo, Kabupaten Batanghari – Muarojambi mencapai 3.000 unit. Sebagian besar truk tersebut mitra perusahaan dan berasal dari luar. Ketika ribuan truk tersebut beroperasi malam hari, jalan pasti macet. Apalagi jarak Kotoboyo – Muarabulan, Batanghari hanya sekitar 2,2 Km.
“Jadi truk batu bara luar daerah harus dikurangi di Jambi. Kemudian produksi batu bara di Jambi juga harus dikurangi agar truk angkutan batu bara juga bisa dikurangi,”katanya.
Keluhan-keluhan para sopir truk batu bara yang berusaha secara pribadi tersebut diakui juga oleh Koordinator KsB Jambi, Tursiman. Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi mewajibkan penggunaan nomor lambung bagi struk batu bara untuk beroperasi membuat para sopir truk batu bara perseorangan tidak bisa lagi beroperasi beberapa pekan terakhir. Masalahnya para sopir truk batu bara perseorangan tersebut tidak bisa mendapatkan nomor lambung.
“Karena itulah kami datang menemui Gubernur Jambi. Kami ingin mendapat solusi. Kami ingin bekerja menghidupi keluarga kami. Kalau tidak dapat nomor lambung, truk kami tidak bisa beroperasi. Padahal mengangkut batu bara ini menjadi satu-satunya sumber penghidupan keluarga kami,”katanya.
Selain itu, lanjut Tursiman, sopir truk batu bara perseorangan ini juga sering terkena pungli, pemerasan dan ancaman dalam perjalanan. Kemudian ketika ada pembahasan masalah angkutan batu bara, sopir-sopir truk batu bara perseorangan juga jarang diundang atau dilibatkan.
“Jadi mau gimana kami ini Pak Gubernur. Karena tidak dapat nomor lambung, kami sudah sudah beberapa minggu tidak bisa beroperasi. Padahal nomor lambung menjadi syarat bisa beroperasi. Yang dapat nomor lambung hanya truk perusahaan. Padahal truk perushaan banyak pelat luar,”katanya.
Sopir Naas
Nasib naas atau sial akibat kebijakan pengaturan angkutan truk batu bara yang dilakukan pemerintah di Jambi saat ini juga menimpa Rudiantara (30), seorang sopir truk batu bara asal Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Entah karena tidak tahu adanya larangan melintas ke Kota Jambi, atau karena nekad, sopir truk batu bara tersebut pun masuk ke Kota Jambi.
Sialnya, truk batu bara yang dibawanya terjerumus di selokan (drainase), Jalan M Yamin, Kota Jambi. Akhirnya sopir truk batu bara yang mengangkut batu bara, PT Putra Mandiangin Pratama tersebut tertangkap dan terpaksa menjalani proses hukum hingga ke pengadilan.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Geri Kota Jambi, Kamis (16/2/2023), Rudiantara divonis membayar denda Rp 30 juta dan penjara dua bulan. Padahal pendapatannya tak ada sebesar itu dalam satu bulan. Majelis Hakim PN Jambi yang dipimpin Rio Destrado dan anggota, Syafrizal Fakhmi dan Fytta Imelda Sipayung menyatakan Rudiantara terbukti melanggar Pasal 22 Jo 184 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Jambi.
Kemudian seorang sopir truk batu bara di Batanghari juga terpaksa berurusan dengan petugas keamanan akibat tindak kekerasan. Sopir truk batu bara tersebut nekad menikam seorang oknum warga masyarakat yang memaksanya memberikan uang di saat parkir di bahu jalan. Padahal sopir truk batu bara tersebut mengatakan sudah tidak punya uang.
Tingkatkan Pengamanan
Sementara itu, Gubernur Jambi, Al Haris pada kesempatan tersebut mengatakan, pihaknya akan meningkatkan pengamanan para sopir truk batu bara di ruas-ruas jalan atau daerah rawan pungli dan pemerasan. Saat ini ada sekitar 120 orang personil dari berbagai unsur polisi, TNI dan pemerintah yang diterjunkan mengamankan jalur truk angkutan batu bara. Biaya yang disiapkan untuk pengamanan jalur angkutan batu bara tersebut mencapai Rp 3 miliar tahun ini.
“Para petugas nanti akan disiagakan di jalur-jalur rawan pungli dan rawan gangguan terhadap sopir truk angkutan batu bara. Mereka juga ditugaskan mencegah agar tidak terjadi gesekan antara sopir truk batu bara dengan warga masyarakat dan pengguna jalan,”katanya.
Terkait kemudahan mendapatkan nomor lambung truk, Al Haris meminta para sopir truk batu bara perseorangan yang tergabung dalam KsB Jambi segera membentuk organisasi resmi. Dengan demikian para sopir truk batu bara dari KsB bisa segera mendapat nomor lambung dari Dinas Perhubungan Provinsi Jambi.
“Selain itu, para sopir truk batu bara perseorangan yang tergabung dalam KsB juga akan diundang dalam pembahasan-pembahasan masalah angkutan batu bara jika sudah memiliki organisasi resmi,”paparnya.
Selain itu, lanjut Al Haris, para sopir truk angkutan batu bara perseorangan perlu mendata total truk angkutan batu bara di Provinsi Jambi. Baik itu truk angkutan batu bara milik perusahaan, truk angkutan batu bara pelat luar Jambi maupun truk angkutan batu bara pelat Jambi.
Melalui pendataan tersebut akan lebih mudah mengetahui jumlah persis sopir dan truk angkutan batu bara di Jambi. Jika jumlah armada angkutan batu bara diketahui secara akurat, tentunya pengaturan mengenai pembatasan kegiatan truk angkutan batu bara juga lebih mudah. Dengan demikian kemacetan lalu lintas bisa dicegah.
“Pemberian izin operasional atau nomor lambung truk batu bara juga akan lebih terpantau jika ada data akurat mengenai jumlah truk batu bara. Hingga kini belum ada data resmi jumlah truk batu bara di Jambi. Ada yang melaporkan jumlah truk batu bara di Jambi sekitar 9.000 unit. Tetapi pendataan dinas terkait ada sekitar 10.665 unit truk batu bara di Jambi,”katanya.
Al Haris mengatakan, Pemprov Jambi sudah banyak membantu sopir truk angkutan batu bara di tengah gencarnya tekanan terhadap larangan pengoperasian truk angkutan batu bara di jalan nasional (jalan publik). Di antaranya, mengizinkan para sopir truk batu bara mengangkut muatan batu bara hingga delapan ton sekali jalan. Padahal aturannya truk batu bara hanya bisa mengangkut empat ton.
“Daerah lain juga meminta saya menutup jalan umum untiuk ankutan batu bara dan menutup tambang batu bara. Tetapi hal itu tidak bisa dilakukan begitu saja. Masalahnyabanyak warga Jambi yang menggantungkah hidup darikegiatan tambang batu bara ini,”katanya.
Upaya lain yang dilakukan Pemprov Jambi mengatssi kisruh angkutan batu bara tersebut, yakni membangun jalan khusus angkutan batu bara. Jalan khusus angkutan batu bara di Jambi yang mulai dibangun mencapai 143 kilometer (Km). Tahap pertama telah dibangun jalan khusus angkutan batu bara sepanjang 77 Km September 2022.
Ruas jalan khusus batu bara tersebut mulai dari Dusun Mudo, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muarojambi hingga Desa Kilangan, Kecamatan Muarabulian, Kabupaten Batanghari. Pembangunan jalan khusus angkutan batu bara tahap kedua dimulai akhir Februari 2023. Jalan khusus angkutan batu bara tersebut sepanjang 66 Km, mulai Desa Kilangan, Kabupaten Batanghari hingga Lubuk Napal, Kabupaten Sarolangun.
“Jalan khusus angkutan batu bara menjadi solusi mengatasi kemacetan lalu lintas di jalan publik karena ruas jalan khusus batu bara memiliki lebar hingga 18 meter. Kemudian jalan khusus angkutan batu bara tersebut juga tidak bisa digunakan angkutan umum lain,”ujarnya. (Matra/Radesman Saragih).