Keluarga pendeta dan penginjil GKPS Distrik VI menikmati suasana gembira berkunjung ke Candi Kedaton, kompleks Candi Muarojambi, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Rabu (26/10/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

(Matra, Jambi) – Panas terik matahari benar-benar terasa membakar kulit ketika berada di Candi Kedaton, kompleks Candi Muarojambi, Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi siang itu. Namun sekitar 60 orang fulltimer (pendeta, penginjil, vikaris pendeta) dan Panitia Rapat Koordinasi Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Distrik VI yang berkunjung ke candi tersebut sepertinya tak menghiraukan panas terik mahari tersebut.

Mereka tampak asyik dan bergembira ria menikmati suasana alami dan asri kawasan Candi Kedaton yang penuh nuansa hijau pepohonan, udara segar dan jauh dari kebisingan kota. Sebagian fulltimer GKPS Distrik VI, keluarga dan panitia menikmati foto-foto bersama dengan latar belakang panorama candi dan pohon-pohon tua. Sebagian lagi melihat lebih dekat bangunan-bangunan candi peninggalan agama Buddha Abad VII tersebut.

Para fulltimer GKPS Distrik VI yang datang dari Provinsi Riau, Kepulauan Riau (Kepri), Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu tersebut berkunjung ke Candi Kedaton, kompleks percandian Muarojambi, Rabu (26/10/2022) mengisi waktu senggang Rapat Koordinasi (Rakor) GKPS Distrik VI yang berlangsung di GKPS Kota Jambi, Selasa – Kamis (25 – 27/10/2022).

Kalangan pendeta dan penginjil GKPS dari luar Jambi tampak antusias mengunjungi Candi Kedaton yang sudah berusia sekitar 600 tahun. Antusiasme tersebut tidak hanya ditunjukkan dari segi kesenangan melakukan rekreasi, tetapi juga rasa ingin tahu mereka mengenai sejarah Candi Kedaton dan Candi Muarojambi.

Seusai menyimak penjelaskan pemandu wisata Candi Kedaton, Sumarno (50), beberapa orang pendeta menanyakan perihal bangunan candi yang terbuat dari batu-bata berusia ratusan tahun. Selain itu beberapa orang pendeta juga menanyakan mengenai sejarah Candi Kedaton dan Candi Muarojambi.

Pendeta (Pdt) GKPS Resort Muarabungo, Jambi, Pdt Drs Mardison Simanjorang, STh, MHum misalnya menanyakan apakah batu bata berukuran zumbo yang digunakan dalam pemugaran Candi Kedaton batu bata baru atau peninggalan sejarah. Ternyata batu bata bangunan Candi Kedaton masih asli peninggalan Abad VII yang berhasil dipugar dan disusun kembali menjadi bangunan candi menyerupai aslinya.

“Bahan batu bata Candi Kedaton ini masih asli atau batu bata dari Abad VII. Sebelumnya Candi Kedaton ini hanya berupa tumpukan batu-bata yang tertutup tanah. Kemudian candi ini dipugar menggunakan batu bata asli dengan ukuran besar atau tiga kali lipat dari ukuran batu bata biasa. Baru sebatas ini yang bisa kita kembalikan bentuk candi ini. Bentuk aslinya belum diketahui. Dalam candi tidak ada ruangan,”kata pemandu Candi Kedaton, Sumarno.

Menurut Sumarno yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jambi, Candi Kedaton merupakan satu dari sembilan candi yang berhasil dipugar di kawasan Situs Purbakala Candi Muarojambi. Candi Kedaton merupakan pusat ritual dan pendidikan agama Buddha 600 tahun silam (Abad VII – XIII). Luas Candi Muarojambi yang sudah ditetapkan pemerintah menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) tersebut mencapai 3.981 hektare (Ha).

Dikatakan, KCBN Candi Muarojambi merupakan kawasan candi terluas di Asia. Jumlah candi yang ditemukan di Candi Muarojambi sebanyak 84 buah. Sembilan candi sudah sudah direstorasi (dikembalikan seperti kondisi semula), termasuk Candi Kedaton. Sekitar satu kilometer dari Candi Kedaton terdapat Candi Tinggi dan Candi Gumpung yang sudah lebih dulu direstorasi.

“Saat ini, kawasan Candi Tinggi dan Candi Gumpung sedang direnovasi, sehingga tidak bisa dikunjungi. Sebenarnya kedua candi tersebut yang bisa dikunjungi wisatawan secara bebas. Sedangkan Candi Kedaton tidak bisa bebas dikunjungi wisatawan. Hanya tamu-tamu khusus yang bisa berkunjung ke Candi Kedaton. Kunjungan ke Candi Kedaton pun harus didampingi pemandu,”katanya.

Dikatakan, Candi Kedaton saat ini sudah difungsikan menjadi pusat ritual agama Buddha di Jambi. Perayaan hari raya Waisak selalu dipusatkan di Candi Kedaton seperti puncak perayaan Waisak di Jambi, Minggu (22/5/2022). Sedangkan kawasan Candi Muarojambi, yakni Candi Tinggi dan Gumpung difokuskan untuk destinasi wisata umum.

“Candi Kedaton dengan candi lainnya di kawasan Candi Muarojambi dulunya terhubung melalui kanal atau jalur sungai. Kemudian di Candi Tinggi dan Gumpung di temukan kolam sumber air. Sedangkan di Candi Kedaton ditemukan sumur kuno. Sumur di Candi Kedaton merupakan sumber air suci, airnya jernih dan layak dikonsumsi,”ujarnya.

Praeses GKPS Distrik VI, Pdt Karmen Sipayung, STh (kanan) dan Pendeta GKPS Resort Muarabungo, Pdt Drs Mardison Simanjorang, STh, MHum (kiri) di bawah pohon tua Candi Kedaton, kompleks Candi Muarojambi, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Rabu (26/10/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Nilai Sejarah

Sementara itu, Praeses (Pimpinan) GKPS Distrik VI, Pdt Karmen Sipayung, STh yang memimpin kunjungan fulltimer GKPS Distrik VI ke Candi Kedaton tersebut mengungkapkan, dirinya sangat tertarik melihat kondisi Candi Kedaton yang terpelihara dengan baik, bersih dan asri. Terpeliharanya Candi Kedaton tersebut dinilai berkat adanya kepedulian pemerintah dan masyarakat.

“Sangat luar biasa bila kita melihat kondisi sekarang candi ini. Pemerintah setempat sangat peduli memelihara dan melestarikan candi ini. Jadi pemerintah daerah di Jambi memang benar-benar membuat program bertahap (multi years) menggali, melestarikan dan mengembangkan peninggalan sejarah sehingga kebudayaan di daerah ini tidak hilang,”katanya.

Pdt Karmen Sipayung juga mengapresiasi kebijakan pemerintah daerah di Jambi yang tidak memiliki latar agama Buddha tetapi tetap memiliki komitmen melestarikan peninggalan agama Buddha. Hal itu dilakukan karena memang Candi Muarojambi merupakan peninggalan sejarah yang sangat bernilai.

“Walaupun candi ini berlatar belakang agama Buddha dan sebenarnya penduduk setempat tidak ada lagi memeluk agama Buddha, warga masyarakat dan pemerintah di Jambi tetap mengelola dan melestarikannya karena candi ini tempat bersejarah. Fokus pengelolaan dan pelestarian Candi Muarojambi bukan dari segi agamanya, melainkan nilai sejarahnya,”katanya.

Pdt Karmen Sipayung mengatakan, program pelestarian dan pengembangan Candi Muarojambi yang dilakukan pemerintah daerah di Jambi sungguh luar biasa dan perlu ditiru daerah lain, termasuk di kampung halamannya, Kabupaten Simalungun.

“Mantaplah pengembangan Candi Muarojambi ini. Bagus kalau model dan komitmen pemerintah daerah melestarikan Candi Muarojambi ini bisa dilakukan di Kabupaten Simalungun. Simalungun juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang kurang diperhatikan,”katanya.

Disebutkan, pelestarian dan pengembangan peninggalan sejarah ini penting karena peninggalan sejarah sangat bernilai serta merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan tersebut merupakan kekayaan setiap daerah. Jadi pelestarian dan pengembangan peninggalan sejarah di Simalungun perlu ditingkatkan seperti di Jambi.

Menurut Pdt Karmen Sipayung, para rohaniawan Kristen juga, termasuk rohaniawan GKPS perlu belajar mengenai sejarah, termasuk sejarah Candi Muarojambi. Dikatakan demikian karena dalam kehidupan ini sangat penting belajar dari sejarah untuk mempersiapkan masa kini dan masa depan yang lebih baik.

Dikatakan, dalam kehidupan keristenan, fulltimer (pendeta dan penginjil) GKPS juga perlu belajar mengenai sejarah. Karena dalam kehidupan ini ada tiga masa, yakni masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Jadi masa lalu itu perlu dikenang dengan tujuan mempersiapkan diri menghadapi masa kini.

“Persiapan kita pada masa kini untuk suatu harapan masa depan yang lebih baik. Jadi untuk menghadapi masa kini, kita perlu belajar dan menghargai masa lalu dan berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Itulah yang kita butuhkan dalam perkembangan zaman ini,”katanya.

Para pendeta GKPS Distrik VI menikmati suasana asri Candi Kedaton, kompleks Candi Muarojambi, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Rabu (26/10/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Wadah Edukasi

Pendeta GKPS Resort Muarabungo, Jambi, Pdt Drs Mardison Simanjorang, STh, MHum juga sangat tertarik melihat keberadaan Candi Kedaton di kompleks Candi Muarojambi. Mardison Simanjorang yang juga menjabat Ketua Tim Pembinaan GKPS Distrik VI menilai perhatian pemerintah daerah di Jambi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muarojambi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi terhadap perawatan Candi Muarojambi sangat baik.

Perawatan yang dimaksud di sini, lanjutnya, bukan hanya dari segi fisik, tetapi juga dari penghargaan terhadap nilai-nilai sejarah yang ada di Candi Muarojambi, termasuk Candi Kedaton. Masyarakat setempat juga cukup arif turut serta mendukung perawatan Candi Muarojambi.

Bagi Mardison Simanjorang sendiri, yang sangat menarik dari Candi Muarojambi, yakni besarnya perhatian pemerintah setempat melakukan perawatan. Perawatan tersebut bukan hanya dari segi fisik. Tetapi juga adanya perawatan nilai-nilai sejarah. Adanya kearifan-kearifan masyarakat melestarikan candi tersebut membuat candi tersebut semakin diperhatikan.

“Saya yakin pemerintah akan terus mengembangkan dan meselatarikan Candi Muarojambi dari situs kebudayaan menjadi situs pendidikan. Itu menarik bagi saya. Cara merawat candi ini tidak dari segi fisik, tetapi juga dari segi sikap dan penghargaan terhadap nilai – nilai sejarah dan pendidikannya,”ujarnya.

Kondisi Simalungun ?

Menurut Mardison Simanjorang, perawatan peninggalan sejarah seperti di Candi Muarojambi masih jauh berbeda dengan di tanah kelahirannya, Kabupaten Simalungun. Perawatan Candi Muarojambi mendapat perhatian penuh pemerintah dan masyarakat. Sementara di Kabupaten Simalungun hal seperti itu belum tampak.

Perawatan peninggalan di Simalungun belum bisa dilakukan seperti di Jambi akibat adanya tarik-menarik atau kepentingan berbeda antara pemerintah dan para pewaris kerajaan di Simalungun. Masalah ketertinggalan pelestarian dan pengembangan peninggalan di Simalungun, yakni perbedaan sikap dan persepsi pewaris kerjaan dengan pemerintah setempat.

Mardison Simanjorang menilai, problem pelestarian peninggalan di Simalungun, yakni adanya orientasi kerajaan. Situs peninggalans ejarah di Simalungun dianggap hanya tanggung ajwab pewaris kerajaan. Sampai sekarang kayaknya ada tarik menarik antara keluarga dan pemerintah dalam perawatan dan pelestarian peninggalan sejarah.

“Contohnya dalam perawatan beberpa rumah adat di Simalungun. Sampai sekarang tidak tahu siapa yang bertanggung jawab mengelola peninggalan sejarah. Saya melihat belum ada upaya instansi pemerintah meningkatkan pelestarian peninggalan sejarah seperti di Candi Muarojambi ini,”ujarnya.

Menurut Mardison Simanjorang, kurangnya perhatian terhadap perawatan peninggalan sejarah di Simalungun selama ini karena orang Simalungun tampaknya masih cenderung melihat situs-situs kebudayaan itu melulu dalam artian romantisme masa lalu.

Berbeda dengan di kawasan Candi Muarojambi. Candi Muarojambi mendapatkan perhatian dan perawatan yang cukup baik karena pemerintah dan masyarakat setempat melihat peninggalan sejarah tersebut tidak sekadar peninggalan masa lalu, melainkan juga wahana ilmu pengetauan juga.

“Tadi saya tanya pemandu Candi Kedaton ini apakah batu bata yang digunakan untuk pemugaran candi buatan baru atau bahan peninggalan sejarah. Ternyata batu bata bangunan candi ini asli bawaan masa lalu. Jadi bisa kita bayangkan manusia di Jambi 600 tahun silam datang ke sini sudah mengenal teknologi dan teknologi ramah lingkungan. Ini menarik. Itu yang kita petik dari sini,”paparnya.

Mardison mengatakan, situs kebudayaan Candi Muarojambi memang menjadi situs pendidikan (edukasi) sejarah. Lokasinya bersih dan situsnya terawat. Perawatan candi tersbeut bisa dilakukan secara konsisten tentunya karena ditopang anggaran, baki anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) maupun anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN).

Untuk Simalungun, lanjutnya, pengalokasian anggaran perawatan atau pemeliharaan peninggalan atau situs sejarah dalam APBD dan APBN harus terus didorong. Hal itu penting supaya Raja Maraompat dan Marpitu di Simalungun bisa melakukan upaya-upaya perawatan, pelestarian dan pengembangan peninggalan sejarah menjadi wadah pendidikan dan destinasi wisata.

Dikatakan, warga masyarakat Simalungun harus terus mendorong supaya perawatan situs kebudayaan atau peninggalan sejarah di Simalungun semakin mendapat perhatian pemerintah. Perawatan, pelestarian dan pengembangan peninggalan sejarah di Simalungun harus dilakukan secara terstruktur.

“Artinya ada anggarannya yang dialokasikan dalam APBD atau APBN. Jadi pengelolaan peninggalan sejarah di Simalungun tidak dilakukan secara insidentil dengan mengajukan proposal. Kepastian anggaran itu menjadi wujud adanya komitmen pemerintah sebagai penanggung jawab pelestarian peninggalan sejarah. Lalu masyarakat pelan-pelan belajar lagi mengenai kearifan dari kebudayan yang ada menghadapi gempuran kebudayaan popular,”katanya. (Matra/Radesman Saragih).

Candi Kedaton salah satu candi di kompleks Candi Muarojambi, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi yang kini masih terawat dan dijadikan kembali pusat ritual agama Buddha. Gambar diambil, Rabu (26/10/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *