Direktur Eksekutif KKI Warsi Jambi, Adi Junedi pada Workshop Aksi Perlindungan dan Pengelolaan Gambut yang Berkelanjutan, Merajut Kontribusi untuk Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030” di Swiss-belhotel, Kota Jambi, Kamis (2/2/2023). (Foto : Matra/KKIWarsi).

(Matra, Jambi) – Kegiatan pertambangan batu bara di Provinsi Jambi ternyata tidak hanya menimbulkan masalah bagi kerusakan jalan dan kemacetan lalu lintas. Kegiatan pertambangan batu bara di Jambi juga mengancam kelestarian eksosistem hutan dan lahan gambut. Pertambangan batu bara di Jambi berpotensi merusak puluhan ribu lahan gambut karena areal pertambangan batu bara yang sudah masuk ke kawasan gambut.

Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Adi Junedi pada Workshop (Lokakarya) Aksi Perlindungan dan Pengelolaan Gambut yang Berkelanjutan, Merajut Kontribusi untuk Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Lahan (Forestry and Other Land Uses/FOLU) Net Sink 2030” di Swiss-belhotel, Kota Jambi, Kamis (2/2/2023) menjelaskan, kerusakan lahan gambut di Jambi tidak hanya dipicu kebakaran.

“Penjagaan tutupan lahan gambut di Jambi yang perlu kita lakukan bukan hanya dari ancaman kebakaran hutan dan lahan, tetapi juga dari ancaman pertambangan. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 97.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Wilayah Pertambangan Provinsi Jambi, sekitar 95.571 ha lahan gambut juga termasuk ke dalam kawasan Wilayah Pecadangan Negara (WPN) dari sekitar 12,21 % dari total 782780 ha wilayah usaha pertambangan di Jambi,”katanya.

Menurut Adi Junedi, pembukaan kawasan gambut untuk tambang dapat memicu kekhawatiran di tengah usaha yang dilakukan untuk restorasi kawasan. Gambut adalah salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi lingkungan dan ekosistem, tetapi juga sangat rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas manusia.

“Menjadikan gambut sebagai wilayah tambang, sangat penting untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial. Kita harus sadar bahwa lahan gambut adalah sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup kita sekarang dan masa depan bumi . Oleh karena itu, kita harus bekerja sama untuk melindungi dan menjaga lahan gambut di Jambi, dan melakukan pengelolaan yang berkelanjutan,”katanya.

Waspada Kebakaran

Adi Junedi mengatakan, Provinsi Jambi perlu meningkatkan kewaspadaan kebakaran hutan dan lahan gambut menyusul ancaman kekeringan atau kemarau panjang tahun 2023. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan warning (peringatan) bahwa tahun 2023 akan memasuki siklus empat tahunan El Nino.

Siklus El Nino tersebut memungkinkan akan terjadi musim kemarau lebih panjang. Di musim kemarau panjang, Jambi termasuk provinsi langganan kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan analisis Citra Sentinel 2 yang dilakukan unit Global Information System (GIS) KKI Warsi, kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau panjang di Jambi tahun 2015 mencapai 85.658 ha dan tahun 2019 sekitar 102.546 ha.

“Melihat data ini, siklus empat tahunan masih menghantui Jambi, terkhusus kebakaran pada pada lahan gambut,”tambahnya.

Dijelaskan, sekitar 694.349 ha hutan dan lahan gambut di Jambi sangat rawan kebakaran saat ini. Hal tersebut dipicu kanalisasi atau pembuatan kanal di lahan gambut. Kanalisasi menurunkan muka air gambut sehingga bisa ditanami dengan tanaman yang tidak adaptif terhadap kondisi gambut seperti akasia dan sawit.

Dari data perizinan, lanjutnya, hutan tanaman yang berada di lahan gambut se-Provinsi Jambi saat ini tercatat 61.085 ha. Sekitar 16.013 ha lahan gambut tersebut merupakan lahan gambut dengan kedalaman lebih dari empat 4 meter atau masuk kategori gambut sangat dalam. Sementara itu, kawasan perkebunan di lahan gambut seluas 320.132 ha. Sekitar 43.808 ha di antaranya berada di kawasan gambut sangat dalam atau lebih empat meter.

“Pengalaman yang terdahulu menunjukkan di setiap musim kemarau panjang, kebakaran hampir bisa dipastikan terjadi. Merujuk pada tahun 2015 dan 2019, gambut di Jambi selalu dilalap api,”katanya.

Potensi Kebakaran

Menurut Adi Junedi, studi valuasi dampak kebakaran yang dilakukan KKI Warsi dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2015 lalu menunjukkan, potensi kebakaran di lahan di areal perkebunan dan hutan tanaman gambut di tiga kabupaten, yakni Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur dan Muarojambi mencapai 71,3 %.

