(Matra, Jakarta) – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih tetap menjadi lembaga penegak hukum yang kurang dipercaya masyarakat. Kurangnya kepercayaaan masyarakat terhadap Polri merupakan buntut kasus pembunuhan Brigadir Joshua yang melibatkan mantan Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo dan terungkapnya kasus narkoba yang melibatkan mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa Putra.
Berdasarkan hasil survei lembaga survei Indikator yang disiarkan di Jakarta, Minggu (27/11/2022), sekitar 33,2 % masyarakat (responden) masih kurang percaya kepada aparat kepolisian. Bahkan sekitar lima persen masyarakat Indonesia sama sekali tidak percaya kepada kepolisian. Sedangkan warga masyarakat yang percaya terhadap jajaran kepolisian sekitar 60,5 %.
Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, PhD, dari seluruh jajaran lembaga penegak hukum dan keamanan, tingkat kepercayaan masyarakat paling rendah dialami Polri. Namun kepercayaan masyarakat terhadap Polri sudah meningkat kembali dibandingkan kondisi kala pertama terungkapnya kasus Ferdy Sambo Juli lalu. Kepercayaan masyarakat terhadap Polri meningkat kembali menyusul penanganan serius yang dilakukan Polri terhadap kasus Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa.
Dijelaskan, berdasarkan paparan lembaga survei Indikator, lembaga-lembaga penegak hukum lain di Indonesia masih cukup dipercaya masyarakat. Warga masyarakat yang percaya terhadap Kejaksaan Agung sekitar 81,5 %. Masyarakat yang percaya terhadap TNI sekitar 92, 9 %. Kemudian kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Agung sekitar 80,4 %, Pengadilan (76,8 %) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (71 %).
Burhanuddin Muhtadi mengatakan, secara umum tingkat kepercayaan terhadap lembaga stabil atau cenderung meningkat, kecuali terhadap Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Partai Politik yang cenderung menurun. Kepercayaan amsyarakat terhadap kepolisian tampak mengalami peningkatan cukup besar setelah sebelumnya menurun tajam akibat kasus Sambo yang sangat luas menarik perhatian warga nasional.
“Khusus dalam penegakan hukum, secara umum mayoritas publik cukup/sangat percaya terhadap Kejaksaan Agung, Pengadilan KPK dan Kepolisian. Begitu juga dalam hal pemberantasan korupsi, mayoritas publik cukup/sangat percaya terhadap Kejaksaan Agung, Pengadilan, KPK dan Kepolisian,”ujarnya.
Citra Kepolisian
Menurut Burhanuddin Muhtadi, terungkapnya kasus narkoba yang melibatkan Irjen Pol Teddy Minahasa Putra cukup banyak diketahui warga. Mayoritas masyarakat yang mengetahui kasus tersebut menilai positif langkah Kapolri yang tidak pandang bulu dalam menindak tegas anggotanya yang melanggar.
Tapi di sisi lain, lanjutnya, mayoritas juga cenderung setuju bahwa ada persaingan yang tidak sehat antarkelompok di tubuh Polri. Nuansa ini memang cukup kuat karena pada saat yang bersamaan Irjen Teddy Minahasa Putra ketika itu dalam proses mutasi menjadi Kapolda Jawa Timur.
Dijelaskan, praktik setoran bawahan kepada atasan di lembaga kepolisian diketahui oleh sekitar 21-22 % warga. Di antara warga yang mengetahui kasus praktik setoran tersebut, hampir semua percaya hal tersebut terjadi di lapangan. Di antara yang tahu, mayoritas warga mengetahui bahwa Kapolri memerintahkan untuk menghentikan praktik tersebut. Tetapi tingkat keyakinan bahwa praktik tersebut akan hilang atau setidaknya berkurang tampak terbelah sama besar antara yang percaya dan tidak percaya.
“Larangan tilang manual tampak mendapat respon positif dari warga, mayoritas tahu dan mayoritas juga setuju meniadakan tilang manual dan memberlakukan tilang elektronik,”tambahnya.
Menurut Burhanuddin Muhtadi, larangan bergaya hidup mewah bagi anggota Kepolisian cukup banyak diketahui warga. Tetapi warga yang percaya bahwa Kepolisian akan menindak tegas anggotanya yang tidak mengindahkan larangan tersebut tidak dominan, sangat banyak warga yang menyangsikan.
Dikatakan, cukup besar kelompok warga yang pernah membayar sejumlah uang yang disepakati kepada anggota Kepolisian agar tidak ditilang, 30,6 %. Juga membayar sejumlah uang yang disepakati kepada anggota Kepolisian agar dipermudah dalam pembuatan dan perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM), yakni sekitar 25,3 %.
Burhanuddin Muhtadi menambahkan, praktik setoran bawahan ke atasan, ketegasan kepolisian terkait anggota yang bergaya hidup mewah, serta prilaku korup anggota terkait penilangan dan pengurusan SIM, menekan tingkat kepercayaan terhadap Kepolisian.
Menurut Burhanuddin Muhtadi, masyarakat mengharapkan adanya ketegasan dan langkah strategis Kapolri menyikapi setiap isu. Dengan demikian publik percaya bahwa tidak akan ada lagi praktik setoran bawah tangan, pelaksanaan tilang elektronik tetap berwibawa.
“Sikap tegas tersbeut juga perlu agar perilaku hidup aparat kepolisian harus menjadi teladan yang baik dalam membangun kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum bagi masyarakat umum,”paparnya.
Terkait kasus Sambo, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, survei lembaga Indikator tersebut menunjukkan, kasus Sambo semakin luas diketahui warga. Hampir semua yang mengetahui setuju persidangannya digelar terbuka. Hampir semua responden juga percaya bahwa Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi bersalah terkait kasus tewasnya Brigadir J.
Dikatakan, terkait obstruction of justice (menghalangi proses hukum) kasus Sambo, mayoritas responden menganggap bahwa perkara tersebut juga sebaiknya diadili di pengadilan agar lebih transparan, bukan sekedar sidang etik di internal Kepolisian.
“Warga menaruh kepercayaan tinggi kepada proses pengadilan, mayoritas percaya bahwa jaksa akan menuntut hukuman seberat-bertanya dan hakim akan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada Ferdy Sambo,”ujarnya.
Proses Survei
Menurut Burhanuddin Muhtadi, lembaga survei Indikator melakukan survei nasional mengenai kepuasan publik terhadap kinerja aparatur pemerintahan, lembaga penegak hukum dan legislatif mulai 30 Oktober – 5 November 2022. Survei yang menggunakan metode sampling (berdasarkan sampel/perwakilan) dilakukan di 34 provinsi dengan jumlah responden sekitar 1.220 orang. Penarikan sampel dilakukan secara random (acak) dengan toleransi kesalahan sekitar 2,9 % dan tingkat kepercayaan 95 %.
Dikatakan, populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling (pengambilan sampel bertahap).
“Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control (kualitas pengawasan) terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 % dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti,”katanya. (Matra/AdeSM).