(Matra, Simalungun) – Kawasan perbukitan pesisir Danau Toba di Kecamatan Haranggaol – Horisan dan Pematang Silimahuta termasuk salah satu kawasan kritis lingkungan hidup di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatetara Utara (Sumut). Hal itu ditandai dengan kerusakan hutan yang cukup luas di kawasan perbukitan desa-desa wilayah Kecamatan Horisan – Haranggaol dan Pematang Silimahuta.
Kegundulan hutan di daerah tersebut selama ini sulit diatasi akibat seringnya terjadi kebakaran hutan dan lahan serta lambannya rehabilitasi hutan atau penghijauan. Kondisi tersebut membuat pohon-pohon di kawasan perbukitan Haranggaol – Horisan dan Pematang Silimahuta tersebut punah.
Guna menghijaukan kembali kawasan hutan kritis di Kecamatan Haranggaol – Horisan dan Pematang Silimahuta tersebut, organisasi kemasyarakatan dan budaya Simalungun, Partuha Maujana Simalungun (PMS) kini melakukan aksi peduli lingkungan di daerah pesisir Danau Toba tersebut. Aksi peduli lingkungan itu dilaksanakan melalui program rehabilitasi hutan dengan memberdayakan warga masyarakat atau petani setempat.
Program rehabilitasi hutan pesisir Danau Toba, Kecamatan Haranggaol – Horisan dan Pematang Silimahuta, Simalungun tersebut dilakukan atas kerja sama PMS dengan dua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kecamatan Haranggaol – Horisan dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Asahan – Barumun, Provinsi Sumut.
Ketua Presidium atau Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partuha Maujana Simalungun (PMS), St Marsiaman Saragih, SH yang dihubungi medialintassumatera.net di Simalungun, Sumut, Minggu (14/8/2022) menjelaskan, rehabilitasi hutan di Kecamatan Haranggaol – Horisan dan Pematang Solimahuta tersebut melibatkan Gapoktan Bintang Pambobai (bintang penuntun) dan Gapoktan Sapangambei Manoktok Hitei (gotong – royong demi tujuan mulia).
Dijelaskan, jumlah petani atau warga masyarakat desa se-Kecamatan Haranggaol Horisan dan Pematang Silimahuta yang dilibatkan pada rehabilitasi hutan tersebut mencapai 350 kepala keluarga (KK). Sedangkan luas areal hutan yang direhabilitasi mencapai 174 hektare (ha). Biaya rehabilitasi hutan tersebut disiapkan pihak BPDASHL Asahan Barumun.
Menurut Marsiaman Saragih, para petani mendapatkan upah Rp 7 juta/ha pada program rehabilitasi hutan berbasis masyarakat tersebut. Pada program rehabilitasi hutan berbasis masyarakat itu, para petani yang menanam pohon penghijauan di halaman rumah dan areal ladang/kebun mereka pun dibayar.
Marsiaman Saragih yang juga anggota Komisi XI (bidang ekonomi) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut mengatakan, program rehabilitasi hutan berbasis pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Haranggaol – Horisan dan Pematang Silimahuta tersbeut memiliki manfaat ganda.
Manfaat pertama, program rehabilitasi hutan ini membuat hutan dan lahan kritis bisa dihijaukan. Kemudian para petani yang selama ini mengalami kesulitan keuangan akibat pandemi Covid-19 bisa mendapatkan penghasilan.
“Saat ini perputaran uang pada program rehabilitasi hutan di Kecamatan Horisan – Haranggaol dan Pmatang Silimahuta ini mencapai Rp 1,1 milir. Cukup lumayan menghidupkan ekonomi masyarakat di tengah kesulitan ekonomi saat ini,”ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, rehabilitasi hutan melalui pemberdayaan warga masyarakat sekitar di Kecamatan Haranggaol – Horisan dan Pematang Silimahuta memiliki potensi besar berhasil sebab rehabilitasi hutan tersebut benar-benar memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat sekitar.
Pohon penghijauan yang ditanam pada program rehabilitasi hutan tersebut semuanya taman hutan produktif seperti mangga, kemiri dan tanaman lainnya. Kemudian warga masyarakat juga dibayar untuk menanam dan memelihara tanaman penghijauan tersebut.
“Karena tanaman penghijauan tersebut bermanfaat untuk warga masyarakat sekitar, mereka akan memeliharanya dengan baik. Kemudian penanaman pohon penghijauan tersebut juga akan berhasil karena warga masyarakat mendapatkan upah penanaman pohon penghijauan ,”katanya.
Dijelaskan, program penghijauan atau rehabilitasi hutan di desa-desa pesisir Danau Toba wilayah Simalungun sering gagal karena tidak melibatkan warga masyarakat sekitar. Biasanya penanaman pohon penghijauan dilaksanakan dinas – instansi terkait tanpa melibatkan masyarakat.
“Kondisi demikian sering membuat penanaman pohon penghijauan dan pemeliharaanya tidak dilakukan secara benar. Kemudian, areal hutan dan lahan yang ditanami pohon penghijauan sering terbakar akibat kurangnya kepedulian warga masyarakat dan pangulu (kepala desa),”katanya.
Teken “MoU”
Menurut Marsiaman Saragih, nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Gapoktan Bintang Pambobai dan Gapoktan Sapangambei Manoktok Hitei Simalungun dengan BPDASHL Asahan Barumun mengenai rehabilitasi hutan di Kecamatan Haranggaol – Horisan dan Pematang Silimahuta ditandatangani di kantor Camat Haranggaol – Horisan, Kabupaten Simalungun, Rabu (6/7/2022).
Dari total 174 ha areal hutan yang direhabilitasi tersebut, Gapoktan Bintang Pambobai mendapat jatah rehabilitasi sekitar 133 Ha dan Gapoktan Sapangambei Manoktok Hitei mendapat jatah 41 ha. Selain rehabilitasi hutan, kedua gapoktan tersebut juga memiliki kegiatan budidaya ikan khas Danau Toba, ihan/dengke jurung (Neolissochilus sp).
Penandatanganan dilakukan Kepala BPDASHL Asahan Barumun, Dwi Januanto Nugroho dengan Ketua Gapoktan Bintang Pambobai dan Gapoktan Sapangambei Manoktok Hitei Simalungun. Penandatangan MoU rehabilitasi hutan tersebut diskasikan Marsiaman Saragih sendiri dan Camat Haranggaol – Horisan, Elisye Selfrida Sinaga, SE.
Marsiaman Saragih dalam sambutannya pada penantanganan MoU rehabilitasi hutan tersebut mengatakan, pihaknya menjalin kerja sama pelestarian lingkunagn berbasis masyarakat dengan warga masyarakat dan BPDHASHL Asahan Barumun untuk mewujudkan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan dengan menempatkan masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku utama pembangunan.
Menurut Marsiaman Saragih, pelaksanaan rehabilitasi hutan di Kecamatan Horisan Haranggaol dan Pematang Silimahuta tersebut harus mengedepankan semangat gotong-royong. Semua pihak menjalin kerja sama melakukan rehabilitasi hutan secara gotong – royong (marharoan bolon) sesuai ciri khas kehidupan sosial masyarakat Simalungun.
“Kami mengharapkan kegiatan rehabilitasi hutan melalui pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan yang difasilitasi BPDASHL Asahan Barumun ini dilakukan dengan sungguh-sungguh. Program rehabilitasi hutan ini juga harus berhasil karena hasilnya nanti juga untuk masyarakat dan kelestarian lingkungan sekitar,”katanya.
Marsiaman Saragih mengharapkan BPDASHL Asahan Barumun tetap mendampingi para petani dalam melaksanakan rehabilitasi hutan tersebut. Dua gapoktan Simalungun yang terlibat dalam program rehabilitasi hutan tersebut perlu pendampingan pihak BPDASHL Asahan Barumum agar sasaran atau tujuan rehabilitasi hutan tersebut benar-benar tercapai.
Sementara itu, Kepala BPDASHL Asahan Barumun, Dwi Januanto Nugroho pada kesempatan tersebut mengatakan, pada pelaksanaan program rehabilitasi hutan di Sumut, pihak BPDASHL Asahan Barumun selalu bermitra dengan kelompok tani hutan (KTH).
Kemitraan itu tidak terbatas hanya pada penanaman pohon penghijauan, tetapi juga pada pengadaan kebun bibit rakyat, kebun bibit desa, pemenuhan bibit tanaman keras, bibit produktif dan inventarisasi jenis tanaman (Multi Purpose Trees Species/MPTS).
“Keterlibatan warga masyarakat sekitar melalui KTH dalam program rehabilitasi hutan dan pengadan bibit tanaman penghijauan ini diharapkan bisa membangun ‘pagar sosial’ dalam upaya pemulihan fungsi-fungsi sumber daya hutan dan pelestarian sumber daya alam,”ujarnya. (Matra/Radesman Saragih).