“Areal perkebunan kelapa sawit yang rawan kebakaran di tiga kabupaten tersebut mencapai 49.485 ha.
Sedangkan potensi kebakaran di hutan tanaman seluas 27.740 ha,”ujarnya.

Dijelaskan, lahan gambut yang sifatnya mengikat cadangan karbon lebih banyak menjadi dua mata pisau apabila tidak dikelola secara tepat. Gambut akan melepaskan emisi yang sangat besar jika mengalami kebakaran. Mencegah berulangnya kebakaran gambut merupakan langkah penting dalam upaya menurunkan emisi karbon.

Tentu ini akan berdampak pada target pengendalian perubahan iklim Indonesia menetapkan Net Zero Emission tahun 2060, dan pencapaian target Indonesia’s FOLU, Forest and Other Land Use, (pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan) Net Sink 2030.

“Artinya Indonesia akan menyerap sendiri emisi yang dihasilkan dengan sumber penyerap emisi, yakni hutan. Namun, apabila terjadi kebakaran di hutan dan lahan gambut, akan menimbulkan emisi gas rumah kaca dan berkontribusi dalam percepatan laju pemanasan global. Sehingga bertolak belakang dengan target tersebut,”paparnya.

Salah satu areal pertambangan batu bara yang disegel di Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, baru-baru ini. (Foto : Ist).

Upaya Restorasi

Melihat masih tingginya ancaman kerusakan hutan dan lahan gambut, kata Adi Junedi, restorasi dan pemelihan lahan gambut juga terus dilakukan. Di tararan kabupaten, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanjungjabung Timur misalnya telah menetapkan Rencana Aksi Forum Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Lindung.

Bupati Tanjabtim mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 280 tahun 2022 tanggal 21 Maret 2022 tentang Kelembagaan Forum Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Tanjungjabung. Tujuan forum tersebut sebagai wadah komunikasi dan koordinasi seluruh kegiatan pemberdayaan yang di sekitar Kawasan Hutan Lindung khususnya Hutan Lindung Gambut di Kabupaten Tanjungjabung Timur.

“Forum ini telah melakukan sejumlah pertemuan untuk merancang rencana aksi. Misalnya koordinasi dengan kegiatan antar organisasi perangkat dinas (OPD) pemerintah, pihak swasta, masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Koordinasi terutama untuk mengelola gambut secara berkelanjutan. Rencana aksi ini telah menginventarisasi isu-isu prioritas untuk pengelolaan gambut. Di antaranya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan kawasan, pengembangan kelembagaan dan pengembangan usaha masyarakat gambut,” lanjutnya.

Dijelaskan, masyarakat yang berada di lahan gambut berperan mengelola gambut secara berkelanjutan sesuai dengan kebijakan dan rencana aksi yang sudah disepakati bersama. Seperti melakukan revegetasi gambut dengan menanam tanaman yang adaptif dengan kawasan gambut. Selain itu, masyarakat gambut juga mengolah produk yang berbasis potensi kawasan gambut seperti, madu, kopi liberika, ikan toman dan tanaman agrofoestry.

Secara keseluruhan, lanjutnya, upaya melindungi lahan gambut di Jambi merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan industri. Dengan bekerja sama dan mengambil tindakan yang tepat, semua pihak dapat memastikan bahwa lahan gambut tetap dilestarikan untuk generasi selanjutnya.

“Ke depan, aksi-aksi nyata pengelolaan gambut berkelanjutan harus mendapatkan dukungan para pihak, sekaligus juga di tataran kebijakan melakukan perbaikan tata kelola gambut dan pemantauan untuk keterlanjuran pemanfaatan gambut,”ujarnya.

Workshop Aksi Perlindungan dan Pengelolaan Gambut yang Berkelanjutan, Merajut Kontribusi untuk Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Lahan (Forestry and Other Land Uses/FOLU) Net Sink 2030” digelar KKI Warsi Jambi dalam rangka memperingati Hari Lahan Basah Sedunia yang jatuh pada 2 Februari 2023.

Workshop yang dibuka Gubernur Jambi, H Al Haris dan dihadiri sekitar 200 orang tersebut menghadirkan pembicara, Guru Besar Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Bambang Hero Saharjo, Dirjen Pengendalian Kerusakan Gambut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir Huda Achani, Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup Provinsi Jambi, Ir Hj Sri Argunaini, MSi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tanjungjabung Timur, Drs Adil Aritonang dan perwakilan KKI Warsi Jambi, Ade Chandra. (Matra/AdeSM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *