Presiden RI Joko Widodo (tengah) memberikan pengarahan sekaligus peringatan kepada seluruh jajaran petinggi Polri untuk memperbaiki kinerja dan citra pada pertemuan dengan segenap jajaran petinggi Polri di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022). (Foto : Matra/BPMISetpres).

(Matra, Jakarta) – “Karena nila setitik rusak susu sebelanga.” Pepatah tersebut tampaknya benar-benar menerpa jajaran institusi penegak hukum, Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Betapa tidak. Gara-gara ulah oknum-oknum anggota Polri, citra Polri yang sedang mencapai puncaknya belakangan ini jatuh ke titik nadir. Akibat ulah tidak terpuji dan pelanggaran hukum oknum-oknum anggota Polri, kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri yang sempat mendapatkan peringkat tertinggi satu tahun terakhir akhirnya anjlok ke tangga terbawah.

Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) ketika memberikan pengarahan kepada seluruh pimpinan Polri, mulai dari Kapolri, Kapolda dan Kapolres seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022) mengungkapkan, keberhasilan Indonesia menangani Pandemi Covid-19 tahun 2021 – awal 2022 mengangkat Polri ke puncak kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap Polri begitu tinggi menyusul kiprah Polri dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan Covid-19, khususnya vaksinasi, hingga pandemi Covid-19 di Tanah Air akhirnya mereda.

Presiden Jokowi menjelaskan, kepercayaan publik terhadap Polri medio November 2021 sangat tinggi, yakni mencapai 80,2 %. Indeks Kepercayaan Masyarakat saat itu menempatkan Polri di puncak teratas saat itu. Hal tersebut didorong oleh kerja keras jajaran Polri dalam penanganan Covid-19 dengan mendukung penyuntikan 440 juta dosis vaksin kepada masyarakat sehingga pandemi mereda dan ekonomi bisa tumbuh 5,44 %.

Namun setelah kasus penembakan terhadap Brigadir Y di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, medio Juli 2022 yang menyeret mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo, kepercayaan masyarakat terhadap Polri anjlok. Pada Agustus lalu, kepercayaan masyarakat terhadap Polri berada pada angka 54 %. Kepercayaan masyarakat terhadap Polri tersebut benar-benar jatuh, terlentang, rendah sekali.

“Sebelum kasus Duren Tiga, kepercayaan masyarakat terhadap Polri sangat tinggi, bahkan paling tinggi di seluruh jajaran institusi penegak hukum. Namun begitu ada peristiwa FS (Ferdy Sambo), runyam semuanya, dan jatuh ke angka yang paling rendah. Sekarang, Saudara-saudara harus tahu, menjadi terendah. Ini yang harus dikembalikan lagi dengan kerja keras Saudara-saudara sekalian. Itulah pekerjaan berat yang Saudara-saudara harus kerjakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Polri di tengah situasi yang juga tidak mendukung saat ini,” ujar Presiden.

Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberi laporan pada pertemuan jajaran petinggi Polri dengan Presiden RI Joko Widodo (tengah) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022). (Foto : Matra/BPMISetpres).

Gagah-gagahan

Kepala Negara mengatakan, saat ini situasi di semua negara sedang sulit karena menghadapi gelombang dan badai ekonomi global. Bahkan, saat ini 66 negara telah berada pada posisi rentan dan 345 juta orang di 82 negara sudah menderita kekurangan pangan akut.

Untuk itu, Presiden mengingatkan kepada seluruh jajaran Polri untuk memiliki kepekaan terhadap situasi krisis (sense of crisis) yang sama. Presiden juga mengingatkan agar jajaran Polri bisa lebih memperhatikan gaya hidupnya agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial dan menjadi sorotan masyarakat.

“Saya ingatkan masalah gaya hidup, lifestyle. Jangan sampai dalam situasi yang sulit ada letupan-letupan sosial karena adanya kecemburuan sosial ekonomi. Hati-hati, sehingga saya ingatkan yang namanya kapolres, wakapolres, yang namanya kapolda, yang namanya seluruh pejabat utama, perwira tinggi, mengerem total masalah gaya hidup. Jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus atau motor gede yang bagus. Hati-hati. Hati-hati, saya ingatkan hati-hati,” jelasnya.

Lebih jauh, Presiden mengingatkan bahwa teknologi pada masa sekarang telah menyebabkan perubahan interaksi sosial secara total. Menurutnya, saat ini adalah masa penuh keterbukaan karena semua orang bisa mengabarkan peristiwa yang terjadi pada media sosial, bukan hanya TV, media cetak, atau media daring.

“Saya terlalu banyak mendapatkan laporan, sehingga kembali lagi gaya hidup. Urusan kecil-kecil tetapi itu bisa mengganggu kepercayaan terhadap Polri. Urusan tadi, urusan mobil, urusan motor gede, urusan yang remeh-temeh saja, sepatunya apa, bajunya apa, dilihat masyarakat sekarang ini. Itu yang kita harus mengerti dalam situasi dunia yang penuh dengan keterbukaan,” tandasnya.

Berantas Pungli

Selain menyoroti dan memberikan warning (peringatan), Presiden Jokowi juga memberikan sedikitnya lima arahan kepada jajaran Polri menyikapi kemerosotan citra Polri di mata masyarakat Indonesia. Arahan tersebut ditujukan kepada para pejabat utama Mabes Polri, kepala kepolisian daerah (kapolda), hingga kepala kepolisian resor (kapolres) seluruh Tanah Air.

Arahan pertama, meminta jajaran Polri memperbaiki apa yang menjadi keluhan masyarakat kepada institusi Polri. Sekitar 29, 7 % warga masyarakat mengeluhkan pungutan liar (pungli) di lingkungan Polri.  Karena itu , Presiden Jokowi meminta praktik pungli di lingkungan institusi Polri diberantas total.

“Tolong ini anggota-anggota semuanya itu yang begitu. Sewenang-wenang, tolong ini juga diredam pada anggota-anggota. Pendekatan-pendekatan yang represif, jauhi. Mencari-cari kesalahan nomor yang ketiga, 19,2 persen. Dan yang keempat, hidup mewah yang tadi sudah saya sampaikan,”ujarnya.

Menurut Presiden, Polri merupakan aparat penegak hukum yang paling dekat dengan rakyat dan paling sering berinteraksi dengan masyarakat. Untuk itu, Presiden menyampaikan arahan keduanya yakni meminta kepada para petinggi dan perwira Polri untuk selalu mengingatkan anggotanya agar memberikan pelayanan kepada masyarakat serta menjaga rasa aman dan nyaman bagi masyarakat.

“Yang kedua, rasa aman dan nyaman masyarakat itu—ini masalah persepsi—rasa aman dan nyaman masyarakat itu menjadi terkurangi atau hilang. Karena apa pun, Polri adalah pengayom masyarakat. Hal-hal yang kecil-kecil, tolong betul-betul dilayani itu. Masyarakat kehilangan sesuatu, harus direspons cepat sehingga rasa terayomi dan rasa aman itu menjadi ada,”ungkapnya.

Arahan ketiga, Kepala Negara meminta jajaran Polri menjaga kesolidan baik di internal Polri maupun dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal tersebut penting utamanya karena saat ini sudah mulai masuk tahun politik dan tahapan pemilihan umum (pemilu) sudah mulai berjalan sejak Juli lalu.

“Harus ditunjukkan soliditas di internal Polri dulu. Rampung, kemudian soliditas Polri dan TNI itu yang akan mengurangi tensi politik ke depan. Soliditas. Harus ada kepekaan, posisi politik ini seperti apa, sih. Karena Saudara-saudara adalah pimpinan-pimpinan tertinggi di wilayah masing-masing. Sense of politic-nya juga harus ada. Tidak bermain politik tetapi mengerti masalah politik karena memang kita akan masuk dalam tahapan tahun politik,” paparnya.

“Kalau dilihat Polri solid, kemudian bergandengan dengan TNI solid, bolak-balik saya sampaikan, saya memberikan jaminan, stabilitas keamanan kita, stabilitas politik kita pasti akan baik. Enggak ada yang berani coba-coba. Kalau coba-coba, ya tegas saja,” sambungnya.

Keempat, Presiden meminta adanya kesamaan visi Polri serta ketegasan terkait kebijakan organisasi. Kepada para pemimpin Polri di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, Kepala Negara mendorong agar mereka tidak gamang serta bekerja sesuai standar operasional prosedur (SOP), dan sesuai undang-undang.

“Visi presisi, Pak Kapolri, saya minta juga tidak njelimet-njelimet, tolong disederhanakan sehingga yang di bawah itu mengerti apa yang dijalankan. Apa sih, kalau disederhanakan? Ya tadi itu yang Kapolri sampaikan tadi. Polri sebagai pelindung, Polri sebagai pengayom, dan Polri sebagai pelayan. Intinya kan ke sana. Presisinya itu apa? Jelaskan juga. Sekali lagi, secara sederhana dan jelas sehingga gampang ditangkap visi itu,” ungkapnya.

Para petinggi Polri mulai dari kapolda hingga kapolres mengikuti pengarahan dari Presiden RI Joko Widodo (tengah) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022). (Foto : Matra/BPMISetpres).

Arahan kelima, Presiden mengingatkan agar jangan sampai pemerintah maupun Polri dipandang lemah terkait dengan penegakan hukum. Untuk itu, Presiden secara tegas meminta Kapolri agar memberantas judi daring serta jaringan narkoba sehingga bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada Polri yang menurun.

“Saya sudah perintahkan kepada Kapolri, saat itu urusan judi online, bersihkan, sudah. Saya enggak usah bicara banyak. Saudara-saudara tahu semuanya, perintah ini tahu. Dan, penegakan hukum untuk yang berkaitan dengan narkoba. Ini yang akan nanti bisa mengangkat kembali kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” tegasnya.

Di penghujung arahannya, Kepala Negara juga meminta jajaran Polri merancang komunikasi publik yang baik dan cepat dalam menghadapi sebuah isu atau peristiwa. Presiden kembali mengingatkan bahwa saat ini merupakan era media sosial dan peristiwa bisa tersebar dalam hitungan menit dan detik.

“Sekarang ini, sekali lagi, era social media, hitungannya detik, hitungannya menit, sudah bukan hari lagi. Begitu ada sebuah peristiwa kecil dan Saudara-saudara menganggap ini kecil, sehingga tidak ditangani, dikomunikasikan dengan baik, dengan kecepatan, membesar menjadi sulit untuk kemudian diselesaikan lagi,” tandasnya.

Pengarahan sekaligus peringatan Presiden Jokowi terhadap jajaran Polri tersebut sudah begitu tandas, tegas dan sangat mendasar hingga ke masalaha perilaku maupun etika. Hendaknya pengarahan tersebut membuat Polri bisa kembali bangkit meraih kepercayaan masyarakat. Jika “warning” Presiden tersebut tidak bisa memperbaiki citra dan kinerja Polri, hal tersebut tentunya bakal bisa memancing sejuta tanya masyarakat, Polisi Indonesia mau ke mana?”.(Matra/AdeSM/BPMISetpres).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *