Petani Jambi menyadap getah karet baru-baru ini. (Foto : Matra/KKIWarsi).

DPRD Minta Pemprov Jambi Tingkatkan Kesejahteraan Petani

(Matra, Jambi) – Perkebunan karet menjadi salah satu komoditas andalan petani di Provinsi Jambi sejak ratusan tahun silam hingga kini. Kendati booming (ledakan) perkebunan kelapa sawit turut merambah Provinsi Jambi puluhan tahun terakhir, namun perkebunan karet di daerah tersebut masih tetap bertahan. Para petani di Jambi masih banyak mengandalkan perkebunan karet sebagai sumber utama penghasilan keluarga.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, luas perkebunan karet di Provinsi Jambi saat ini masih ada sekitar 669.521 hektare (ha). Sekitar 665.303 ha atau 99,37 % perkebunan karet di Jambi merupakan perkebunan karet rakyat. Jumlah petani di Jambi yang masih menggantungkan hidup dari kebun karet mencapai 263.583 kepala keluarga (KK).

Sementara itu, produksi olahan karet (crumb rubber) di Provinsi Jambi saat ini rata-rata mencapai 300.000 ton/tahun. Sedangkan volume ekspor crumb rubber Provinsi Jambi masih mencapai 20.000 ton/tahun. Kemudian harga getah karet di tingkat petani di daerah tersebut berkisar Rp 10.000/Kg – Rp 11.000/Kg.

Kendati areal perkebunan karet di Jambi masih cukup luas, produksi memadai dan ekspor cukup besar, namun kesejahteraan petani karet di daerah tersebut belum menggembirakan. Hal tersebut disebabkan masih banyaknya kebun karet tua di Jambi. Luas kebun karet tua di Jambi saat ini mencapai 95.000 ha atau 14,19 % dari total 669.521 ha kebun karet di daerah itu. Kemudian hasil kebun karet masih tetap lebih banyak dinikmati pengusaha dan tengkulak.

Ketua Fraksi Partai Demokrat di DRPD Provinsi Jambi, Ahmad Fauzi Ansori ketika memberikan pandangan umum fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pertangungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jambi tahun anggaran 2021 di Gedung DPRD Provinsi Jambi, baru-baru ini mengungkapkan, peluang komoditas karet di Provinsi Jambi cukup besar memajukan ekonomi daerah, khususnya ekspor produksi karet cukup besar. Namun komoditas perkebunan karet belum sepenuhnya mampu meningkatkan kesejahteraan petani karet.

“Peluang ekspor karet Jambi cukup besar memajukan ekonomi daerah. Nilai ekspor karet Jambi tahun lalu mencapai 484,9 juta US $ (Rp 7,3 triliun). Nilai ekspor karet tersebut menyumbang sekitar 20,29 % pertumbuhan eknonomi daerah. Namun besarnya hasil perkebunan karet tersebut belum diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani karet di Provinsi Jambi,”ujarnya.

Dijelaskan, banyaknya petani karet di Jambi yang sulit bangkit ekonominya membuat mereka beralih ke komoditas perkebunan kelapa sawit. Para petani mengalih-fungsikanareal kebun karet mereka menjadi kebun sawit. Hal itu dilakukan petani karena harga karet yang selalu rendah. Selain itu, program hilirisasi produk karet di Jambi untuk mendongkrak harga karet belum berhasil dilakukan di Jambi.

Kondisi demikian, lanjutnya bertolak-belakang dengan target-target pembangunan di Jambi. Pada Rencana Pembangunan Jangka Mendengan Daerah (RPJMD) 2021-2026 secara jelas dinyatakan bahwa program prioritas dalam menyelenggarakan pembangunan daerah di Provinsi Jambi yaitu pemulihan dan peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah, melalui program Dua MIliar Satu Kecamatan (Dumisake).

Menurut Ahmad Fauzi Ansori, melalui program Dumisake tersebut, Pemprov Jambi berupaya memajukan sektor pariwisata, perdagangan dan jasa. Kemudian Pemprov Jambi juga berupaya meningkatkan produktivitas komoditas unggulan daerah, perbaikan rantai nilai dan hilirisasi produk perkebunan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

“Pertanyaan, mengapa pemerintah Provinsi Jambi belum juga melakukan aksi yang terstruktur dan sistematis untuk mengambil nilai tambah dan meningkatkan pendapatan rakyat dari hasil perkebunan karet dan sawit?,”katanya.

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Jambi, Ahmad Fauzi Ansori. (Foto : Matra/HumasDPRDJbi).

Tidak Terkendali

Fraksi Partai Demokrat di DPRD Provinsi Jambi juga menyoroti masalah menfaat perkebunan kelapa sawit di Jambi memenuhi kebutuhan minyak nabati di daerah tersebut. Luas perkebunan kelapa sawit di Jambi saat ini mencapai 530.722 ha dan produksi mencapai 3,1 juta ton/tahun. Kemudian ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Jambi juga tinggi. Namun Provinsi Jambi tidak mampu membuat harga minyak goreng di di daerah terkendali.

Menurut Ahmad Fauzi Ansori, ekspor minyak nabati kelapa sawit di Provinsi Jambi tahun lalu mencapai 286 juta US $ atau sekitar Rp 4,3 triliun. Kontribusi ekspor minyak nabati sawit tersebut terhadap perekonomian daerah mencapai 11,97 %.

Tetapi besarnya potensi ekspor produk sawit tersebut ternyata belum mampu membuat harga minyak nabati di Provinsi Jambi rendah dan terkendali. Bahkan Provinsi Jambi turut terimbas kelangkaan dan mahalnya harga minyak nabati.

“Pertanyaannya, mengapa Pemprov Jambi belum juga melakukan aksi yang terstruktur dan sistematis untuk mengambil nilai tambah dan meningkatkan pendapatan rakyat dari hasil perkebunan sawit tersebut,”katanya.

Ahmad Fauzi Ansori lebih lanjut mengatakan, belakangan ini Jambi juga masih memprioritaskan ekspor sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, yakni pertambangan batu bara dan minyak dan gas (migas) untuk meningkatkan devisa. Sedangan ekspor sumber daya alam yang bisa diperbaharui, yakni perkebunan dan pertanian terkesan terabaikan.

Diungkapkan, ekspor di Provinsi Jambi masih di dominasi oleh migas dan batubara. Nilai ekspor Provinsi Jambi dari sektor pertambangan batubara dan 13 miliar US $ atau sekitar Rp 19,99 triliun. Nilai ekspor tersebut mencapai 55,60 % dari total ekspor Jambi. Namun hasil eksploitasi sumber daya alam tersebut belum sepenuhnya mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Jambi.

Realitas tersebut, katanya, menggambarkan bahwa dominasi ekspor Jambi belumlah berasal dari upaya kreatif dan inovatif dari pemerintah dan masyarakat di Provinsi Jambi. Padahal peluang pasar ekspor untuk produk kreatif dan inovatif sangat terbuka luas.

“Ekspor yang diprioritaskan Jambi hingga kini hanya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti batu bara dan migas. Ketika sumber daya alam tersbeut habis terkuras, maka nilai ekspor Jambi akan jauh berkurang,”katanya.

Menurut Ahmad Fauzi Ansori, ternyata besarnya nilai ekspor batubara dan migas Jambi lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang di luar Provinsi Jambi. Mayoritas masyarakat Jambi hanya mendapatkan macet dan akibat lain dari lalu lalangnya ribuan kendaraan pengangkut batubara.

“Pertanyaan, akan sampai kapankah rakyat Jambi hanya menjadi penonton serta kecilnya manfaat ekonomi yang dapat diambil dari aktivitas migas dan pertambangan ini jika dibandingkan dengan manfaat yang diambil dan dibawa ke luar Provinsi Jambi,”ujarnya. (Matra/AdeSM).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *